Tlisan ini merupakan catatan singkat saya ketika berkunjung sebagai wisata lokal ke Pulau Penyengat beberapa waktu lalu. Di pulau ini saya melihat beberapa peninggalan sejarah, khususnya sejarah kebudayaan Melayu.
Mengenal Pulau Penyengat
Menurut Wiki, Pulau Penyengat atau Pulau Penyengat Inderasakti adalah pulau kecil yang berjarak 6 Km dari kota Tanjungpinang Ibu Kota Kepulauan Riau. Pulau ini mempunyai luas 2.500 meter X 750 meter.
Makanya ketika berjalan-jalan mengitari pulau ini, kalau mempunyai banyak waktu, apalagi kalau memutuskan menginap, akan terasa sangat seru jika dikeliling dengan berjalan kaki atau sepeda roda dua.
Bagi yang terbiasa dengan kemacetan di Pulau Jawa, mengelilingi pulau ini dengan santai benar-benar sebuah perjalanan wisata yang layak untuk dilakukan. Pulaunya tidak terlalu luas, tapi langitnya biru banget.
Pulau ini dapat ditempuh dalam waktu lebih kurang 15 menit dari pelabuhan kota Tanjungpinang dengan menaiki perahu yang disebut “pompong” oleh penduduk sekitar, dengan biaya @ Rp. 5000 untuk umum, Rp. 3000 untuk penduduk, dan gratis untuk guru yang bolak-balik Tanjungpinang-Pulau Penyengat atau sebaliknya.
Wisata Budaya Pulau Penyengat
Objek wisata sejarah budaya Melayu di Pulau Penyengat yang menyambut kedatangan kita pertamakali datang adalah Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur. Di dalamnya banyak tersimpan kitab-kita kuno.
Kebetulan saat YSalma berkunjung adalah hari Jum’at. Kala itu, pengunjung selain yang ingin berwisata, juga bapak-bapak yang akan melaksanakan shalat Jum’at yang datang dari kota Tanjungpinang, Malaysia, maupun Singapura.
Jama’ah dari negeri jiran keberadaannya ditandai dengan kas dan infaq masjid yang terkumpul saat diumumkan ada yang dalam mata uang Rupiah, Ringgit Malaysia dan Dolar Singapur.
Mendengar infaq saat itu sempat membuat saya keheranan, adik saya memberi penjelasan bahwa jama’ah kadang memang pelancong dari negeri seberang yang terkadang datang hanya untuk menunaikan sholat Jum’at. Ada juga penduduk Pulau Penyengat yang bekerja di negeri tetangga.
Setelah melaksanakan shalat Dzuhur, saya memutuskan mengelilingi Pulau Penyengat dengan menggunakan becak motor. Dianjurkan sebelum naik motor becak, memastikan lokasi objek wisata budaya yang bisa disinggahi di peta yang terpajang di depan sebrang jalan Masjid Raya.
Karena tidak semua pembawa becak mempunyai kecakapan sebagai guide wisata, yang penting diajak muter beberapa tempat, kemudian kembali ke tempat semula walaupun negosiasi awalnya muter semua tempat sejarah di pulau penyengat 😦 —–> Semoga hal ini lebih diperhatikan oleh pengelola Pulau Penyengat.
Menuju Makam Raja Ali Haji (1808-1873) yang merupakan Pahlawan nasional di Bidang Bahasa Nasional dengan karya terkenalnya berupa gubahan Gurindam Dua Belas. Di lokasi ini juga terdapat makam Engku Puteri Raja Hamidah yang menerima mahar Pulau Penyengat dari Sultan Mahmud pada tahun 1805.
Setelah puas melihat-lihat makam, kami beranjak lagi ke motor becak, diajak melewati Istana Kantor yang pada saat itu lagi direnovasi (tertutup untuk umum). Kami lanjut menuju ke Balai Adat berupa rumah panggung yang masih terawat dengan baik.
Di Balai Adat ini terdapat replika pelaminan adat Melayu. Di bawah lantai panggungnya terdapat sebuah sumur berair bening dan berasa tawar yang dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai obat, wallahualam.
Dari Balai Adat ini kami diajak memutari benteng di Bukit Kursi yang dipergunakan sebagai pusat pertahanan Kerajaan Melayu melawan penjajahan Belanda oleh Raja Haji Fisabilillah.
Kembali ke tempat awal berangkat sambil menunggu rombongan lain yang ternyata mampir ke beberapa benteng.
Saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju Sumur Putri, tempat putri-putri raja dulunya mandi. Jaraknya lumayan jauh dari Istana, mandinya waktu itu naik kereka kuda kali ya 😳 .
Setelah puas berkeliling Pulau Penyengat, kita bisa melepas lelah di warung makan dengan menu utama ikan laut bakar dan beberapa menu masakan laut khas Melayu. Yummy…
Itulah cerita perjalanan saya melihat wisata sejarah budaya Melayu di Pulau Penyengat. Setiap tahun Pulau Penyengat dijadikan pusat Festival Budaya Kebudayaan Melayu.
Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Pertama di Kisahku bersama Kakakin.
alhamdulillah, dengan mampir disini malah dapat banyak wawasan baru dan pengetahuan ttg Pulau Penyengat 🙂
terimakasih ya Mak sdh sharing hal yg menarik ini ……….
semoga sukses diacaranya BuMon …..
salam
SukaSuka
Arrrggghhh… rumah panggung di atas pantai … aku ingin sekali punya kenangan di sana …
SukaSuka
wah. . .. jadi pengen kesana aku mbak. . . .
yang bikin penasaran lagi gimana ntu buat slide gambarnya hehehehhe
SukaSuka
owh. . . kirain pasangsn sendiri. . . .
kunjungan pagi dehhh hehehehehehe 🙂
SukaSuka
Terima kasih sahabat atas berbagi artikelnya ini
SukaSuka
indah sekali wisata sejarahnya… pulau penyengat di propinsi riau, ya?
SukaSuka
Ibu juri datang… 😀
Bertambah lagi satu pengetahuan saya tentang obyek wisata 🙂
Wah, sumur tempat mandi putri raja jauh dari istana? Mungkin mereka nggak mandi tiap hari ya, Mbak…
SukaSuka
Wah, keren Mbak foto2nya..
jadi kepingin kesana nih..
eh, gambar bangunan mungil mirip masjid yng arna kuning itu apa Mbak?
penasaran,heheheh
semoga sukses di kontesnya Tante Monda dan Mbak Akin ya Mbak..
SukaSuka
sudah kucatat sebagai peserta ya Uni
alhamdulillah, bisa makin banyak tau tempat menarik ya
SukaSuka
nice post, bisa jadi referensi tempat yang bagus untuk dikunjungi. hehe.
salam 🙂
SukaSuka
Huaa.
jadi pengen kesana.. ziarah ke makamm
SukaSuka