Puncak kebahagiaan ketika menanam serumpun tanaman bunga adalah melihatnya berbunga. Begitupun, saat menanam sebatang tanaman atau pohon buah. Syukur dengan senyum mengembang bahagia adalah saat memetik buah perdanya.
Buahnya hanya beberapa, tetapi waktu menunggu tahunan itu seperti terbayar lunas. Rasa penasaran akan legitnya buah matoa yang ditanam di pot beberapa tahun lalu, terpuaskan hari ini.
Menunggu Berbuah Terlalu Lama, Mengikhlaskan Sebagai Tanaman Penghijau
Tanaman matoa yang saya tanam di pot itu sudah ikut pindah ke tempat tinggal yang sekarang hampir 7 tahunan. Saya menanamnya mungkin sekitar tahun 2008 atau 2009-an *lupa*.
Karena saya merasa sudah terlalu lama, pohon matoa ini sama sekali tidak pernah menunjukkan tanda-tanda berbunga. Apalagi berbuah.

Maka, saya menganggapnya untuk tanaman penghijau dan peneduh aja, sekaligus sebagai pengingat, bahwa bentuk tanaman matoa pohonnya seperti itu 😳 .
Banyak lho orang-orang yang berkunjung, ataupun lewat di depan rumah yang tidak mengenali tanaman ini, dan mereka bertanya.
Bahkan, setelah diberitahu itu tanaman matoa, tetap aja mereka tidak mengenalinya dan tidak mempunyai gambaran buah matoa itu seperti apa. Wajar, karena buah yang boleh dibilang tidak pernah terlihat di pasaran.
Beberapa kali pohon utama matoa ini saya potong, berharap si matoa mempunyai banyak cabang dahan. Akan tetapi, tetap aja yang tumbuh meninggi hanya satu dahan.
Sekitar 2 tahun terakhir, pot matoa saya letakkan di tempat bekas bak sampah yang terbuat dari semen berbentuk segi empat.
Dasar semen bak sampahnya saya hancurkan sedikit *emak-emak tangguh 😛 *, kemudian diisi dengan ranting dan daun kering, barulah kemudian pot matoa saya taroh.
Tujuannya, jika akar matoa menembus pot plastik, si akar bisa mendapatkan makanan tambahan. Mungkin setelahnya bisa menembus dasar semen dari bak sampah hingga mencapai tanah.
Selanjutnya, daun matoa yang menguning dan rontok juga saya masukkan ke ruang kosong antara pot dan dinding bak sampah. Selalu penuh oleh daun.

Ternyata, setelah mendapatkan perawatan seperti di atas, pohon matoanya jadi mempunyai beberapa cabang yang menjulang.
Alhamdulillah, makin hijau.
Saya tetap merapikan bagian dahan yang menjulur ke halaman tetangga sebelah.
Saya sudah tidak memikirkan lagi apakah matoanya akan berbuah atau tidak.
Yang penting, diantara pohon-pohon yang berdesakan di halaman rumah yang seuprit itu, salah satunya adalah tanaman matoa 😆 .
Sssttt, beberapa tetangga saya yang sekarang, juga pada mempunyai pohon matoa di halaman rumahnya ❤ .
Sekitar akhir Februari lalu, teman hidup saya memberitahukan bahwa di ujung salah satu dahan matoa ada buahnya.
Saya gak percaya, karena tidak melihatnya berbunga. Mungkin itu hanya calon daun muda. Bahkan, ketika melihat ke halaman, mata saya malah melihat buah delima yang masih tersisa beberapa buah.
Setelah diberitahu posisi pasti ujung dahan matoa yang berbuah, baru mata saya bisa melihatnya.
Segerombolan buah matoa tertutup oleh daunnya, juga ujung ranting delima yang meninggi, serta daun jambu bol.
Aissshhh,,, saya melewatkan matoa berbunga. Dengan kata lain, saya masih belum melihat langsung bunga matoa. Masih disuruh menunggu lagi ya.
