Tanda akhir zaman sudah menjadi bahasan atau kajian rutin bagi semu orang akhir-akhir ini. Sudah banyak fenomena alam yang memberi isyarat bahwa bumi semakin menua. Salah satu yang sering diingatkan adalah tentang kesenangan manusia akan kemewahan rumah di dunia, sangat dibolehkan. Tapi, kurang begitu konsen kalau tidak mau disebut lupa dalam mempersiapkan rumah akhirat, atau makam atau kuburan.
Kajian Maulid ‘Menampar’ Kesadaran
Pagi ini hari pertama di Bulan Februari 2015, matahari tidak menunjukkan cahayanya sama sekali. Karena dari kemaren sampai malam, turun hujan turun. Sempat reda sesaat. Akibatnya, udara pagi ini cukup dingin bagi tubuhku.
Berhubung hari ini acara peringatan Maulid di Masjid Rabiatul Adawiyah yang sudah diniatkan dari jauh hari untuk ikut hadir mendengarkan, aku memaksakan diri untuk tetap keluar.
Gerimis masih betah membasahi bumi, “hmmm,, sepertinya bakal hujan deras lagi. “
Ternyata perkiraan ku tak meleset. Mulai pukul 9 pagi hingga sekitar pukul 14, hujan ga berhenti. Untung ga diiringi petir, sehingga listrik tetap nyala, dan acara Maulid tetap berjalan khidmat.
***
Urutan acara standarlah ya, seperti acara keagamaan pada umumnya, tak lupa diisi dengan shalawatan dan marawis.
Nah, yang jadi catatan di acara ini bagi aku pribadi adalah pembahasan ustadz yang mengisi ceramah pengajian kali ini. *nama ustdznya lupa euyyy *
Beliau mengatakan bahwa dalam kitab suci Al-Qur’an sudah diingatkan, pada akhir zaman manusia akan kembali seperti zaman sebelum kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW.
Kita sekarang ini sudah berada di akhir zaman yang disebutkan itu, dengan salah satu tandanya:
“Manusia menyukai satu hal dengan melupakan hal lainnya. Manusia senang atau menyukai rumah mewah di dunia dengan melupakan kuburan, yang sejatinya adalah rumah sesungguhnya. Rumah keabadian”.
Pendengar ceramah tentunya pada bingung dong, apa yang dimaksud oleh pernyataan ustadz tersebut. Pendengaran lebih ku tajamkan untuk mendengar ulasan ustadz.
Ustadz yang berhasil memancing rasa ingin tahu jama’ah kemudian menerangkan, betapa banyak perumahan yang bertebaran di daerah sekitar tempat tinggal kami. Mulai dari berbagai tipe dan klasnya. Mulai dari perumahan biasa-biasa aja sampai perumahan elite.
Tapi, tak satupun dari perumahan tersebut, yang menyediakan lahan untuk kuburan bagi warga masing-masing komplek perumahan.
Beliau pun pernah beberapa kali bertanya kepada para pengembang perumahan tersebut tentang masalah itu.
Jawaban para pengembang dalam memberi alasan hampir seragam, kalau komplek kuburan juga disediakan di dalam lokasi perumahan, perumahannya ga bakal laku. Karena bakal di kira menjual komplek pekuburan.
Alasan yang masuk akal. Mana ada orang beli rumah sekaligus akan bertanya apakah dilengkapi dengan fasilitas komplek pemakaman 😛 .
Padahal, sekarang banyak komplek kuburan mewah yang harga per kaplingnya bikin geleng-geleng kepala.
Ustadz terus menjelaskan, jika ada warga komplek perumahan yang meninggal, akhirnya nyari warga kampung untuk urusan lahan kuburannya. Terjadilah tawar-menawar harga, sementara mait menunggu segera dikuburkan.
Yang kurang eloknya lagi, ada beberapa oknum kepala desa yang malah menjual lahan kuburan umum di wilayahnya secara diam-diam, untuk dijadikan komplek perumahan. Duh!
Tanah untuk kuburan semakin menyempit.
Aku yang serius mendengarkan ceramah ini, tanpa sadar ikut mengangguk-angguk mengiyakan.
Pikiran ku melayang pada percakapan beberapa tahun lalu.
