Tempat tinggal saya saat ini merupakan daerah yang masih sangat banyak terlihat tanah luas yang ditumbuhi oleh tanaman bambu. Tak pernah terbersit sekalipun dipikiran saya, kalau satu hari bakal susah menemukan satu jenis bambu yang dikenal dengan nama bambu tamiang di tanah Pasundan Jawa Barat ini. Khususnya di beberapa desa di kabupaten Bogor.
Tugas Prakarya Sekolah, Membuat Alat Musik Dari Bambu Tamiang
Pagi kemarin, sekitar pukul 9 WIB, nak bujang memberitahu saya bahwa hari Rabu nanti dia harus membawa bambu tamiang ke sekolah. Tujuannya untuk mengerjakan tugas prakarya, yaitu membuat alat musik dari bambu.
Saya berpikir bahwa itu jenis bambu yang tentunya mudah dicari.
Untuk memastikannya, saya pun browsing, nanya pada mbah google tentang penampakan bambu tamiang tersebut.
Duh!
Ternyata, jenis bambu ini sudah mulai langka ditemukan.
Alamak.

Memulai Pencarian Bambu Tamiang
Berdasarkan informasi dari mbah google, bambu tamiang ini merupakan bambu asli Indonesia yang menyebar hingga ke negara tetangga seperti Malaysia, Kamboja dan juga Vietnam.
Bambu dengan tinggi bisa mencapai 10 m ini berukuran kecil. Diameternya hanya berkisar antara 1-3 cm.
Pada hari itu, sekitar pukul 10 pagi, saya dan teman hidup keluar rumah. Kami sengaja melewati jalan yang banyak terdapat rumpun-rumpun bambunya.
Sepanjang yang terlihat mata, tak ada satupun rumpun bambu tersebut yang bambunya berukuran kecil.
Pada satu tempat di sebuah desa, mata saya melihat rumpun bambu berukuran kecil ada di pinggir jalan.
Saya memberitahu teman hidup dengan mencolek pinggangnya, “itu mungkin bambu tamiang.”
Kami menepi, sayang tak ada orang yang bisa ditanyai untuk mencari keterangan tentang si bambu.
Teman hidup saya bergumam, “bambu ini mirip dengan rumpun bambu yang banyak di pintu belakang komplek perumahan.”
Wajah saya yang sudah lecek karena kepanasan muter-muter, menjadi sumringah, “bener banget.”
Kami kemudian memilih jalan memutar untuk balik menuju perumahan, dengan tujuan agar bisa memperhatikan daerah lain yang banyak tanaman bambunya juga.
Setelah menghabiskan waktu 2 jam muter, kami tiba di pintu belakang komplek perumahan, yang kebetulan pada salah satu sisinya banyak terdapat rumpun bambu.
Kami bertanya pada petugas sekuriti, kebetulan beliau masih penduduk asli sekitar, apakah bambu yang ada itu jenis bambu tamiang.
Sekuriti yang satunya mengernyitkan alis mendengar nama bambu tamiang.
Sekuriti satunya langsung menjawab tegas, “bukan. Ini hanya bambu biasa. Bambu tamiang itu mempunyai ciri kecil, ruasnya panjang, bersih, dan biasanya digunakan untuk membuat suling.”
Kami pun bertanya tentang daerah manakah yang kira-kira masih ada mempunyai rumpun bambu tamiang.
Sekuriti yang sudah ngeh dengan bambu yang kami cari adalah jenis bambu bahan untuk pembuat suling, mengatakan bahwa bambu tersebut sudah lama sekali tak terlihat di beberapa desa sekitar situ.
Sekuriti pertama yang akhirnya paham dengan bambu tamiang yang kami maksud mengatakan bahwa kemungkinan rumpun bambu itu masih ada di daerah Cariu. Sebab di Cariu tanaman bambu masih lumayan banyak.
Phiuf,,, jauhnya.
