Surat tanda sayang, atau dapat juga disebut sebagai tanda cinta ini, bisa jadi untuk diriku yang menuliskannya, atau kau yang sedang membacanya.
Jika kau seorang perempuan, mungkin kita bisa sama-sama merenung.
Tapi, jika kebetulan kau seorang laki-laki, mudah-mudahan dengan membaca tulisan ini, kau bisa memahami sedikit tentang saudara perempuan, istri, atau mungkin kelak anak perempuanmu. Sehingga kau bisa berlaku adil.
Wahai Perempuan, Sayangilah Dirimu

Kau tentunya sering membaca kalimat indah tentang ungkapan keberadaan seorang anak perempuan bukan?
Perempuan itu sangat istimewa. Saat masih kecil, ia menjadi pembuka pintu surga untuk ayahnya. Saat dewasa, ia menjadi penyempurna agama bagi suaminya. Dan saat menjadi ibu, pintu surga pun ada di telapak kakinya.
Sudahkan kau merenungkan makna dari kalimat tersebut?
Bukan berarti, mentang-mentang kau seorang anak perempuan semua akan terjadi seperti itu dengan jentikan jari.
Tentu tidak.
* Seorang ayah, yang mempunyai anak perempuan dan bisa menjadi pembuka pintu surganya, itu terjadi jika sang ayah memberikan bekal pendidikan yang baik bagi anak perempuannya.
Hingga tiba waktunya, sang ayah harus melakukan ijab, dengan terlebih dahulu memastikan bahwa anak perempuannya itu mendapatkan pendamping hidup yang bisa menjadi imam. *Nikah jangan hanya mengikuti kata hati, tapi juga memikirkan kehidupan nanti*.
Sampai disini, kau harus benar-benar pahami satu hal.
Jika kau sudah memutuskan untuk menikah dengan seorang lelaki, terlepas itu karena dijodohkan atau pilihan sendiri. Kau harus sadar, bahwa kau tidak boleh lagi menyalahkan kedua orangtuamu atas langkah hidupmu selanjutnya. Semua menjadi tanggung jawabmu sebagai wanita dewasa.
Begitu juga sebaliknya, untuk para lelaki, kau harus bertanggung jawab atas wanita yang kau nikahi itu. Seorang perempuan itu bukan hanya kucuk-kucuk ada untuk jadi istrimu.
Bahkan, setelah menikah itu, ada sepasang orangtua lagi yang harus kau hormati keberadaannya, yaitu orangtua dari pasangan hidupmu itu.
Hingga boleh dikatakan, bahwa anak perempuan adalah anak ayahnya hingga dia menikah. Maka anak laki-laki adalah anak ibunya sampai kapanpun.
Persepsi di atas itu, harus bisa dipahami dengan pikiran jernih. Cukup libatkan perasaan dan pikiran hubungan seorang anak dan orangtuanya. Ga usah bawa-bawa teori lain untuk memahaminya.
Sebab, itu hanyalah lingkaran siklus kehidupan manusia yang terus berulang.
Yang sekarang menjadi seorang anak perempuan, kelak dia akan menjadi ibu bagi anak perempuan dan laki-lakinya. Yang sekarang menjadi anak laki, kelak dia akan menjadi ayah dari anak perempuan dan juga anak laki-lakinya.
Begitu seterusnya.
Ga ada yang perlu diperdebatkan bukan?
* Seorang perempuan yang sudah menikah, penyempurna iman suaminya, maka menjadi tanggung jawab pasangannya.
Maka dari itu, kau yang sudah menjadi seorang istri, pintar-pintarlah berkomunikasi dengan pasanganmu, agar bisa saling support.
Kau tetap bisa menjadi dirimu, menjadi istrinya, menjadi anak perempuan dari kedua orangtuamu, sekaligus anak mantu dari kedua orangtuanya, hingga menjadi seorang ibu dari anak-anak kalian.
* Setelah kau menjadi seorang ibu, apakah otomatis surga itu akan berada di kakimu?
Kalau menurutku, baru ada, jika kau mau mengambil kesempatan yang diberikan itu. Jadi, harus diusahakan, bukan otomatis.
Jika kau sudah memutuskan untuk menikah. Maka kau harus siap menerima kehadiran anak-anak, kapan pun diberikan rezki itu. Ingatlah, tidak semua pasangan diberikan kesempatan untuk memilik rejeki bernama anak itu. Syukurilah.
Dengan bekal pendidikan dari orangtua, ilmu yang kau baca, seharusnya kau dan pasanganmu bisa membesarkan anak-anakmu, bukan?
Tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua, kau harus mempelajarinya sambil jalan menjadi seorang ibu dan istri.
Berat? Kalau ringan ga mungkin ganjarannya telapak kakimu sebagai salah satu pintu surga anakmu.
Nanti kau akan memetik buah yang saat ini kau tanam.
Bagaimana dengan keluarga besar setelah menikah?
Alhamdulillah jika mereka selalu ada di sekelilingmu.
Tapi, jika kau harus menjalaninya sendiri dan mereka hanya melihat dari jauh. Bukan berarti, mereka itu tidak sayang padamu. Mereka ingin kau mandiri menjalani hidupmu. Bukan hanya lewat kata-kata, tapi realita.
Mereka hanya bersifat membantu. Kau tidak bisa berharap lebih pada mereka. Masing-masing sudah mempunyai kehidupan sendiri.
- Saudaramu ada yang dianugerahi rezki berlebih. Kau ingin sedikit berharap, boleh dong?
