Memikul Beban Hidup


Memikul Beban Hidup pada pundakmu sebagai kepala keluarga adalah sebuah tanggung jawab. Beban itu tentulah tak ringan. Ini terlihat jelas dari badanmu yang sudah mulai agak membungkuk dengan dua keranjang bambu yang masih kosong bertengger di bahu. Mana tanpa beralas kaki. Bagaimana kalau kedua keranjang itu sudah terisi penuh? Tentulah kau perlu lebih banyak tenaga lagi untuk membawanya.

Ketika berpapasan dan sempat bertukar beberapa kalimat, aku ikut merasakan ketegaran dalam setiap langkahmu itu 🙂 .

Memikul Beban Hidup***

Unggah Ungguh, Sopan Santun Tetap Melekat. Tidak Tenggelam Oleh Beratnya Kehidupan

Pertemuan kita terjadi tak sengaja, saat aku melakukan kegiatan petualangan dengan bersepeda untuk mengenal lingkungan tempat tinggal. Aku lagi asyik-asyiknya menikmati pemandangan sebuah situ dari balik semak di pinggir jalan tanah itu.

Ketika itu aku sedang berusaha mengabadikan pemandangan situ dengan kamera hape dari bawah pohon besar itu.

Kau datang dari kejauhan.

Ketika kau melintas di dekatku, aku berhenti sejenak dengan kegiatanku. Tak sopan rasanya kalau aku terus asyik dengan kegiatanku.

Melihat itu, kau menyapa sambil tersenyum, mengeluarkan beberapa kalimat dalam bahasa daerah setempat yang takku pahami.

Tapi dari bahasa tubuhmu yang ku tangkap maksud ucapan itu, kau sepertinya bilang ‘permisi’, ijin melintas, telah mengusik keasyikkanku jeprat-jepret situ.

Aku dengan yakinnya juga menyahut,”mau ke kebun, Abah?”. Kamu mengangguk dengan senyum lebar.

Sebuah dialog ringan terlontar dengan sendirinya. Sebuah harmoni terjalin, kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial untuk saling bertegur sapa.

Walau dari segi usia terlihat kau jauh lebih tua, dan itu tak menghalangimu untuk melakukan adab berpapasan dengan sesama makhluk hidup di jalan.

Kebetulan, saat itu posisiku dalam kondisi berhenti di pinggir jalan yang akan kau lewati itu. Kau memberikan contoh pelajaran berharga pada juniorku yang kala itu menemaniku.

Setelah kau berlalu, Juniorku bertanya, “apa Mama mengenal Bapak itu?”

Aku menggeleng.

Junior penasaran, “Kenapa saling mengobrol seperti orang sudah kenal?”

Sopan Santun di Jalan

Aku tersenyum pada Junior, mengingatkannya tentang adab sopan santun di jalan. Sepertinya dia lupa dengan pelajaran mendasar itu.

Adab sopan santun di jalan:

  • Yang sedang berjalan kaki dianjurkan ‘memberi salam’ kepada yang sedang berhenti atau duduk.
  • Yang naik kendaraan, memberi salam kepada yang berjalan kaki.
  • Yang naik motor memberi salam kepada yang memakai sepeda, dan seterusnya.

Junior mengangguk-angguk.

Pelajaran Hidup

Duh Gusti, memikul beban hidup yang tak ringan, tak membuatmu kehilangan adab bersopan santun saat berpapasan di pinggir jalan itu. Padahal tak ada keharusanmu melakukan itu, karena itu adalah jalan yang biasa kau tempuh setiap harinya.

Aku memetik pelajaran hidup yang sudah jarang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari saat ini oleh generasi yang lebih muda.

Hidup dengan semua beban tanggung jawabnya, bagian dari perjalan yang harus di jalani. Jangan sampai beban hidup itu dijadikan alasan atas terkikisnya sifat kemanusiaan dalam diri.

Iklan

13 comments

  1. di jalan raya, karena terburu-buru untuk tiba di tempat tujuan, adab sopan santun kadang ditinggalkan… saya salah satu pelakunya… *koq malah bangga*

    Suka

  2. […] reader blog, saya penasaran dengan judulnya “Kambing”. Ada apa dengan si kambing ini? Memikul beban apa si kambing ini. Soale tanpa ada embel-embel kambing hitam ataupun kambing yang baik untuk hari […]

    Suka

  3. Paling aku tekan klakson dan menundukan kepala kalau papasan dengna oang yang aku kenal kalau di jalan raya tapi itu juga kadang karena konsen naik motornya Tapi kalu jalan kaki ya bilang permisi mbak..

    Suka

  4. Hidup ini emang banyak beban ya, Mbak.. Tapi tergantung gimana sikap kita dalam menghadapinya.. Ada yang enjoy walau keliatan susah, ada yang ngeluh walau keliatan mudah..

    Suka

  5. Kejadian seperti ini yang selalu paling aku nikmati kalau blusukan, Mbak. Bisa dapat kesempatan berinterksi dengan masyarakat setempat meskipun kadang bahasanya tidak sepenuhnya bisa kita mengerti

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.