Ini sebenarnya hanya mengeluarkan sedikit uneg-uneg yang lagi menghangat di daerah asal, Ranah Minang. Lebih tepatnya yang terjadi di kaum saya sendiri.
Di daerah Minang (Sumbar) menganut garis keturunan ibu.
Nah, disana, saudara laki-laki dari pihak ibu dipanggil Mamak. Di keluarga besar saya (kaum), diantara mereka-mereka yang Mamak ini ada satu orang yang disepakati secara musyawarah untuk ditunjuk menjadi Datuak.
Tugas Datuak ini adalah menyelesaikan semua “urusan” di pihak kemenakannya (anak-anak dari saudara-saudara perempuannya) sekaum, termasuk saat sang kemenakan mau menikah, orang tua si gadis harus laporan dulu sama beliau ini.
Ditempat lain di Minang, ada yang Datuak ini harus garis keturunan langsung, kalau yang seperti ini hanya perlu pemberitahuan dan peresmian aja, tidak perlu dimusyawarahkan secara khusus. Karena hirarkinya sudah jelas, kalau sekarang si anu yang jadi Datuak, nanti penerusnya harusnya si ini.
Salah satu tugas penting dari Sang Datuak ini adalah mengawal Pusako Tinggi di kaumnya hingga sampai ke generasi berikutnya dan berikutnya lagi.
Pusako Tinggi ini adalah warisan turun temurun berupa tanah, baik untuk tempat tinggal maupun untuk garapan, hanya bisa menjadi hak pakai dan kelola, tetapi tidak bisa dipindah tangankan kepada pihak ketiga.
Di kaumku sekarang, Sang Datuak ini mau merubah tata cara pemilihan Datuak ini. Beliau ini mau menunjuk adik sepupunya langsung menjadi pengganti beliau. Padahal, sang adik sepupu sudah lama merantau, dan mereka yang tinggal dikampung, yang paling membutuhkan fungsional dari seorag Datuak dalam urusan tetek bengek di kampung, kurang sepakat.
Awalnya mereka tidak masalah, siapa yang mau menjadi Datuak, silahkan, yang penting, pembahasannya dibawa ke musyawarah kaum.
Tapi, sangat disayangkan. Sang Datuak yang saat ini menjabat, sepertinya sudah terlalu banyak menonton acara berbagai tingkah polah pemimpin lain, dan sudah merasa adik-adik dari pihaknya langsung sudah menjadi orang “Sukses” di rantau. Beliau main tunjuk aja 😦 . Ahh,, diktator dalam lingkup kecil mau diterapkan …
Selidik punya selidik, ternyata beliau ini mulai mengubah arah Pusako Tinggi dari pihaknya ke arah Pusako Rendah *itu mah urusan dalam negeri keluarga mereka sendiri. Silahkan aja lakukan asal tidak menyusahkan orang lain*. Beliau melakukan rencana pergantian kekuasaan dengan cara tak biasa itu untuk melindungi kebijakan yang sudah dibuatnya secara diam-diam itu, agar tidak muncul ke forum kaum, karena ini tidak dibenarkan dalam adat istiadat Minang.
Masyarakat di kampung masih sangat mempercayai bahwa mereka yang mengutak atik pusako tinggi (diluar aturan yang sudah terjadi secara turun temurun) bersiap aja untuk menerima kualat dari perbuatannya itu. Benar tidaknya, entahlah. Tapi banyak yang telah dilihat secara kasat mata bahwa mereka yang sudah bermain curang dengan amanat pusako tinggi, hidupnya bukannya semakin membaik, tapi malah akhirnya sangat menyedihkan.
Pusako rendah bisa dipindah tangankan ke pihak lain. Pusako rendah, termasuk didalamnya warisan dari orang tua yang diperoleh dari hasil kerja/pencarian keduanya. Untuk urusan ini, dimanapun sama hukumnya tergantung yang menerima. Tetapi akan bermanfaat kalau dipergunakan untuk kebaikan. Kalau dalam hukum islam ahli waris utama adalah istri/suami, anak-anak, sesuai dengan bagian masing-masing, dan seterusnya.
Alangkah naifnya kita, saya, anda Datuak ataupun calon-calon datuak baru lainnya, maupun yang berpikiran untuk mengubah Pusako Tinggi ke Pusako Rendah. Mungkin entah generasi keberapa, ada yang tak punya korong untuk pulang lagi 😥 .