Berharap itu cukup sama Tuhan, jangan sama yang lain. Kalau menurut kata Aa Gym, berharap pada manusia, maka bersiaplah untuk menuai rasa kecewa dan gelisah.
Kewajiban membantu memang ada pada pundak saudaramu yang diberikan rezeki lebih itu. Tapi, kau tidak bisa bergantung pada itu semua.
Jika dikasih, Alhamdulillah. Semoga berkah untuk kedua belah pihak.
Jika tidak kebagian, Alhamdulillah. Itu artinya di mata saudaramu masih ada orang lain yang perlu dibantu karena lebih susah darimu. Maknanya, hidupmu tidaklah susah-susah amat. Walaupun kau harus berjibaku agar bisa bertahan dari hari ke hari. Ngadu sama Allah, sembari terus usaha yang halal.
Sederhana bukan.
Kau tidak akan merasa sakit hati.
Bahkan kau tetap ikut tersenyum melihat kesuksesan saudara-saudaramu.
- Kau merasa diperlakukan tidak adil.
Yang namanya perasaan, sifatnya subjektif.
Jika kau tidak pernah berharap lebih pada orang lain, termasuk saudaramu, yakinlah kau tidak akan merasakan perasaan itu.
Kau hanya akan sibuk memikirkan dan mengusahakan kebahagian bersama keluarga kecilmu.
- Orangtuamu pilih kasih pada anak-anaknya yang berhasil secara ekonomi. Kau merasa kecewa?
Kecewa hal yang wajar.
Tapi, jangan sekali-sekali berprasangka seperti itu pada orangtuamu. Cobalah untuk menengok ke belakang barang sesaat. Ketika semuanya masih berstatus anak-anak kecil dari orangtua itu. Ingatlah masa saat masih pada sekolah dulu. Adakah yang diperlakukan tidak sama?
Bukankah anaknya yang ingin melanjutkan pendidikan, semuanya diusahakan oleh orangtua itu. Bahkan, anak yang belakangan lahir jauh lebih beruntung, dapat bonus tambahan jajan sekolah dari kakak-kakak yang sudah bekerja.
Jika sekarang sikapnya tidak seperti yang kau harapkan. Ingatlah, kau sendiri sekarang sudah menjadi orang tua. Mereka sekarang tentu saja sudah uzur, pikirannya sudah tidak lah semerdeka dulu. Bahkan, sikapnya sudah kembali seperti anak-anak. Bersyukurlah mereka masih sehat.
Apakah pantas kau sebagai anak masih menyalahkannya? Bukankah seharusnya, kau sebagai anak yang juga sudah punya anak itu, harus lebih memahaminya.
Selalu ingat petuah orang bijak, jika kau belum bisa membahagiakan orangtuamu, janganlah sikapmu sampai melukai hatinya.
Hingga kapanpun, jika pikirannya masih awas, kau tetaplah seorang anak bagi mereka.
Jika kau memang butuh, merengeklah padanya. Walaupun mungkin dia sudah tidak begitu paham lagi, setidaknya kau akan merasa sedikit lega.
Setelah itu, bacalah tulisan penguat ini: Menyangkal Kecewa Dengan Kata Ikhlas.
- Kau merasa ada saudara yang ingin mengucilkanmu?
Namanya manusia, selalu ada salah paham dan ketersinggungan. Tidak semuanya selalu seiya sekata. Itu hal yang wajar.
Mungkin dia sedang khilaf, atau kau yang sedang terlalu sensitif. Yakinlah, waktu akan memperbaiki semuanya.
Tetapi, satu yang pasti yang tidak wajar, janganlah kalian saling umbar ketidak akuran itu ke ranah publik. Cukuplah kalian dan Tuhan aja yang saling tahu.
Pikirkanlah barang sejenak, jika waktu nantinya memperbaiki hubungan persaudaraan kalian. Bagaimana kau akan menghapus apa yang sudah terungkap ke publik itu?
Bukankah, salah satu yang dianjurkan dalam hubungan muamalah adalah bisa menutup aib saudaranya.
Ketika kau sedang merasa tak akur dengan saudaramu, tapi satu sama lain masih selalu mencari tahu informasi terbaru, itu tandanya masih ada kepedulian. Kalian seperti itu karena saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja frasa yang digunakan saat ini, sedang ‘musuhan’.
Belajarlah untuk menahan ego untuk tidak terpancing.
Inshaa Allah nanti bisa saling bahu membahu lagi.
Sebagai perempuan cerdas, tentunya kau pernah membaca ungkapan seorang Kartini:
“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri”.
Maka dari itu perempuan sayang, jagalah sikap. Walaupun dunia ada dalam genggaman, semua bisa kau kabarkan dalam sekejap lewat ponsel pintarmu, saring lah dulu apa yang ingin kau share.
***
Hmmm,,, surat tanda sayang ini sudah terlalu panjang.
Wahai perempuan, marilah kita saling menjaga sikap ❤ .
Sekarang aku sedang mengingatkan diriku, dirimu, atau juga kalian. Lain kali mungkin kalian yang akan mengingatkanku dan mereka.
Selagi ada yang mau saling mengingatkan, itu tandanya masih ada rasa saling peduli dan rasa sayang. Alhamdulillah ❤ .
[…] [Simak juga tulisan: Surat Tanda Sayang Untukmu Wahai Perempuan] […]
SukaSuka
[…] ‘liar’ dan juga slengek-an. Bukan foto atau video yang manis-manis gimana gitu *dasar perempuan 😛 […]
SukaSuka