Pertanyaan macam apa itu, Mak? Kayak anak abege yang masih mencari-cari jati diri dan belum tau tujuan hidup aja. Hari gini, masih sibuk dengan kegalauan soal pasangan? Masih bertanya-tanya, apa benar, pasangan saat ini adalah soulmate hidup? Padahal, nikah udah bukan satu dua tahun lagi. *Ingat umur*.
Eits, jangan protes dulu, emak-emak lagi banyak melihat dan mendengar kegalauan pernikahan di dunia nyata, bukan dunia artis. Banyak contoh kasusnya. Ada yang dicurhatkan pada orang terdekat, ada yang hanya menangis dalam diam di pojok-an kamar. Ada yang tersungkur dalam sujud panjang dalam keheningan malam. Ada yang menunjukkan pura-pura bahagia, tapi mata tak bisa menyembunyikan rasa letih.

Pasangan Hidup Harus Belahan Jiwa (Soulmate)
Dulu, saat belia, masa masih menyelesaikan sekolah, ketika masih sangat mudah menggetarkan hati para gadis dengan sekali lirik. Punya keinginan untuk mempunyai seorang istri yang memiliki tubuh aduhai. Pokoke lekuk tubuh yang kayak biola, daerah tertentu harus montok dan bahenol.
Setelah cukup umur untuk menikah, ternyata pasangan hidupnya, seorang wanita yang hanya memiliki bukit kecil, bukan yang membawa gunung di dadanya. Si dia juga sangat nyaman dengan tank top dan rok mini. Kata mereka yang kekinian, istrinya suka berpakaian seksi walau tidak aduhai.
Si cowok, walau sudah memiliki semuanya, anak, istri, harta, tetap belum terlihat tenang. Masih saja merasa galau dengan masa depannya. Padahal, teman-temannya tau kalau dia setiap ada waktu libur selalu plesiran. Apa yang salah?
***
Seorang cewek, gaul, tapi tetap dalam batas keyakinan yang dianutnya, mempunyai banyak sahabat cowok. Jadi tempat curhat teman-temannya.
Punya mimpi mempunyai teman hidup yang asyik diajak kongkow sambil ngedengerin musik. Jatuh cinta pada cowok berbadan kerempeng, yang mendekati type yang diinginkan, ternyata si cowok banyak dipuja para gadis di masanya. Dia salah satu pemenang hati si cowok.
Setelah usia menikah, si cewek bersuamikan seorang lelaki yang masa remajanya dilewati lebih banyak di lingkungan tempat ibadah. Ga gaul.
Si cewek yang sekarang sudah menjadi seorang wanita, perlu banyak mempersiapkan hati untuk melewati hari-hari kehidupan rumah tangga. Menyiasatinya dengan menggunakan me time dengan ke mall sendirian, menapak tilas masa muda. Tapi, hati itu tetap saja letih.
***
Seorang gadis, manis, banyak yang suka, anak bungsu, sangat nurut sama kedua orangtua. Saat sekolah ga banyak tingkah, memiliki beberapa teman yang jadi sahabat yang sudah seperti saudara. Punya mimpi, jadi istri sholeha, jadi ibu yang selalu ada untuk anak-anaknya dengan suara yang penuh kelembutan dan tentunya didampingi seorang suami yang penuh pengertian dan sayang keluarga.
Selesai kuliah, dijodohkan. Bersuamikan seorang lelaki yang secara fisik enak dilihat, tentunya mempunyai reputasi dalam hal menundukkan hati para gadis. Si lelaki menginginkan ibu dari anak-anaknya adalah seorang gadis yang penurut, masih lugu, dan polos. Makanya si lelaki meminang si anak bungsu.
Setelah menikah, si lelaki memutus semua akses si anak bungsu ke sahabat masa lalunya, cewek apalagi cowok. Harus berpakaian longgar. Si cewek anak bungsu, karena mau jadi istri yang baik, menuruti semua kemauan si suami, merelakan kebebasan sosialnya. Si suami, tetap aja cemburu dan curiga sama istri yang sudah memberinya penerus, setengah pasukan bola. Si istri yang anak bungsu, hanya bisa meneteskan air mata. Salahnya di mana?