Karena sudah tengah hari, kami memutuskan pulang. Nanti jalan lagi setelah menunaikan sholat dzuhur.
Kebetulan cuaca begitu terik, teman hidup saya mau menyerah saja mencari bambu tamiang ini. Kalau mau, nanti sore aja, jika sudah agak adem udaranya.
Saya mengingatkan bahwa di beberapa daerah, biasanya ada tradisi kalau sudah sore, orang-orang pada pantangan memotong atau mengambil bambu di dekat rumpunnya.
Logikanya, pada sore hari orang biasanya sudah rapi, sudah selesai mandi dan wangi. Males lagi kalau harus kena miang atau bulu bambu yang bisa bikin gatal.
Simak juga: tanaman liar senduduk yang buahnya dianggap sebagai pakan harimau.
Akhirnya, sekitar setengah dua, kami keluar lagi, nge-motor. Sembari berharap dalam hati agar menemukan rumpun bambu tamiang di desa terdekat, jadi ga perlu jauh-jauh melintasi beberapa kecamatan.

Saat melewati jalan desa sebelah, kami berpapasan dengan penduduk desa tersebut yang kebetulan kenal.
Kami bertanya tentang daerah yang mempunyai rumpun bambu tamiang.
Kenalan tersebut berpikir lama, dia baru ngeh setelah diberitahu penggunaan umum bambu tersebut untuk suling. Kemudian dia menyarankan kami agar ke desa di kelurahan yang berbeda.
Dia memberikan rincian lokasinya, dan diminta mencari rumah mang Hadi. Disuruh nanya pada si mamang itu. Karena, di daerah si mang Hadi itu masih sangat banyak rumpun bambu dan jenisnya.
Kami memilih ke lokasi yang ditunjukkan itu, karen jauh lebih dekat dibandingkan harus ke Cariu.
Bambu Tamiang Langka, Adanya Bambu Sejenis, Suku Sunda Menyebutnya Bambu Irateun
Setelah beberapa kali bertanya dan nyasar, kami pun sampai di depan rumah mang Hadi. Bertemu orangnya langsung.
Si mang Hadi yang punya warung, malah memperlihatkan ekspresi bingung ketika ditanya apakah dia mempunyai bambu tamiang.
Untung istrinya si mamang keluar, dan mengatakan bahwa tanaman bambu banyak di daerah kampung belakang. Harus masuk lagi ke kampung-kampung bagian ujung.
Setelah mendengar bahwa bambu yang kami cari itu biasanya digunakan untuk membuat seruling. Istri mang Hadi memberitahun bahwa bambu jenis itu di daerahnya itu disebut dengan nama bambu Irateun.
Beliau menjelaskan, bambu Irateun itu banyak dicari oleh anak sekolah yang mau membuat tugas alat musik.
Beliau kemudian memberikan gambaran lokasi yang harus kami tuju, mencari rumah haji Omad. Orangnya mungkin tidak di rumah, tapi tanya aja pada orang-orang di sekitar tempat tinggalnya itu.
Setelah mengucapkan terima kasih, kami melanjutkan pencarian.
Rasanya sudah jauh menyusuri jalan sempit yang sudah disemen itu, kami pun hanya melihat rumpun bambu berukuran besar.
Ada sih terlihat satu rumpun bambu di salah satu sudut rumah penduduk. Rumpun bambu yang terlihat terawat baik. Jenisnya agak kecil, beruas panjang, berwarna keemasan. Kalau menurut perkiraan saya itu jenis bambu kuning.
Jam-jam siang itu terasa sangat sepi di perkampungan, mungkin pada bobok siang. Hanya terlihat beberapa anak kecil yang sedang bermain.
Di salah satu sisi jalan, saya juga sempat melihat ibu-ibu sedang meraut bambu, seperti sedang membuat tusuk sate. Saya sengaja mengingat tempatnya untuk berjaga-jaga.
