Sebuah catatan untuk diri menyentil dari situasi yang tak disangka. Lagi asyik ngelihat-lihat brosur yang ditaruh di depan pagar rumah, mulai dari promo supermarket yang semakin menjamur, kredit mudah motor/mobil (nyicilnya mah tetap aja pakai duit dan mikir 😛 ). Brosur sekolah penerimaan murid baru, sampai brosur iming-iming pinjaman tanpa angunan. Ho-o-o,, ntar bayarnya seret, dikejar-kejar debt collector dah. Pesan moralnya: dengan berserakannya godaan di sekitar, tetap ukur kemampuan diri sendiri
Tiba-tiba dari dalam terdengar suara di TV, ada pernyataan dari seorang pakar hukum, yang menarik untuk dicatat dan dipahami.
“Bangsa ini akan susah untuk bangkit, selagi hukum tidak ditegakkan untuk keadilan, tetapi hanya sebatas untuk pemuasaan pencitraan. Masih banyak orang-orang yang terdzolimi atas nama penegakkan kebenaran”.
Hmm, kepala saya jadi ikutan mikir, kalau buat kita-kita yang bukan perangkat hukum, ini memang terlalu jauh untuk bisa diterapkan. Secara kita tidak punya kewenangan untuk itu.
Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak tindakan yang mengabaikan kiri-kanan demi prinsip yang kita anut sendiri.
Kita dengan mudah mengatakan, orang ini terlalu menggurui, orang itu terlalu menceramahi, orang ono bisanya teori doang. Tak ada satu pun orang yang tepat. Saling mengingatkan baik, tapi secukupnya.
Dalam pemikiran kita, hanya kitalah yang berbuat paling benar, kita merasa tidak pernah menyakiti siapapun, hanya karena mampu mengeluarkan dan menunaikan kewajiban tepat waktu sambil membusungkan dada.
Kita merasa sudah menolong kehidupan seseorang hanya dengan menjembatani kesempatan kerja, tetapi hari-harinya kita isi dengan kata-kata, ‘karena kitalah dia masih bisa tersenyum‘. Tanpa kita sadari, kita melakukan kebaikan pada orang lain hanya untuk memuaskan ego kita agar dianggap orang baik dan berjasa. Setelahnya, kita tak sungkan untuk mendzolimi perasaan orang lain yang juga manusia 😦 .
Ahh,,, ternyata kita tak jauh berbeda dengan pemimpin yang di sana itu. Mungkin, kalau kita diberikan kesempatan yang sama pada “posisi itu”, kita takkan jauh lebih baik dari mereka 😥
## Sebuah catatan untuk diri, Aku harus banyak belajar lagi menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan keluarga. Agar ke depannya terlahir pemimpin yang benar-benar peduli terhadap kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya 😳
Ya Tuhan, aku berlindung dari godaan diskon yang terkutuk,,
SukaSuka
Amin.. ak..ak.. bisa aja.. 😀 * ngekek guling-guling
SukaSuka
Mas broooo komen mu bikin ngakakkakakakakak
SukaSuka
Hahaha Godaan diskon memank sangat menggoda ! >_<
SukaSuka
Menilai orang lain emang lebih mudah yak daripada menilai diri sendiri
SukaSuka
Wah nice post mbak salma….. memang rasanya sulit untuk bangkit bila kondisi negri ini kayagini dengan kita awali dari diri sendiri dengan berbuat hal berarti semoga saja pelik dinegri ini segera teratasi…….:)
SukaSuka
Biarlah yang jadi pemimpin keluarga itu lelaki… 🙂
SukaSuka
Pembelajaran yang bagus ini, uni. Ukur dulu diri kita jangan asal cuap2.
SukaSuka
tengah bulan nih Mbak…
*mecahin celengan plastik
**curcol di tengah siang yang terik
SukaSuka
bener banget mba, meski negara sedang awut-awutan, tapi kita nggak bisa menyalahkan pemerintah begitu saja, harus ada dukungan, dimulai dari diri sendiri menuju perubahan yang lebih baik.
salam hangat, bangauputih ^_^
SukaSuka
Jadi mikir lama untuk berkomen….dalem banget nih Uni
SukaSuka
Boleh tukar link?
Dengan nama : Ysalma
Semoga sobat mau bertukar link dengan saya 😉
SukaSuka
masbro, selain terkutuk diskon juga menumpuk 🙂
SukaSuka