Berpikir pendek saat menghadapi masalah hidup, ternyata bisa menyinggahi pikiran siapa saja. Tak peduli status sosial yang dimilikinya. Yang membedakan mungkin hanyalah rasa syukur atau persepsi pikiran atas semua anugerah yang sudah dimiliki dan tentu juga termasuk menyikapi kekecewaan yang menyertainya. Tidak selalu mudah, tapi jangan sampai membiarkan pikiran negatif menguasai pikiran berlama-lama.
Minggu sore kemaren, saat sepedaan, saya dikejutkan oleh suara gebrakan dan teriakan kencang suara seorang laki-laki dari sebuah rumah. Selintas yang saya tangkap dari teriakannya itu bahwa dia merasa dibohongi. Tapi suasana sekitar sepi-sepi aja hingga saya pulang bersepeda dan melewati jalan yang sama.
Setelah Isya, saya kembali dikagetkan oleh informasi Satpam yang hilir mudik, berbicara dengan suara-suara keras. Katanya ada warga yang mencoba mau menyudahi hidupnya dengan menenggak pembersih lantai. Kondisinya sedang muntah-muntah.
Betapa kagetnya saya ternyata warga yang memilih mencoba menyudahi hidupnya itu adalah penghuni rumah yang sorenya saya dengar teriakannya saat bersepeda.
Yang lebih mengejutkannya lagi, itu bapak yang mencoba mengakhiri hidupnya baru saja selesai melaksanakan kewajibannya sebagai hamba-Nya di tempat ibadah.
Dan yang membuat bingung lagi, di rumahnya itu juga ada anggota keluarganya lengkap, istri, anak, dan saudaranya yang lain.
Tapi memang sih, menurut tetangga penghuni rumah itu agak tertutup. Bahkan menurut informasi RT setempat, beliau tidak mau menyerahkan foto copy identitas sebagai syarat bukti lapor. Lebih tepatnya, beliau ga mau melaporkan keberadaannya pada RT setempat.
Selama ini tetangga taunya, beliau yang baru beberapa bulan ngontrak di rumah itu, hanya tinggal berdua dengan salah satu anak lelakinya yang berusia 6 tahunan.
Pas kejadian tersebut, tetangga baru ngeh, kalau istri dan anak-anaknya yang lain, yang ternyata sudah pada remaja juga sudah tinggal disitu.
Oiya, apa alasan si bapak dibalik dia mengambil keputusan percobaan mengakhiri hidupnya itu, tetangga tidak ada yang tahu.
Tapi dari apa yang saya lihat hanya dari luar, keadaan keluarga itu sangat cukup.
Di carport rumah yang ditempatinya, terparkir mobil keluaran terbaru yang berharga tak kurang dari 500jt. Anak yang ikut dengan beliau selama ini adalah anak dengan wajah diatas rata-rata, cakep. Tak kalah dengan wajah anak-anak blasteran lainnya yang menghiasi layar kaca. Anaknya juga anak yang pemberani, yang bersepeda ke sana kemari.
Akan tetapi, kita tidak bisa mengetahui apa yang membebani pikiran si bapak. Kita tidak bisa menghakimi karena hanya sebagai penonton. Mudah-mudahan orang terdekatnya selalu memberikan support dalam melewati semuanya.
Cara berpikir pendek yang diambil si Bapak dalam mengatasi masalahnya, membuat saya jadi semakin merenung, setiap orang mempunyai permasalahan hidupnya masing-masing:
- Sepertinya, bukan seberapa banyak harta dunia yang dimiliki, yang membuat tenang. Tapi seberapa bisa kita berpikir positif dengan bersyukur atas semua yang sudah dimiliki, termasuk didalamnya cobaan hidup.
- Salah satu do’a yang memang harus terus dipanjatkan pada Sang Khalik adalah semoga mendapatkan akhir yang baik saat ajal menjemput. Semoga Husnul Khatimah.
Belum lagi beberapa hari terakhir ini saya juga mendapat banyak kabar duka, berpulangnya orang-orang yang masih berusia muda, dengan berbagai alasan kematian yang menjemputnya. Ada yang baru terdeteksi penyakit jantung, ada yang sudah lumayan lama, ada yang karena mengalami kecelakaan saat pulang menghadiri resepsi pernikahan.
Malaikat maut tak pernah tau datangnya kapan. Kematian dan cara menemuinya benar-benar sebuah rahasia.
Semakin terasa oleh saya bahwa bekal untuk ‘pulang’ itu masih sangat sedikit.