Kami melewati beberapa tempat menjual bambu besar, tapi tak ada orang yang menunggui.
Merasa sudah jauh kelewat daerah yang banyak bambunya, akhirnya kami memutuskan balik arah lagi. Tak jadi menanyakan di mana rumah haji Omad.
Saya mengusulkan pada teman hidup untuk bertanya ke ibu-ibu pembuat tusukan sate, yang sebelumnya sempat kami lihat.
Awalnya, ibu-ibu tersebut juga tak mengenal bambu tamiang. Tapi, kalau bambu untuk membuat suling, ada yang punya rumpunnya di kampuang bagian ujung.
Kami kembali muter arah, mengikuti petunjuk dari ibu-ibu tersebut.
Setelah beberapa kali bertanya, kami sampai di lokasi beberapa rumah paling ujung, yang di depannya memiliki banyak rumpun bambu, dan juga bambu potongan ukuran besar yang teronggok.
Bapak pertama yang kami temuai langsung menggeleng begitu ditanya tentang bambu tamiang.
Untung ada bapak tua yang menyamperin kami. Si bapak ternyata penjual bambu potongan yang banyak tergeletak tersebut.
Bapak tua itu menjelaskan bahwa bambu tamiang boleh dibilang tidak ada lagi di daerahnya itu alias langka.
Jenis yang hampir sama, yang masih tersisa hanyalah bambu Irateun.
Beliau menunjuk sebatang bambu yang masih hijau yang kebetulan tergelatak di samping rumahnya.
“Itu bambu irateun. Tapi masih basah, belum bisa dijadikan suling. Bambu yang dibuat untuk suling itu harus yang sudah kering”.
Bambu tamiang dan irateun bedanya hanya pada ketebalannya, jelas si bapak.
Akan tetapi, bambu tamiang dan irateun sama bagusnya kalau untuk bahan membuat suling.
Tapi, beliau tidak punya stok.
Kami menjelaskan bahwa kami memerlukan bambu untuk prakarya anak sekolah.
Si bapak mengira kami perlu banyak.
Karena hanya perlu sedikit, beliau mempersilahkan kami ke rumpun bambu irateun miliknya. Berada di belakang dapur rumah saudaranya. Mudah-mudahanan aja ketemu sisa-sisa potongan yang sudah mengering.
Alhamdulillah, kami menemukan beberapa patahan bambu irateun yang sudah kering.

Si bapak dan seorang penduduk lain, membantu kami menarik patahan bambu yang sudah mengering itu.
Si bapak kemudian mempersilahkan kami untuk membawanya.
Saat teman hidup saya menyelipkan uang yang jumlahnya tak seberapa sebagai bentuk ucapan terima kasih. Si bapak sempat menolak dan bilang bahwa ia tak menjual bambu patahan seperti itu.
Setelah menjelaskan bahwa itu bukan untuk membeli bambu, tapi itu ucapan terima kasih. Karena, boleh dibilang, seharian ini kami sudah keliling kemana-mana mencari bambu tersebut.
Si bapak akhirnya mau menerima, sembari mengucapkan terima kasih.
Beliau kemudian menawarkan untuk merapikan sisa-sasa ranting daun, serta memotong bambu pada ruas yang takkan merusak penggunaannya nanti, dan memotong dalam ukuran yang pas untuk dibawa. Beliau juga memberitahu bahwa bambu tersebut kalau sudah diamplas akan sangat halus hasilnya.
Saya bertanya pada si bapak, selain rumpun bambu irateun dan bambu biasa, apakah di daerah si bapak ada juga tanaman bambu untuk membuat lemang.
Si bapak menggeleng. Bambu untuk lemang itu menurut beliau namanya bambu buluh (bahasa daerah saya, “buluah”). Tapi tidak ada juga di daerahnya.
Bahkan, bambu potongan yang teronggok di halaman rumahnya itu, bukanlah hasil produksi dari tanaman bambunya, tapi didatangkan dari tempat lain, bambu itu baru datang semalam.