Jika kita menjadikan alasan mengubah ketentuan adat yang basandi sara, sara basandi kitabullah itu dengan dalih untuk melindungi kaum kerabat kita sekarang. Melindungi mereka dari apa??? Siapa yang akan mengambil hak mereka?? Semua adalah keluarga besar yang berasal dari Ninik yang sama. Jangan ajarkan generasi baru permusuhan dan perebutan.
Orang-orang tua dulu sudah memikirkan kita (yang pasti saya belum lahir, bahkan ibu saya pun masih kecil saat tahu ihwalnya) mereka menetapkan itu jadi Pusako Tinggi, untuk menghindari perpecahan diantara anak cucunya kelak, karena perebutan tanah yang ga seberapa itu.
Kalau masih dalam garis kaum yang sama, semua cicitnya berhak memakai, mengolah bagiannya masing untuk kemudian diteruskan lagi ke cicit mereka berikutnya. Kalau ini dijadikan Pusako Rendah, beberapa tahun ke depan tanah yang ga seberapa itu akan berpindah ke pihak ketiga, dan mau tinggal dimana cicit yang masih belum ada itu nanti di bumi yang semakin sempit ini? Siapa yang bertanggung jawab?
Mudahan mereka semua terlahir dengan jiwa saing yang kuat, sehingga mereka bisa mendapatkan tempat tinggal dari hasil usaha mereka sendiri.
Karena ini dunia, semua berpasangan kan. Bagi mereka-mereka yang kurang beruntung, bagaimana? Apa mereka akan menjadi penyewa di tanah kaumnya sendiri?? Ironis.
Hamka mengatakan bahwa tanah, “Pusako Tinggi” adalah “Tiang Agung Minangkabau” yang dijua indak dimakan bali, digadai indak dimakan sando. Jarang pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau adat tidak berdiri lagi pada suku itu. (Hamka, dalam Naim, 1968:29)
Apa maksud pernyataan Hamka ini?!.
Maksudnya, harta pusaka itu ibarat tiang utama bangunan rumah. Apabila tiang rumah itu patah, maka rubuh pulalah rumah itu.
Demikian pula halnya tanah sebagai pusako tinggi. Apabila tanah itu sudah dikuasai orang luar, orang Minang tidak menguasai tanah airnya lagi, mereka akan tersingkir dari negrinya sendiri.
Pusako Tinggi ini sejalan dengan tema “Selamatkan Bumi” yang sekarang lagi digalangkan.
Bumi/tanah yang kita pakai sekarang adalah pinjaman dari anak cucu ke kita. Mari kita kelola dengan baik dan jika sudah waktunya tiba, kembalikan ke mereka dengan keadaan baik.
Assalamu ‘alaikum mas.
Salam kenal yah, saya abis mampir ke Blog mas, dan blog mas sangat bagus dan bermanfaat.
Dan betapa senangnya saya, apabila mas mau mampir juga ke blog saya, sekalian saling menjalin silaturahmi sesama Blogger.
Salam kenal,
Dedhy Kasamuddin
SukaSuka
Salam kenal lagi, Wah, mas dedhy ini. benar2 cuma mampir aja yah, emang kelihatan masnya dari mana nih?? 🙂
ok, ntar kunjung balik deh.
SukaSuka
salam kenal. 😀
SukaSuka
kenal kembali 😀
SukaSuka
oo..gitu ya adat minang???
baru tau saya mba.. 😉
SukaSuka
adatnya ga ribet-ribet amat kok den 😉
SukaSuka
membaca artikel ini, saya bisa tahu kira kira seperti apa keluarga di ranah minang tersusun, terimakasih. alih alih, kata mamak disini, di jawa tengah, sering diartikan sebagai ibu
salam
SukaSuka
@Jawardi, kalau Ibu di Sumbar = emak, di Sumut = mamak juga 😀
SukaSuka
Indonesia memang kaya …negeri Pusaka
salam
SukaSuka
betul sekali..
sip..
SukaSuka
Salam kenal min
Saya suka sekali dengan alur cerita artikel di atas, mudah dipahami dan tidak merasa jenuh apabila sedang di baca, tetapi sayang banget min engga ada fhotonya, coba aja kalau ada fhotonya pasti akan lebih menarik dan kita juga lebih mengetahui lingkungan sekitar disana. Apakah lingkungan disana masih sejuk udaranya, ataukah sama dengan lingkungan rumah saya ?
SukaSuka
Salam kembali 🙂
Iya, fotonya tidak ada dalam tulisan ini. Untuk saat sekarang masih sangat dominan alam pedesaan pegunungan yang tak jauh dari pantai. Siang panas, malam ya dingin 😀
SukaSuka