Merasa Bosan Jadi Anak Baik


Merasa Bosan Jadi Anak Baik atau menjadi ‘anak penurut’ kadang dialami saat masih dalam masa-masa pencarian jati diri. Anak yang selama ini begitu baik dan santun sama orangtua, tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang sinis, ga sabaran dan pemarah.

Bagi yang sudah punya penghasilan sendiri, tetiba merasa ‘capek/lelah’ ikut berperan membantu perekonomian keluarga.

Kemudian melakukan protes kalau selama ini hidup bertahun-tahun merasa terkekang dan diatur. Ingin hidup mandiri, bebas mengatur dan mengelola keuangan sendiri dijadikan alasan.

Ga ada yang salah sih, secara kalau sudah dewasa, kita bertanggung jawab penuh atas semua tindak tanduk kita, terhadap diri sendiri. Tapi tak boleh dilupakan juga, ada kewajiban seorang anak untuk tetap menghargai orangtuanya.

Dan baik buruk tingkah laku kita sebagai anak, suka atau tidak suka, orangtua pasti akan disangkutpautkan.

Dan alangkah elok dan bijaknya kalau protes itu dilakukan secara baik-baik, kasih tau aja orangtua kalau kita ingin hidup mandiri. Kasih lihat ke mereka kalau kita pantas mendapat kepercayaan dari mereka untuk melangkah keluar dari pengawasan penuh mereka. Semua resiko yang terjadi akan siap dipertanggungjawabkan. Kalau mereka keberatan, bisa mencari pihak ketiga yang netral untuk menjebati semuanya.

Apalagi kalau yang merasa bosan menjadi anak baik itu sudah berkeluarga, sudah punya anak pula. Berpikir matang dan jangan melakukan tindakan yang nantinya ketika kita sudah bisa berpikir jernih, tidak diliputi amarah dan emosi lagi, di masa yang datang akan bisa jadi kita sesali sebagai tindakan sangat bodoh. Tak ada mesin waktu untuk kembali, untuk memperbaiki semuanya.

Merasa Bosan Jadi Anak Baik
Apa yang kita tebar saat ini, itulah yang akan kita petik di masa yang akan datang. Apa yang dirasakan orangtua saat ini, mungkin itu buah kekeliruan yang dilakukannya di masa lalu.

Apa kita juga akan mewariskan sikap yang sama pada anak kita? Apa kita mau, di masa tua nanti kita akan mendapat perlakuan seperti yang kita lakukan saat ini untuk orangtua kita dan itu dilakukan oleh buah hati kita?

Bagi yang belum berkeluarga, suatu saat akan menikah dan punya anak juga.
Hidup itu seperti siklus, yang sekarang muda, hanya soal waktu untuk sampai pada usia tua jika diberi umur panjang. Yang sekarang berstatus anak, pada masanya nanti juga akan berstatus sebagai orangtua, jika diberi amanah.

Ketidakcocokkan satu sama lain dalam sebuah keluarga itu adalah hal lumrah. Wong kita mempunyai kepala yang tak sama juga ukurannya.

Alangkah baiknya, setiap pertikaian yang terjadi, cukup kita dan yang bertikai serta keluarga aja yang tau. Orang di luar itu tak perlu tau. Mereka hanya penonton yang tak tau permasalahan sebenarnya, tetapi ikut urun bicara yang kadang menambah keruh suasana. Masih banyak di luar sana, orang-orang yang tak suka melihat kedamaian ataupun keberhasilan orang lain.

Ketika pikiran merasa bosan jadi anak baik terlintas, cobalah melakukan renungan barang sejenak :

Dalam keyakinan diajarkan, menutupi aib/kekurangan saudara adalah sebuah keharusan. Apalagi untuk menutupi aib atau pertikaian keluarga sendiri. Selalu minta perlindungan-Nya supaya tetap terlindung dari fitnah dunia.

Ketika diberi kelebihan dan kemudahan dalam menjemput rezeki, kita tak bisa lupa sama pelajaran kehidupan yang diajarkan, bahwa ada sebagian rezeki orang lain yang dititipkan Sang Pemilik Rezeki melalui tangan kita. Itu mungkin rezeki, anak, adek, keponakan, orangtua atau orang-orang di sekitar kita. Masih banyak di luar sana, anak-anak yang penuh ikhlas membantu orangtuanya mengumpulkan recehan demi bisa menikmati sesuap nasi satu kali sehari. Mereka bersyukur karena masih diberi kesempatan terbatas itu.

Ingatlah perjuangan orangtua saat ibu hamil dan melahirkan. Bagaimana ibu berjuang menemukan cara cepat pulih pasca melahirkan. Ibu dan ayah rela terbangun bergantian tengah malam demi mendengar rengekan kita. Kalau ada kekeliruan kecil yang tak sesuai dengan keinginan kita, mereka hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan. Tak bisakah kita mema’afkannya. Jika belum mampu, lebih baik menjauh sejenak daripada mengeluarkan ucapan yang akan melukai perasaan mereka.

Tuhanlah yang telah memilihkan orangtua terbaik yang cocok buat kita 🙂 .

*Hanya sebuah catatan bagi diri sendiri sebagai pengingat. Merutuki sebuah kesalahan di masa lalu, itu nantinya akan menghabiskan energi positif kehidupan.

Iklan

30 comments

  1. Sewaktu SMA saya jarang pulang, padahal di rumah sudah ditunggu-tunggu oleh orang tua. Orang tua selalu mengingatkan saya untuk pulang tepat waktu.
    Setelah saya bekerja saat ini malah ingin sekali pulang, aahh … kejadian menang benar-benar terbalik

    Suka

  2. Tulisan ini mengingatkan saya kepada artis perempuan yang sedang bersiteru dengan ibundanya.

    Semoga kita semua tergolong anak yang sholeh ya, Mba.

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.