Perjalanan mudik lebaran kemarin kami lewat jalur pantura. Saya dan keluarga berangkat 28 Agustus malam, di perjalanan lancar, agak tersendat mau masuk Salatiga dari arah Semarang, dibuang lewat jalan alternatif, sehingga baru nyampai Solo 29 Agustus siang.
Dari awal, kami sudah tetapkan bahwa nanti perjalanan jalur balik mudik lebaran kali ini bakal lewat Jalur Tengah Pulau Jawa, karena lewat Selatan sudah pernah.
Makanya saat balik dari Solo kemarin kami melakukannya, tetapi kami hanya bisa menyusurinya setengah perjalanan, sebab kami ada membawa pesan untuk mampir di daerah Tegal, mau tak mau harus naik lagi ke jalur Pantura.
Perjalanan jalur balik mudik dari kota SOLO pukul 11 tanggal 4 September, turun ke Klaten, Prambanan (sembari memperkenalkan peninggalan sejarah pada junior), kemudian lanjut menuju Cangkringan, Pakem, Salam, Muntilan, Borobudur (kesorean), akhirnya milih menginap di daerah Magelang.
Besoknya melanjutkan perjalanan ke Candi Borobudur dan berwisata sampai capek.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan jalur balik mudik lewat Salaman, Wonosobo, Banjarnegara. Di Banjarnegar sempat istirahat di daerah alun-alun kota Banjar, nyicipin dawet ayu serta menanyakan arah ke Wanayasa yang kelihatan di Peta. Akan tetapi petunjuk arah yang tampak dalam kota Banjarnegara tidak terlihat, ini sedikit bingung dan sempat mutar-mutar.
O ya, di sepanjang perjalanan, kami tidak bertemu satu pun pemudik lain yang akan menuju daerah Jakarta dan sekitarnya. Kami hanya bertemu angkutan antar kota.
Kami jadi masuk ke desa-desa. Jalur balik mudik kali ini kami istilahkan seperti perjalanan mencari jejak 🙂 . Akhirnya nyampai juga di Wanayasa.
Dari Wanayasa, berdasarkan peta yang saya pegang dan tanda petunjuk arah jalan, seharusnya kami bisa langsung ke daerah Kalibening. Tetapi teman hidup mengatakan bahwa jalan yang ada di peta itu tidak ada di GPS. Karena dia yang nyetir, penumpang mah ngikut aja. Dia lebih memilih arah Karangkobar.
Di peta terlihat bahwa daerah Karangkobar ini dekat dengan Dataran Tinggi Dieng.
Jalananan yang kami lalui sempit dan mendaki, berbelok, dan banyak hutan. Saya seperti berada di pedalaman lintas Sumatera. Bedanya antar desa di sini lebih rapat dan ramai, listrik juga sudah nyala semua.
Perjalanan jalur balik mudik kami di daerah Karangkobar-Kalibening-Peninggaran ini di lewati sekitar pukul 4 sore.
Ternyata berada di jalur perbukitan tidak harus siap dengan berbagai situasi. Dari rambu-rambu di jalan dan peta, hanya memberitahukan kalau daerah tersebut rawan longsor.
E alah, ternyata daerah tersebut juga rawan kabut. Jarak pandang cuma ujung kendaraan, jalan tidak terlihat sama sekali. Awalnya junior saya kegirangan, serasa berada di negeri awan katanya, dikelilingi lautan kabut. Tapi kemudian keder juga.
Kendaraan jalan merangkak, beberapa kendaraan yang berpapasan ada yang memilih menepi.
Karena kami tidak begitu mengenal daerah tersebut, yang tampak kiri kanan lembah dan bukit secara samar, jauh dari rumah penduduk pula, makanya tetap memutuskan jalan pelan-pelan.
Teman hidup meminta saya untuk memfoto sekeliling. Saya bilang ntar aja, wong lagi deg-deg an, dan ga tau kabut ini bakal hilangnya kapan.
Ada mungkin kami sekitar satu jam berada di jalan yang berkabut. Setelah kabut agak menipis, saya baru berani mengambil beberapa foto *cemen ya*.

Lepas dari daerah kabut, kami keluar di daerah Kajen. Hari sudah mulai gelap, saya meminta untuk lebih cepat keluar dari perjalanan jalur balik mudik kami yang mblasak mblusuk ini.
Jalur Kajen- Sragi yang kami lewati jalan desanya banyak yang rusak, keluar Comal- Pemalang – kemudian melanjutkan perjalanan lewat jalur umum Pantura. Kami bertemu keramaian lalu lintas lagi, macet lagi, istirahat lagi. Nyampai rumah di Bekasi tanggal 6 September siang, emak beberes, Junior setelah mandi langsung nyari mainan autobots 😀 ).
Perjalanan jalur balik mudik mblasak mblusuk yang asyik bagi kami. Ga macet, ga salip-salipan, cuma menyusuri jalur alternatif dengan panduan PETA dan GPS. Lain waktu jalur ini sepertinya harus dilintasi sampai selesai.
Ini Peta Perjalanan Jalur Balik Mudik yang kami lewati (bintik merah).
Catatan ini hanya sebagian cerita perjalanan jalur balik mudik lebaran kami tahun ini 😳 . Bagi teman-teman blogger yang daerahnya saya lewati, lain kali ajak saya mampir yaa 😀 ( saya bukan blogger sejati yang selalu online 😉 ).
Wah, nggak nglewati Kendal ya…
SukaSuka
Panjang dan penuh kelokan jalurnya, Mbak. Sayang gak lewat Pati… (biar tambah muter??)
SukaSuka
Adalah sebuah kesalahan jika melewati Jogja tapi tidak mampir ke rumah saya.. Lain kali jangan diulangi ya..? Hahaha… 😀
SukaSuka
kayaknya lewak daerahku ya…..di kepil…..kab wonosobo…..
SukaSuka
wow jalur mudknya panjang, saya cuma ke dua kab sebelah 🙂
SukaSuka
selamat ber mudik ria …
SukaSuka
Maaf lahir bathin
SukaSuka
wahhh gak tahu daerah ini nih.. hati hati di jalan aja deh buat yang mudik , moga selamat sampai di tempat tujuan 😦
SukaSuka
Waduh …
Keder juga ya Bu kalau melewati daerah yang berkabut …
Tapi sepertinya asik nih untuk di coba …
tentu diluar saat Lebaran …
Mudah-mudahan lebih lancar
Salam saya Bu
SukaSuka
seram juga lewat jalan berkabut, apalagi di malam hari
SukaSuka
wuaah, pasti cape bgt ya mba..
Hehehe
SukaSuka
Karang Kobar belok kiri 5 km nyampe deh kerumahku mbak.. Semoga tahun depan bisa menuntaskan jalur yang belum sempat disinggahi.. Syukur-syukur mampir.. 😀
SukaSuka
Yang paling penting adalah bisa sampai di rumah dan kembali dengan selamat. Tidak kurang sesuatu apapun. Mudik, hari ini sudah menjadi PETUALANGAN.
Eniwei berangkat 28 malam itu maksudnya apa ya??
SukaSuka
salam knal
SukaSuka
Allhamdulillah perjalanan mudik dan pulangnya lancar ya
SukaSuka