Rumpun bambu di tempatnya semakin sedikit. Lahannya sudah banyak yang beralih fungsi untuk tempat tinggal.
Saya juga sempat bertanya kepada teman si bapak yang jauh lebih muda, “bagi penduduk setempat, bambu irateun ini dimanfaatkan untuk apa aja?”
Si bapak muda menjelaskan, hanya dibuat untuk jepitan anyaman kukusan bambu yang berbentuk kerucut, dan kipas sate. Beliau menunjuk ke arah tumpukan kukusan dan kipas sate bambu yang sepertinya baru selesai dikerjakan, teronggok di salah satu pojokan luar dapur rumah warga.
Sayangnya, karena terlalu lega menemukan bambu yang dicari, saya lupa memoto hasil pemanfaatan bambu berupa kukusan dan kipas sate produksi warga tersebut 😥 .
Sama seperti di daerah lain di kabupaten Bogor, tanaman bambu sepertinya semakin berkurang juga di daerah tersebut.
Penduduk Indonesia Memanfaatkan Tanaman Bambu Bagian Dari Kehidupan
Di kampung halaman saya, tanaman bambu biasanya sering di temui di pinggir sungai, pinggir hutan, lahan penduduk, atau sepanjang parit-parit yang membelah desa.
Saat ini, sepertinya rumpunnya juga semakin berkurang.
Padahal, tanaman itu tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk negeri ini dari jaman dahulu.
Menurut informasi yang saya baca, bahkan, jenis bambu terbanyak, juga berada di Indonesia. Sayang banget kalau jenis tertentu, seperti bambu tamiang sampai tidak ada lagi.
- Tanaman bambu jika ditanam di pinggir sungai, akarnya bisa menahan abrasi aliran air sungai.
- Jika ditanam berjajar rapi di pinggir jalan, seperti pintu belakang komplek perumahan, selain sebagai penyejuk, juga penambah estetika. Daunnya ketika tertiup angin mengeluarkan suara desis yang seperti irama alam.
- Batang bambu bisa dimanfaatkan untuk membuat bangunan, perabotan rumah tangga (bangku, meja), pagar, dll.
- Bambu muda yang disebut rebung, merupakan sayur yang mempunyai rasa yang khas.
- Bahkan, jenis tertentu, seperti bambu kuning, sudah dibudidayakan dengan baik. Bambu yang katanya mempunyai energi positif. Bahkan mitos yang beredar, bambu kuning dipercaya bisa sebagai penjaga dari gangguan makhluk halus. Entahlah.
Kesimpulan
- Sebanyak apapun jenis tanaman endemik (khas/asli) suatu daerah, jika tidak dijaga dan dilakukan penanam ulang, jenis tanaman tersebut bisa menghilang seiring waktu. Seperti tanaman bambu tamiang ini.
- Batang bambu irateun yang saya bawa pulang, kata mamang penjual tanaman yang biasa keliling, itu adalah bambu tamiang. Tapi, bambu Tamiang dan irateun itu berbeda. Kedua bambu tersebut memang bersaudara dekat, tapi sedikit beda ukuran ketebalan .
Temans, apakah ada yang mengenal jenis-jenis bambu tamiang dan irateun ini? Apakah bambu ini di daerah temans juga dianggap sama atau berbeda?
Wuah kaka, di rumahku ada bambu, tapi gak tau namanya apa. Mirip sama bambu itu. Sayang ya udah langka, kalau dsini kayanya juga agak langka deh
SukaDisukai oleh 1 orang
Asyik dong,, suara daun bambu ditiup angin itu merupakan musik alam.
Yang banyak disekitar tempat tinggal sy bambu yg utk pagar ituh 😀
SukaSuka
Bambu untuk alat musik suling biasanya memang beda. Mungkin itulah yang namanya bambu tamiang itu.
