Pertanyaan yang menurut nak bujang agak tak biasa ini, YSalma dengar setelah dia selesai mengikuti rangkaian tes masuk kelas 10 di salah satu SMK swasta. Tepatnya saat menjalani tes wawancara dengan salah satu guru.
Untuk sekolah swasta, pendaftara dan tes masuk memang sudah mulai dilakukan dari awal Februari 2019, tergantung sekolah yang mengadakannya.
Tahun Ajaran Baru, Orangtua Sibuk Mencari Sekolah Anak
Sabtu, tanggal 16 Maret 2019 lalu, saya mengantarkan nak bujang untuk mengikuti tes masuk salah satu SMK swasta, yang jaraknya sekitar 20 menit naik motor dari tempat tinggal.
Pada hari itu, rencananya juga ada sesi wawancara dengan orangtua calon murid.
Kalau pihak sekolah dengan orangtua berbicara saat awal masuk sekolah seperti ini, tentunya tujuannya untuk menyamakan persepsi. Salah satunya dengan menyepakati perjanjian menyelesaikan urusan bayar membayar biaya masuk sekolah ๐ณ . Agar proses belajar nantinya berjalan lancar.
Satu setengah bulan sebelumnya, saya sudah mengambil (tentunya harus diganti dengan nominal yang sudah ditentukan ) formulir pendaftaran.
Memilih sekolah lanjutan setelah SMP itu, sudah didiskusikan jauh hari dengan nak bujang. Bahkan ketika dia masih duduk di kelas 8. Sudah ditanya dia mau melanjutkan ke SMA atau sekolah lainnya.
Dia maunya masuk sekolah yang berhubungan dengan komputer, tapi tidak mondok. Pilihannya jatuh pada SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).
Setelah anaknya yakin mau masuk SMK, barulah orangtua mulai mencaritahu beberapa SMK yang ada. Bahkan sudah mulai survey lokasi dari bulan November 2018 lalu.
Akhirnya disepakati salah satu SMK.
Seminggu sebelum pelaksanaan tes, saya menerima sms pemberitahuan dari panitia pelaksana penerimaan masuk siswa baru. Sms yang menjelaskan apa-apa yang harus dipersiapkan.
Diantaranya: waktu pelaksanaan tes, mengembalikan formulir pendaftaran yang sudah diisi disertai melampirkan semua kelengkapan yang diminta (fotocopy rapor semester 1-5, fotocopy akte lahir, fotocopy kartu NISN dari sekolah asal dan pasfoto). Membayar administrasi untuk tes masuk dan kesehatan, anak menggunakan seragam SMP sekolah asal, dan harus membawa ponsel android.
Tes Tertulis Menggunakan Aplikasi Android. Keren!
Pada hari H, kita berangkat pukul 07.15 WIB, nyampe 20 menit sebelum waktu yang direncanakan akan dimulai tes.
Anak-anak lain dan orangtua sudah banyak yang datang. Meja untuk mengembalikan formulir penuh oleh antrian.
Beberapa menit sebelum pukul 8, selesai juga urusan mengembalikan formulir dan membayar biaya tes.
Antrian sesudah kami masih panjang.
Suara pengumuman dari pengeras suara meminta agar calon siswa memasuki ruangan, sudah terdengar dari tadi.
Ruangan yang dituju sudah ada daftar namanya, sesuai dengan jurusan yang dipilih.
Karena antrian pengembalian formulir masih panjang, akhirnya semua calon siswa yang sudah selesai diminta untuk berkumpul dulu di ruangan mushola sekolah tersebut.
Para calon siswa diberi gambaran umum tentang sekolah, cerita baik, dan kurang enak, yang sudah beredar di tengah masyarakat selama ini.
Pihak sekolah juga menyampaikan bahwa sekolah hanyalah wadah untuk menambah ilmu pengetahuan. Mau sebagus apapun sekolahnya jika tidak ada tekad dan niat yang baik dari siswa, semua akan sia-sia. Semua harus bekerjasama dengan baik.