Buah matoa yang di ujung dahan sudah seukuran ujung jempol tangan saya, berwarna hijau.
Saya penasaran, jangan-jangan buah matoanya sudah bisa dimakan *sudah melihat berbuah, malah ga sabaran* 😳 .
Akhirnya, saya taroh tangga 2,5 m di dekat pohon matoa yang ukurannya lebih besar sedikit dari genggaman tangan saya *tanaman kurang gizi, karena tidak pernah diberi pupuk 😛 *. Saya naik tangga. Dahan yang mempunyai buah itu saya raih dengan pengait panjang. Dan,,, berhasil terjangkau tangan.
Satu ujung dahan itu buahnya ada sekitar 30-an, masih hijau semua. Saya petik 2 buah.
Buah matoa yang ternyata masih muda itu, di dalamnya masih tebal selaput putihnya. Daging buahnya juga masih sangat tipis. Bijinya masih kekuningan. Rasanya agak sepat, tapi sudah ada sedikit rasa durian mudanya.
Karena ranting tempat buahnya sudah kena pengait, saya tidak terlalu berharap buah itu akan bisa bertahan.
Gegara riweh dengan rutinitas harian, saya sampai lupa memoto gerombolan matoa hijau yang masih di ujung dahan itu.
Beberapa hari setelah itu, hari hujan dan berangin. Ada beberapa buah matoa yang jatuh. Kondisinya masih belum benar-benar matang juga.
Karena tak mudah terlihat mata, saya malah lupa sama buah matoa.
Beberapa hari yang lalu, saya menemukan matoa jatuh yang sudah mengering. Kepala saya pun mendongak ke arah dahan yang ada buahnya itu. Sepertinya, warna kulit buahnya sudah kekuningan.
Hari ini, setelah kira-kira menunggu sekitar 10 tahunan. Saya naik tangga lagi, meraih dahannya dengan pengait panjang hingga terjangkau tangan. Memencet buah matoa yang sudah agak menguning itu, terasa agak empuk. Saya yakin buah matoanya sudah matang.
Buah yang ada saya petik semua, hanya sekitar 20-an buah.
Alhamdulillah.
Buah penantian panjang, ingin merasakan manis dan legitnya matoa yang ditanam sendiri, tertunaikan sudah.
Janis Buah dari Matoa Nanam Sendiri Itu, Seperti Apa?
Ukuran buahnya hampir seukuran buah pinang. Agak lonjong. Berwarna agak kekuningan, agak mirip dengan kulit buah lengkeng.
Ketika kulit buah matoa matang ditekan, kulit luar mudah rekah dengan sedikit suara kletuk. Kulit luar itu agak tipis, mirip dengan kulit kelengkeng juga.
Tapi, secara kondisi dengan selimut putih itu, kalau menurut saya ada mirip buah markisa juga.
Selimut putih sebelum daging buah terlihat, yang ketika waktu masih muda sangat tebal, setelah buah matang jadi menipis.

Setelah itu, terlihat daging buah matoa, agak mirip daging buah lengkeng, tapi daging buah matoa lebih agak kekuningan.
Sepertinya, daging matoa yang dipetik ini lebih agak mirip penampakan daging buah rambutan Binjai kalau menurut saya.
Kandungan air buah matoa tidak terlalu banyak, sehingga terasa lebih legit dibandingkan buah lengkeng dan rambutan. Rasa matoa ada aroma duriannya.
Setelah daging buah matoa dimakan, nampak biji matoa yang sudah matang ini berwarna coklat tua. Bentuk biji matoa yang matang ini menyerupai biji durian, hanya beda warna.
Kalau menurut saya, daging buah matoa yang saya punya ini agak kurang tebal. Entah ini karena buah perdana (si pohon masih belajar berbuah), atau mungkin memang jenis matoanya yang seperti itu.
Saya pun tidak tahu matoa yang saya tanam dan sudah berbuah ini, termasuk jenis matoa apa *emak-emak payah, yang penting punya pohon matoa aja* .