Bambu untuk joran mancing lain lagi. Mungkin juga sudah susah mendapatkannya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Mungkin iyo, da.
Joran mancing, kecil tapi lentur yaa.
Kalau dibahas seperti ini, baru nyadar kalau bambu itu banyak jenisnya.
Kalau untuk angklung, harus bambu item.
Kalau untuak malamang, lain pulo ndak, ‘buluah’ namo bambu e 😀
SukaSuka
Bambu Tamiang sama iraten memang masih membingungkan apakah itu satu jenis atau bukan. kalau menurut nama ilmiahnya tamiang dan iraten beda, cuma iraten menurut nama ilmuah berbeda dengan iraten menurut masyarakat.
maaf kalau boleh tau lokasi penemuan bambu iraten tersebut dimana ya? kebetulan saya mau memastikan ulang kesamaan tamiang dan iraten. terima kasih
SukaDisukai oleh 1 orang
Kalau menurut bapak sepuh yg punya pokok bambu ireteun, kedua bambu tersebut sama (pemanfaatannya), tapi tak serupa. *mbingung*.
Kalau menurut si mamang penjual tanaman keliling langganan yg usianya lebih muda, kedua bambu itu sama, hanya beda penyebutan nama.
Untuk nama kelurahan pastinya saya menemukan bambu ireteun itu nanti sy balas via email ya.
, nanya sama yg nganterin waktu itu, belum dapat jawaban.
Saya lupa, apalagi nama desanya
Tapi, ancar2 gang masuk menuju kampungnya kalau ga salah sekitaran pesantren Fajar Dunia.
SukaSuka
di ciwidey banyak irateun. kalau tamiang jarang tapi ada. irateun agak besaran, kalau tamiang kecilan dan tipis. ada lagi yang lebih kecil namanya bambu tirik (kalsel), cocok buat sedotan air
SukaSuka
Berarti, benar penjelasan si Bapak tempat saya mendapatkan bambu irateun.
Irateun dan Tamiang berbeda ketebalan.
Duh, ternyata jenis bambu benar2 sangat banyak ya.
SukaSuka
kalo rebung enak buat isi tahu goreng campur kecambah, kalau nasi bambu enak gk ya?
SukaSuka
Nasi bambu yo enak, bikinnya aja perlu perjuangan lebihkan?
Lemang jg ga kalah enak.
SukaSuka
Bambu Tamiang dan Bambu irateun adalah serumpun hampir sama, cuma Bambu irateun agak tebal, kalau di Cianjur masih bantak bambu tamiand dan bambu irateun.
SukaSuka
Siap, Kang Deden.
Alhamdulillah.
Teman-teman yang mau nyari bambu Tming ataupun Irateun jadi tahu kalau di Cianjur masih ditemukan.
Siip.
SukaSuka
Awi irateun (Schizostachyum iraten) dan awi tamiang (Schizostachyum blumei) memang langka mbak. Saya kebetulan lagi nyari banget bibit bambu tersebut. Boleh bantu saya nyari bibit tersebut mbak? Ini email saya kevincupy@gmail.com . Terimakasih banyak sebelumnya…
SukaSuka
Hallo mas Kevin, pada komen-komen di atas sepertinya ada yang bilang di daerahnya bambu tersebut masih lumayan ada. Coba saja hubungi mereka.
Kalau sy ceritanya kan utk nyari buat prakarya anak aja juga susah ituh 😀 .
SukaSuka
Hai,,,
Sya juga beberapa hri ini melirik beberapa jenis bambu di daerah Sya.
Dn cirinya mirim sperti yg Kak bahas ini.
Tpi Sya cba pelajari ciri2 lebih lagi nanti untuk pastikan ini bambu jenis apa.
Makasi infonya.
Salam dari Merauke – Papua
SukaSuka
Ditunggu info bambu yang ada di Merauke ya.
Terima kasih sudah singgah untuk membaca.
Salam juga dari JaBar.
SukaSuka