Saat itu, juga dijelaskan secara umum bahwa ujian masuk hari itu ada 3 tahapan, yaitu :
- Ujian pengetahuan, menggunakan aplikasi android dengan hp masing-masing calon siswa. Materi yang diujikan, matematika, bahasa Inggris, dan pengetahuan tentang jurusan pilihan.
- Tes wawancara. Diantaranya tes membaca Al-Qur’an, tes bacaan sholat, hafalan surat, dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain.
- Tes kesehatan.
Semua calon siswa dan siswi kemudian dipersilahkan memasuki ruangan masing-masing.
Ada sekitar 200-an anak yang ikut tes gelombang tahap pertama ini.
Di dalam ruangan masing-masing kelas, ada dua kakak kelas yang mendampingi dan mengarahkan calon siswa siswi, serta satu orang guru yang akan melakukan wawancara.
Di dalam kelas juga diberitahukan lagi detail teknis pelaksanaan tes.
Si kakak kelas mengabsen anak yang hadir, dan memberikan kertas kecil yang berisi nama, nomor pendaftaran, serta kolom untuk penanda tahapan ujian yang sudah diikuti (ada kolom tanda tangan yang akan diisi oleh pihak penyelenggara ujian, jika anak sudah selesai menjalani satu tahapan tes).
Selanjutnya, anak-anak diberitau link apa yang harus dibuka dan dikerjakan.
Pelaksanaan tes pun dimulai.
Semua menunduk melihat ponsel masing-masing.
Anak yang namanya dipanggil, maju ke meja guru untuk melakukan sesi wawancara terlebih dahulu.
Anak lain mulai menjawab soal-soal pertanyaan dari ponsel di meja masing-masing.
Ternyata, ada beberapa ponsel anak yang tidak bisa terkoneksi. Anak tersebut diminta untuk melakukan tes kesehatan terlebih dulu.
Orangtua pun menunggu diluar ruangan dengan berbagai macam ekspresi.
Ada yang nyelutuk, “sekarang mau masuk SMA/SMK aja udah kayak masuk TK jaman dulu aja, harus diantar sama orangtua”.
Yang mendengar hanya pada nyumbang senyum, pada ga bersemangat untuk ngobrol ๐ .
Ada yang resah begitu melihat anaknya lebih lama di meja wawancara, dibandingkan anak lainnya. Orangtua cemas anaknya tidak bisa menjawab dengan baik.
Kalau saya yang memperhatikan dari luar ruangan, secara umum anak-anak yang ikut sesi wawancara terlihat nyantai. Guru sepertinya membuat setiap anak tersenyum terlebih dahulu sebelum ditanya-tanya. Ibu gurunya selama wawancara juga selalu menunjukkan wajah ramah.
Wawancara Orangtua, Diganti Dengan Penjelasan Secara Umum
Karena hari sudah sangat siang, akhirnya pihak sekolah mengumpulkan semua orangtua di area mushola sekolah dan memberikan pengarahan.
Setelah semua jelas, orangtua diminta menuliskan komitmen tertulis disertai materai, dan diserahkan ke pihak sekolah hari itu juga.
Namanya orangtua, mana urusannya tentang komitmen bayar membayar pula, dan yang hadir hari itu rata-rata hanya salah satu dari orangtua calon siswa. Umumnya pada meminta lembarannya dibawa pulang dulu. Alasannya, mau berembuk dengan pasangan. Baru hari Senin akan dikembalikan. Pihak sekolah hanya bisa pasrah .
Acara orangtua dengan pihak sekolah selesai.
Anak-anak ternyata juga sudah selesai mengikuti semua tahapan tes.
Kecuali anak yang ponselnya tidak bisa terkoneksi sebelumnya. Mereka masih mengerjakan soal menggunakan fasilitas sekolah.
Saya menanyakan pada nak bujang apa bisa menyelesaikan tes. Nak bujang mengangguk, dan bilang lapar. Iyalah, karena memang sudah waktunya makan siang.
Kami pun beranjak, pulang ke rumah.
Pertanyaan Tak Biasa Saat Wawancara Itu Apa?
Sesampai di rumah, setelah makan siang dan sholat dzuhur, saya kembali menanyakan rangkaian tes yang dilalui nak bujang.
