“Pokoknya kalau untuk itu, Ibu tak mengijinkan, titik!”. Aku mendengar ultimatum bernada keras dari dalam rumah.
“Hmmm, ibu dan anak itu berselisih pendapat lagi“. Aku tak peduli, lebih baik menikmati proses pemanasan tubuh di halaman.
Tak berapa lama, Boy menghampiri dan mengajakku jalan.
Aku berusaha tak membuat ulah yang bisa membuatnya kecewa. Menuruti semua keinginan anak laki-laki remaja yang membuat ku selalu merasa istimewa.
Perkenalan pertama kami berjalan sangat baik. Dia melibatkan semua rasa dan kemampuan yang dimilikinya, untuk bisa menaklukkanku. Usapan lembut pertamanya di tubuhku masih terasa sampai saat ini.
Bahkan saat hubungan kami masih tersendat-sendat, masih malu-malu dalam penyesuaian satu sama lain. Dia sudah dengan bangga memamerkan ku kepada teman-temannya, “dasar ABG 🙂 “.
Mana hubungan itu belum dalam legalitas hukum yang berlaku. Baru sebatas restu dari orangtuanya, itupun dengan syarat-syarat yang berat. Tapi Boy seperti tak peduli.
Aku bisa merasakan gairah, Boy. Dia selalu terburu nafsu saat bersama ku. Apalagi kalau ada yang melirikku saat jalan berdua. Dia semakin terbakar emosi. Aku boleh terlihat biasa di mata oranglain, tapi selalu begitu istimewa di matanya. Kami di mabuk asmara, sudah terlalu dalam saling jatuh cinta.
Kami seperti kurang sabar menunggu umurnya cukup. Setiap ada kesempatan bersama ku, dia tak pernah menyia-nyiakannya. Aku selalu berdebar-debar dan ikut ketagihan saat kami melakukan hal-hal gila berdua.
Ijin resmi yang hanya beberapa bulan lagi itu, terasa begitu lama.
“Ayo kita mulai sebuah petualangan seru“, suara Boy dengan seseorang di hape membuyarkan lamunanku.
Saking asyiknya Boy menelpon, kami menjadi kurang awas kalau setelah belokan itu, ada gundukan. Dia kaget, aku tersentak. Teriakan-teriakan Boy semakin tak bisa menenangkanku. Aku memberontak, terlompat. Kemudian gelap.
***
Suara ramai orang-orang, menyadarkan ku, Boy sudah tak ada. Aku memandang sekekeliling, “Hmm, aku dalam posisi nungging di got yang airnya agak kering. Mana badan terasa sakit semua, terutama dibagian depan! Belum lagi nanti saat di derek dengan kasar. Tubuh mulusku alamat bakal penuh dengan dempul. Itu kalau orangtua Boy tak marah. Kalau tidak, bagian depan ku akan dibiarkan bonyok tak berbentuk. Arrrggghhh“
Siapakah yang harusnya di persalahkan, saat ku terjatuh, terjerembab ke dalam got seperti itu?
mobilnya penuh perasaan. boy selamat nggak?
SukaSuka
Hahaha, mobilnya berjenis kelamin kayaknya,
*kata orang2 disitu, ga apa-apa sih 🙂
SukaSuka
Waaa nyungsep, mainan hp mulu sii
SukaSuka
mana ga nurut kata orangtua lagi
SukaSuka
nyungsepnya bisa begitu -_-
SukaSuka
Iya Van, mana taman di yang dipinggir ga rusak, jadi benar2 lompat sepertinya.
SukaSuka
[…] ← Saat Ku Terjatuh […]
SukaSuka
Astagaaa. parah bener itu mobilnya Mba Y..
SukaSuka
Lumayan,Dan. ‘Terbang kemudian nyungsep’
SukaSuka
Auw..auw…auw….! Kau sadis, Boy. Kejam! hihihih
SukaSuka
haha, si Boy emang ga berperasaan 🙂
SukaSuka
Itulah kalau gak mau menurut kata orang tua . . . 😛
SukaSuka
😳
SukaSuka
Duh Boy 😦
SukaSuka
mengecewakan ya 😀
SukaSuka
[…] Aku tak bermusuhan dengan Agustusan, walau tetap tak pernah ambil bagian di kegiatan hore-hore kemeriahan, hari peringatan Kemenangan Bangsa. Tapi tanggal itu selalu mengingatkan pada hari ‘saat ku terjatuh‘. […]
SukaSuka