
Pagi ini saya melakukan rutinitas yang sudah dari tanggal 8 Desember 2020 lalu saya lakukan, yaitu mengantar nak bujang ke tempat PKL (Praktik Kerja Lapangan) alias tempat magang. Dia tidak mau berangkat sendiri, juga tidak mau diantar bapaknya. Jadilah emak yang jadi ‘kang ojek’ pagi dan sore hari.
Karena pagi ini saya baru sarapan pepaya, pulangnya saya mampir ke tempat penjual pecel yang baru saya temukan sekitar dua mingguan ini, rasa pecelnya boleh juga.
Mbak penjual pecel sedang membuatkan pesanan untuk seorang pelanggannya. Saya berdiri agak menjauh, menunggu sambil menatap langit yang nampak lumayan cerah. Mungkin matahari sedang tidak mau mengalah pada awan mendung yang selalu menghiasi langit beberapa waktu belakangan.
Tiba-tiba mata saya terpana melihat bentuk awan di atas rumah yang mempunyai dua toren air. Awan tampak seperti jari yang menggenggam sepasang kepala/wajah. Seperti tangan raksasa yang menggenggam dua orang yang tidak mempedulikan apapun kecuali mereka berdua. Saya tersenyum melihat pemandangan yang hangat tersebut.
Begitu bentuk awannya mulai agak berubah, baru saya tersadar untuk mengabadikannya dengan kamera ponsel. Hasil jepretannya malah memperlihatkan bentuk awan seperti sosok yang sedang memeluk hangat seseorang.
Saya menggaruk kepala yang mendadak terasa gatal, “kenapa awannya ga divideokan aja tadi ya?”
His, emak-emak kurang sigap! Selalu terpana dahulu ketika melihat momen bagus. Begitu momennya lewat, baru terpikir untuk mengabadikannya dalam bentuk foto atau video, hiks.
Mba penjual pecel yang melihat ekspresi wajah saya yang seperti orang ga bersemangat sembari melototin ponsel, kemudian melihat kekejauhan, coba menebak yang sedang saya pikirkan, “sedang janjian sama seseorang, buk. Orangnya datang telat?” *oiya, semenjak pandemi ini, telinga saya juga mulai akrab dengan sapaan ibuk. Pandemi semakin mempertegas sosok saya sebagai buibuk. Tanya kenapa? Ga usah diperjelas, Anda tentu pahamlah ๐ *.
Saya menggeleng dan tentu saja tersenyum mendengar pertanyaan mba penjual pecel.
Dalam hati saya bergumam, “sudah lama saya tidak berani berjanji dengan seseorang, mba. Sebab, berjanji dengan diri sendiri aja, sekarang saya butuh usaha keras untuk bisa menepatinya. Selama ini saya bisa melakukan sesuatu yang merupakan sebuah kemewahan waktu luang, dulu saya pikir itu hal biasa saja. Karena semuanya bisa dikerjakan dengan sigap. Sekarang, dengan tambahan rutinitas pagi dan sore hari, hanya memerlukan waktu 2,5 jam, tapi sepertinya saya sudah kehabisan tenaga untuk melakukan sebuah hobi. Boro-boro mau berjanji melakukan hal lain. Kutak sanggup.”
Inti dari curhatan dalam tulisan ini, mungkin karena badan saya agak berasa pegal-pegal, mata saya jadi melihat awan di langit seperti memberikan genggaman kehangatan pada dua sosok dalam kepalan tangan?
Hmm,,, agar pikiran dan mata saya ga semakin ngelantur, mungkin sebaiknya perut saya dikenyangkan dulu dengan menyantap pecel #eh ๐ .
apakah berat badannya bertambah?he he
SukaSuka
Hanya ukuran baju yang nambah, biasanya M, sekarang L pun sempit, haha.
SukaSuka
Disini hampir setiap hari awannya menangis alias hujan hehehe ๐คฃ
SukaSuka
Sama di tempat saya berarti. Tiada hari tanpa gerimis. Kalau ga pagi, siang, atau malam.
SukaSuka