***
Seorang gadis, senang mencari tau teori segala hal, sehingga menyimpulkan semuanya dari hasil pemikirannya. Berprinsip, ga mau disakiti, makanya ga usah membina hubungan personal yang melibatkan perasaan. Jodoh udah ada yang atur. Kalau menikah, pasangannya harus menghormati privacy dan tentunya kesetiaan. Yang mau menjadikannya pasangan hidup? Banyak. Tinggal pilih.
Setelah usia menikah, si gadis masih sibuk menimang dengan pikirannya, kalau menikah dengan A resikonya begini. Menikah dengan B, resikonya begono. Menikah dengan C konsekuensinya seperti ini.
Karena satu peristiwa yang dianggapnya sebuah kebodohan. Ia jatuh sakit. Berpikir umurnya akan pendek. Ia akhirnya menikah dengan lelaki yang ga niat untuk dijadikannya teman hidup. Cilaka, umurnya panjang, lelaki yang dipilih dan dipikir tidak akan menyakitinya, justru telah membohonginya. Merutuklah setiap saat. Salah siapa?
***
Sepasang kekasih dari jaman sekolah, sangat-sangat saling mencintai, menikah. Ternyata pernikahan tak seperti masa berpacaran. Kesetiaan yang sangat terjaga saat berpacaran justru terkhianati oleh perselingkuhan dalam pernikahan. Yang membuat bertahan, hanyalah anak-anak yang sudah hadir mengisi pernikahan. Sanggupkah hati melupakan dan mema’afkan sebuah pengkhianatan?
——-
Masih banyak lagi kisah lain di balik sebuah pernikahan. Tentunya di luar pernikahan pasangan yang berjalan mulus, apalagi yang punya kisah pernikahan bak di dalam cerita dongeng. Kalau yang ini keinginan semua pasangan.
Kasus di atas hanyalah sebahagian dari kisah pernikahan yang harus terus menerus diusahakan keutuhannya demi menjaga komitmen dan banyak hal lain.

Kalau saya membahas apa yang di dengar dan lihat itu dengan teman, kami pun sampai pada kesimpulan yang juga bisa untuk menghibur diri 😀 .
Mana mungkin Tuhan salah mengatur jalan hidup hambanya. Sebab si hamba sudah dikasih modal otak untuk berpikir, kitab suci sebagai panduan hidup. Sudahkah dijadikan acuan?
Jodoh di tangan Tuhan, itu bukan harga mati, tapi harus diusahakan.
Sudahkah si hamba melakukan dengan sungguh-sungguh apa yang diingin dan harapkannya?
Tuhan ga mempan dengan pura-pura nurut, pura-pura baik, pura-pura menjalankan perintahnya. DIA kan juga sudah memberitahukan dengan isyarat ‘yang baik akan mendapatkan pasangan baik’. Kalau ga sesuai hati, berarti itu yang terbaik yang diberikan-Nya. Perbaikilah pasangan itu agar sesuai keinginan hati, setidaknya tidak sampai mengganggu hati. Itu tanggung jawabmu.
Ga bahagia? Seorang guru memberi nasehat, “jangan mentok pada fisik dan materi, lihat sekeliling lagi. Kalau kondisi kalian tidak seperti ini, mungkin justru kalian akan jauh dari rahmat dan syukur terhadap-Nya. Ga ada yang sempurna di dunia ini. Bahagia itu dekat di hati kalian, dalam rasa syukur, bukan karena orang lain”. Yanga mendengar, termasuk kami pun mengangguk-angguk kayak beo yang udah ga punya kicauan.
Jadi, masihkah bertanya-tanya, apa benar, pasangan saat ini adalah soulmate hidup? Lah, buntut di belakangnya udah gede dan banyak, kok masih mempertanyakan itu? Emang yakin, yang dilihat dari kejauhan itu akan bisa membuat bahagia dan sesuai seperti yang diharapkan?