Mungkin teman-teman yang dari Papua bisa memberitahukannya 😳 .
Pesan moral yang YSalam dapat dari pengalaman menanam pohon matoa, tanaman khas Papua ini :
- Walaupun menunggu tahunan, dengan tetap melakukan perawatan yang sewajarnya, bahkan sudah lupa kalau pernah begitu penasaran dan berharap, akhirnya berbuah manis juga. Teduh dari rindang daunnya dapat, segar dan udara adem juga sudah dirasakan. Buah hanya bonus tambahan.
- Tak ada kebaikan atau usaha yang sia-sia.
Bagaimana menurut pendapatmu temans ? Pernah juga menunggu tanaman berbuah hingga berbilang tahun? 🙂 .
Note:
Sekitar bulan Juli 2019 saya melihat diujung dahan matoa ada bunganya yang berwarna agak oranye. Sekali lagi, saya lupa untuk memotonya. Melihat bunga-bunga tersebut, dalam hati saya sempat berharap, mudah-mudahan buah pohon matoa yang kedua kalinya ini, dalam tahun yang sama lagi, lebih banyak dari buah perdananya.
Tanggal 9 Agustus 2019, saya melongok melihat dahan matoa yang ada buahnya. Ternyata, hanya ada beberapa saja.
Alhamdulillah. Untung masih ada yang menjadi buah, tidak gugur semua oleh tiupan angin dan panasnya matahari. Foto untuk kenang-kenangan ahhh 😳 .

aku juga punya nih buah. dulu gak tau namanya matoa, bahkan pohonnya udah ada sebelum rumahku dibangun disitu
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah, berkah tambahan itu.
Sudah pernah berbuahkah?
SukaSuka
sudah berkali-kali
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, mudahan matoa yang saya punya juga bisa sering berbuah.
Di aderah tempat tinggal, saya seringnya melihat pohonnya pada tinggi2, tapi belum pernah melihatnya saat berbuah.
SukaSuka
pertama kali berbuah tidak ada yang berani makan, karena buah ini benar-benar gak ada yang punya di sekitarku, orang-orang tua juga tidak paham ini pohon apa…
sampai akhirnya ada temen yang main ke rumah terus dia ngasih tau bahwa ini enak dimakan
SukaDisukai oleh 1 orang
seru cerita di balik pohon matoanya itu, mas.
terbuang aja buah pertamanya berarti?
memang belum familiar pohon ini di luar habitatnya.
SukaSuka
Baru tau nama buahnya setelah baca artikel ini, Mbak 😬
Nampak lezat dan segar! 🤩😍
SukaDisukai oleh 1 orang
Kalau saya sangat suka.
Buahnya ditaroh di kulkas *ngetes*, rasanya makin segar 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Mantaaap, Mbak Ysalma 👍
Semoga pohonnya akan semakin sering berbuah.
Makin ngiler 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
Pohonnya berbuah hanya sekali setahun, mba Ai 🙂 .
SukaDisukai oleh 1 orang
Oh lama ya 😂
Biasanya yg berbuah lama malah spesial ya Mbak Ysalma, saya yang cuma lihat gambarnya saja sudah ngiler. 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Harusnya yaa,,
Tapi ada beberapa yang merasa ‘aneh’ dengan rasanya si matoa lho, mba Ai 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya penasaran pengen coba, Mbak Ysalma 😀
Mungkin kalau nanti liat di pasar atau di supermarket, saya pengen beli
SukaDisukai oleh 1 orang
Asyik. Semoga buah lokal semakin digemari 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiin Mba. Sudah saatnya kita menggemari buah lokal. Bukan hanya buah internasional 😊
SukaDisukai oleh 1 orang
Yes! mba Ai 🙂 .
SukaDisukai oleh 1 orang
Tepuk tangan tuk kesabaran Uni. Yup setelah menjangkau bumi, matoa berbuah. Terbayang kepuasan menunggu apalagi tanaman yg relatif unik. Untuk bunganya, sabar ya Uni musim berikutnya moga lebih lebat dan sempat foto perkembangannya.