Semoga saat kita berada dititik terbawah kesadaran atau saat mengalami depresi, jangan sampai juga mengundang kematian dengan cara berpikir pendek untuk menyudahi hidup.
Saat mulai merasa berada dititik terendah itu, cari cara yang membuat pikiran positif cepat menguasai pikiran. Cara setiap orang pastinya berbeda-beda. Tapi sepertinya satu kesamaannya, tidak ingin diberondong oleh pertanyaan ‘kenapa’. Karena itu mendekatlah pada lingkungan positif, orang-orang yang dapat dipercaya, dan menjauh sejenak dari semua hal yang membuat pikiran sumpek.
Peristiwa si bapak di atas, juga membuat saya harus berdialog dengan si junior. Karena dia juga ikut mendengar dan bertanya, kenapa si bapak memilih cara itu untuk mencoba mengakhiri hidupnya.
Saya pun berusaha menjelaskan dengan bahasa yang bisa dimengerti anak usia 11 tahun, mulai dari apa yang dimiliki si bapak, khususnya anak laki-lakinya yang masih perlu pendampingan, hingga akibat dari tindakannya itu.
Iya, kalau langsung meninggal.
Kalau ga, yang merasakan sakitnya, juga diri sendiri. Sementara masalahnya bukannya berkurang, tapi malah bertambah. Belum lagi jika lingkungan orang-orang terdekatnya nanti justru mengungkit peristiwa tersebut, si bapak akan semakin depresi. Mudahan aja semua berempati.
Kalau pun akhirnya mati, sebagai orang yang beragama, beliau pun tetap dimintai pertanggung jawaban atas nafas yang sudah dipercayakan Tuhan padanya. Semoga si bapak diberikan kesempatan kedua.
Apakah berpikir pendek seperti ini termasuk tanda akhir zaman? Entahlah.
Yang pasti setiap kita saat ini rentan mengalami depresi. Cepat antisipiasi dengan mengakui bahwa diri sudah berada mulai diambang batasnya menahan cobaan berpikir. Akui bahwa diri terlihat sehat tapi jiwa mulai sakit.
Segera cari pertolongan yang tepat. Berdialog dengan orang yang tepat, seperti psikolog, orang terdekat yang terpercaya, kunjungi lingkungan yang membuat diri nyaman. Dan jangan sampai meninggalkan keyakinan.
Selalu kuatkan diri sendiri, ‘cobaan yang dirasakan saat ini, tidak akan melebihi kesanggupan diri menghadapinya. Pasti bisa melaluinya’.
Orang lain hanya bisa membantu, yang bisa membuat diri keluar dari pikiran singkat yang berkelabat itu, hanyalah diri sendiri. Tetap semangat dan berpikir positif.
entah apa yang ada di pikiran orang ya
itu yg habis beribadah aja bisa ambil tindakan nekat, ngeri ya
SukaSuka
Kasihan dg keluarga yg ditinggalkan. Segelintur orang pilih jalan pintas yg dikira menyelesaikan masalah. Pdhl di alam baka dituntut tanggung jawab masing2 pribadi.
SukaSuka
Gak habis pikir abis ibadah mau ngabisin umur alias bunuh diri. Mungkin ibadahnya gak meresap ke dalam hati, hanya melakukan gerakan dan bacaan ibadah.
SukaSuka
Saya gak habis pikir dah, masalah di hidup emang selesai.. tapi masalah dengan Tuhan jadi berantakan. -_-
di dunia emang gak ada masalah, tapi dalam kubur dan akhirat? Siapa yang tau.
SukaSuka
sepakat mbak, maut itu pasti akan datang dan kita memang harus mempersiapkan bekalnya. Tapi bukan berarti kita lantas sembarangan aja menjemput maut supaya cepat datang
SukaSuka
semoga kita terhindar dari yang demikian
SukaSuka
Kalo ngak mati langsung ntar bikin malu ihik ihik ihik
SukaSuka
Entah apa yang ada dipikiran orang itu ?
Mungkin satu cara mengurangi beban hidup adalah dengan berbagi….
Entah itu berbagi kebahagiaan atau berbagi kedukaan …
SukaSuka
Astagfirullah berpfikir sesaat untuk mengakhiri kehidupan di dunia tapi kehidupan akhirat masih panjang ya mbak
SukaSuka
semoga kita dijauhkan dari hal2 seperti diatas,mudah2an tetap kuat menghadapi masalah dan tetap tawakkal
SukaSuka