Ahh, itu masih diangan-angan, sawang sinawang.
Kenapa tidak diolah aja apa yang sudah di depan mata mendekati seperti yang diinginkan?
Eh, tapi kan kalau cowok, masih punya kesempatan dengan tiga wanita lagi? Itu, kalau yang sekarang sudah merasa enteng menjalani semuanya, kalau belum yo nambah puyeng 😆 .
Udah makin ga jelas tulisan emak-emak ini.
Kalau masih belum tercerahkan, ada baiknya konsultasi kepada mereka yang punya ilmunya untuk mencari obat dari pernikahan yang sedang galau, cari jalan keluar terbaik ya 🙂 .
=========
Ssstt, sista, aku yakin kau bisa lebih santai menghadapi tingkah pasanganmu saat ini. Jangan semuanya dicerna seperti apa yang kau dengar. Pagar kekuatan sangat banyak di belakangmu, cakep-cakep dan cantik, berpegangan kepada itu.
Anggap aja semua siaran musik yang sedang terganggu cuaca. Hanya kau yang berhak mengijinkan hatimu tersakiti atau tidak. Tidak ada yang lainnya, tidak dia ataupun mereka. Semangat 😉 .
Jodoh itu rahasia Allah, mba.. Cukup disyukuri dan dijalani yg dipunya saat ini 😊
Mba salma apa kabar? Long time no see 😊
SukaSuka
Setuju Eda, percaya, itu yang terbaik dari Nya.
Alhamdulillah kabar baik Eda. Nc to meet u again 🙂
SukaSuka
tulisanmu kali ini seperti memutar rekaman hidup, manusia 🙂
SukaSuka
yang baca jadi mikir yaa,
kemudian pada ngebatin, “ah, pasangan gw yg terbaiklah” atau “ah, gw mampu ga bertahan?” 😀
SukaSuka
Jadi baper bacanya bu, secara masih seorang jomblo dan belum menemukan yang tepat
SukaSuka
Tinggal pilih yang tepat dan jadi teman seperjalanan,,
SukaSuka
Uni, apa khabar… Semoga selalu dlm lindunganNya. Luar biasa Uni, saat galau saat berproses menuju pasangan saling melengkapi. Salam hangat
SukaSuka
Kabar baik, Bu peri kebun.
Yup, harus saling melengkapi kalo galau pernikahan ya Bu.
SukaSuka
Kalau saya memandangnya begini: bahwa setiap yang terjadi pada diri ini adalah takdir dari-Nya. Bahkan, selembar daun pun jatuh atas izin-Nya. Apalagi pasangan sah. Maka, wajib bagi saya untuk menerima dan menjalani takdir ini dengan ketaatan dan senang hati. Maka, mencintai pasangan dan keluarga adalah bagian dari keyakinan atau iman yang wajib dijaga. Bukan percaya kepada qadha dan qadar dari-Nya termasuk bagian dari rukun iman. Maka, dengan keyakinan yang semacam ini, semoga bangunan cinta dan keluarga tak mudah goyah dan semoga mendapatkan ridha-Nya.
SukaSuka
ralat: di komentar saya tertulis: bukan percaya –> seharusnya bukankah percaya
SukaSuka
Yup, Pak. Tidak ada yang kebetulan ya, apalagi soal jodoh, tinggal kita yang menjalaninya.
SukaSuka
Marinkita mensyukuri semua nikmat Tuhan
SukaDisukai oleh 1 orang
Mari, nundukin kepala “Nikmat mana lagi yang akan kau pertanyakan?”
SukaSuka
wah, jadi bertanya tanya dalam hati. bener ngga yah? baper banget tulisannya
SukaSuka
Yang ditanya-tanya, benar ganya, pasangannya? Kalo udah ketemu jodoh, itu udah yg terbaik tinggal menjalaninya dengan warna-warna biar ceritanya seindah dongeng pelangi 😀
SukaSuka
[…] mungkin karena saya pernah menulis tentang pasangan yang sudah menikah tapi masih mempertanyakan soulmate hidup? Bisa jadi 😳 […]
SukaSuka