Saat itu bapak almarhum masih segar. Beliau selalu keberatan berlama-lama di tempat ku di perantauan karena satu alasan, “kalau sekiranya umur bapak pendek. Bapak mau di kubur dimana kalau meninggal disini?”.
Aku malah menjawab dengan mengatakan bahwa mati kan rahasi Allah. Dimanapun itu, semua sama, di bumi Allah. Bapak tetap kurang menerimanya. Baginya, seperti di kampung sana, masing-masing garis keluarga besar sudah mempunyai lahan makam. Tidak seperti di kota yang makam bisa sewaktu-waktu digusur. Walaupun sekarang di kampung juga hampir sama kondisinya dengan perkotaan, karena semakin menyempitnya lahan.
Rahasia Allah memang tidak bisa diketahui oleh manusia. Apa yang menjadi kekhawatiran almarhum, justru kejadiannya begitu. Saat waktu itu tiba, beliau dimakamkan bukan di tempatku, juga bukan dikampung halamannya, tetapi di tempat perantauan anaknya yang lain. Allah Maha Tau mana yang paling baik bagi hamba-Nya.
***
Kalau bagi aku pribadi, bila waktu itu tiba, yang paling aku takutkan justru bukan mau dikuburkan dimananya, tetapi bekal apa yang akan ku bawa dalam perjalanan pulang ke rumah-Nya. Apa aku bisa mempertanggung jawabkan semua amanah-Nya di dunia.
Di dunia, bisalah bertahan pantang menyerah terhadap nasib. Di akhirat, setiap anggota tubuh yang akan bersuara sendiri untuk memberikan pertanggungjawaban semuanya.
Rasanya semua kesalahan dan kekeliruan yang ku perbuat hingga hari ini, belum impas oleh kebaikan yang pernah dikerjakan 😥 .
Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang mempersiapkan ‘bekal’ cukup untuk dibawa pulang saat jasad sudah dikuburkan.
Kalau ngingat-ngingat masalah ini jadi takut sendiri daku Bun… 😦
Masih merasa keimanan belum cukup untuk menghadapNya.
SukaSuka
Sama kita Faris, tapi siap enggak siap harus siap.
SukaSuka
berlomba-lomba menabung dan mencari uang untuk rumah mewah. harus sama berlomba-lomba dan menabung mencari pahala untuk rumah masa depan ya mbak
SukaSuka
setuju Mbak 🙂
SukaSuka
kalau banyak lahan sudah jadi komplek perumahan…. bingung juga mau dikubur di mana nantinya
SukaSuka
Urusan orang yang tinggal bukannya Buya 🙂
SukaSuka
iya… maksudnya itu 😀
SukaSuka
Kebanyakan memang begitu ya, Mbak.. Jadi ngaca deh. 😦
SukaSuka
Iya, persiapan bekalnya yg utama kayaknya.
SukaSuka
Makasih Mba Y sudah diingetin.
SukaSuka
saya hanya mengingatkan diri sendiri Dan 🙂
SukaSuka
Harus selalu siap kapan waktu itu tiba.
SukaSuka
iya Ri, tapi bekalnya kayaknya kurang.
SukaSuka
Terima kasih Uni untuk pengingat hati ini, betapa pada umumnya (saya eh) lebih mengutamakan rumah sementara di dunia. Salam hangat
SukaSuka
Problem umum bagi yang tinggal di kompleks perumahan adalah tiadanya lahan kuburan.
Problem umum bagi kita semua adalah sudah siapkah dengan memperbanyak amal kebaikan untuk menuju sebuah kepastian, yakni kematian?
SukaSuka
Ketika baca letaknya dimana, saya sempat mikir juga, iyaya di perumahan jarang lihat pekuburan. Tapi semakin ke paragraf bawah saya jadi takut sendiri, tambahan tentang bekal apa yang akan di bawa nanti membuat dada saya deg-degan. Siapkah saya menghadapi saatnya tiba? Semoga Allah mengampuni dosa saya dan kita semua sehingga diberikan kematian yang Husnul Khotimah, Amin.
SukaSuka
Ceramahnya sangat mengena ya, Mbak…. Dan postingan ini bikin saya merenung….
SukaSuka