Tes kesehatan, dia ditanyakan tinggi dan berat badan. Pernah dirawat atau tidak. Pernah merokok, nyoba vape, atau coba-coba menggunakan obat-obat zat adiktif. Ada mempunyai tato atau tidak.
Pakaian atas disuruh buka untuk memastikan semua jawaban yang diberikan. Nak bujang mengatakan semuanya dalam batas wajar.
“Mama perhatikan, saat tes wawarancara, sepertinya kamu nyengir. Ada yang lupa ya?”
“Enggak. Tadi itu, baca Al-Qur’An, baca do’a Iftitah, baca surat yang disebutkan guru nama suratnya. Ditanya juga, di rumah sholat apa enggak. Oiya, ada satu pertanyaan aneh menurutku. Tadi ibu guru yang wawancaranya bertanya, hubungan dengan orangtua bagaimana, baik atau buruk.”
“Kamu jawab apa?”
“Sangat baik. Memangnya ada anak SMP kelas 9 yang hubungan dengan orangtuanya buruk, Ma? Gimana dengan keperluan sehari-hari, kan semua masih sama orangtua?”
Nak bujang terlihat bingung untuk menalarkan pertanyaan tersebut.
“Seumuran kamu-kamu ini, kan anak baru remaja. Sukanya berkeras maunya begini begitu, orangtua maunya anaknya seperti ini. Semua sama-sama ngotot, gak ada yang mau saling mendengar. Anak ngelawan dan membantah sama orangtua. Orangtua akhirnya membentak anaknya. Ngambek. Tidak bisa saling bercerita, tidak saling mengerti kondisi keluarga. Itu kan namanya hubungan yang buruk antara anak dan orangtua, begitupun sebaliknya.”
“Pihak sekolah, sepertinya ingin mendapatkan gambaran umum, tentang perilaku calon anak didiknya kalau lagi di rumah.”
Nak bujang akhirnya mengangguk-angguk.
Saya yang mendengar penafsiran nak bujang tentang pertanyaan tersebut, akhirnya penasaran juga.
Kira-kira, jika diberikan pertanyaan bagaimana hubungannya dengan orangtua, ada ga anak yang jujur mengungkapkan isi hati dari sudut pandangnya.
Karena baru bertemu, dan wawancaranya tidak bersifat curhat, sepertinya anak SMP kelas 9 sudah pada bisa mempertimbangkan untuk meberikan jawaban ‘nyari aman’ ya.
Seperti itulah catatan pengalaman mengantarkan anak tes masuk sekolah.
Selalu ada hal-hal tak biasa yang sepertinya sepele, tetapi merupakan sesuatu yang sangat luar biasa dalam sebuah hubungan anak orangtua, ataupun tahapan kehidupan seorang anak itu sendiri.
Apakah teman-teman juga punya cerita tak biasa saat diwawancara masuk sekolah dulu? Atau pengalaman adik, ponakan, atau malah anak sendiri mungkin?
Kalau teman-teman pendidik, bisa langsung mengetahui kah saat wawancara tersebut, kalau anak-anak pada memberikan jawaban jujur, atau menyembunyikan sesuatu.
Boleh sharing-nya dong.
Terima kasih ๐ .
wah, sekarang pake interview ya?
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya. Tapi tidak di panggil ke ruangan khusus, hanya di depan kelas, di meja guru.
SukaSuka
Waktu berlalu cepat yo Uni. Nakbujang sudah mau pindah sekolah dan lelas 10. Semoga lolos di sekolah yg dituju ya Nak. Senang sekali nakbujang sudah tahu memilih sekolahan, menghadapi tes dan wawancara. Salam hangat
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya, bu Prih. Mudahan nak bujang lebih serius lagi ke depannya, secara sudah sekolah dengan jurusan yang dimau.
SukaSuka
[…] [Baca juga: Pertanyaan Tak Biasa Saat Wawancara Tes Masuk Kelas 10]. […]
SukaSuka
[…] pada karyawan atau senior yang menyuruh. Dapatkan jawaban dari semua pertanyaan tak biasa yang muncul di kepalamu sebagai anak kelas XI yang belum punya pengalaman […]
SukaSuka