Emak kebun ikut heboh komentarnya hehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya, bu Peri kebun. Ternyata, pohon yang aslinya tinggi dan milik tanah Papua ini tidak bisa tidak terhubung dengan bumi ya.
Baru kali ini saya tak melihat bunga dari pohon yang ada, padahal sering ngerumput di bawahnya 😀
SukaSuka
Apaqa rasanya juga seperti lengkeng?
SukaDisukai oleh 1 orang
rasanya mirip lengkeng yang ada rasa duriannya.
SukaSuka
sepintas kayak buah “kelengkeng”, tapi sepertinya bukan yah, terlihat dari isinya.
saya jadi pengen nanam sesuatu deh, namun sekarang sudah tidak punya lahan deket rumah (berubah jadi beton semua)
dulu pernah bikin kebun kecil yang saya tempel di dinding, sempet panen juga, waktu itu panen sayur-sayuran. namun karena rumah tetangga semakin meninggi, jadi dinding tetangga menghalangi suplai sinar matahari, jadi tanamannya gagal berkembang..
akhirnya kebun dindingku aku rusak deh.
yah semoga saja bisa bangun rumah di tanah masa depan, lumayan luas sih halamannya, jadi bisa nanam sesuatu sepertinya
SukaDisukai oleh 1 orang
ah kepanjangan, jadi semacam curhat colongan, wkwkwkw
maafken
SukaDisukai oleh 1 orang
Sangat dima’afkeun.
Ini, sepertinya bukan bahas mas Nur, Mbak nya yaa 🙂 .
SukaDisukai oleh 1 orang
itu aku loh 😭😭😭
aku yang suka tanam-tanam sayur dan lihat hijau-hijau gitu, kayak lihat kerudung anak pondok, Eh hahaha
istri mah, sukanya nyabut sawinya kalau lagi masak mie instan, hehehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Mas Nur berarti suka merhatiin anak pondok tuh, mbak Wi 😀 .
Harus diawasi nih kalau udah mulai semangat bertanam yang ijo2 😳 .
SukaSuka
Nanam di pot dulu aja. Ntar kalau pindah ke rumah yang baru, tinggal diangkat dan ditempatkan di halamannya.
Iya ya, cahaya matahari lah yang membuat tanaman tumbuh, kecuali lumut dan kecambah.
Inshaa Allah. Aamiin, ntar dengar cerita tentang halamannya yang teduh.
SukaSuka
Aiih keren Un… sabar nanam ada hasilnya ya…
SukaDisukai oleh 1 orang
Sebenarnya, karena termasuk pohon ‘bandel’ juga si matoa ini, makanya awet 😀 .
SukaSuka
Ini di sebelah kontrakan saya ada 2 pohon, buahnya banyak, jadi harus balapan sama kelelawar biar gak keduluan, ahaha
SukaDisukai oleh 1 orang
Hahaha,, kebayang kalau udah ngincer mau metik yang mana, eh keduluan kelelawar 😀
SukaSuka
Pernah kek gitu, paling sering udah metik pakai galah, pas udah di tangan eh malah bekas kelelawar…. Hiks
SukaDisukai oleh 1 orang
udah menengadah lama, nahan galah, fokus, nahan ludah agar ga netes sebab udah pengen nyicipin matoa. Eh, yang turun buah bekas kelelawar? *rasanya langsung pengen jadi batman, biar bisa ke sarang kelelawar yg udah ngeduluin itu,,, hahaha *jawaban ngawur 😀 *
SukaSuka
waah kesabaran menunggu selama 10 tahun akhirnya berbuah manis, matoanya memang manis ya mak
alhamdulillah..
2 bulan lalu matoa ku hanya baerbung serumpun doang, sekarang berbunga lagi lebih banyak, mudah2an jadi semua
matoa itu memang lezat ya mak, apalagi hasil dari tanam sendiri
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiin. Inshaa Allah buak kali ini matoanya lebat ya, Kak.
SukaSuka