Alasan Konsumen Berhenti Menjadi Pelanggan Setia UMKM


Alasan konsumen atau pembeli memutuskan berhenti menjadi pelanggan setia, atau tidak melakukan pembelian berulang di kesempatan berikutnya, khusus untuk pelaku usaha kecil dan menengah atau bisnis UMKM menjadi sebuah catatan pengingat. Ini merupakan hasil riset nggak sengaja secara pribadi.

Saya sebagai ‘tukang beli’ karena anggota keluarga di rumah suka jajan, ngemil, dan terkadang menu setiap kali makan harus ganti. Lumayan membuat saya kelimpungan sebagai emak-emak yang nggak bisa masak sat set, jadi.

alasan konsumen berhenti jadi pelanggan setia

Karena ‘tukang belanja’, Teman Hidup saya memiliki beberapa tempat penjual masakan matang, atau penjual camilan dan minuman favorit.

Berbeda dengan saya, yang penting sudah ada buah, sudah aman, nggak perlu lagi camilan aneh-aneh lain.

Setahun belakangan, gerak Teman Hidup kan sedikit terbatas, maka saya lah yang berangkat ke tempat langganannya untuk membeli menu yang diinginkannya.

Nah, selama saya jadi pembeli ke warung atau tempat makan atau penjual camilan yang awalnya ramai banget, membelinya kudu ngantri lama, semakin ke sini pelanggannya semakin menyusut.

Yang awalnya membuka usaha di dua ruko, sekarang tinggal satu ruko saja yang difungsikan. Yang awalnya menawarkan menu beragam, sekarang hanya ada beberapa pilihan. Untuk menu sarapan, yang awalnya langsung habis dalam dua jam, sekarang hingga siang masih ada.

Terlepas dari persaingan bisnis yang semakin ketat, kondisi ekonomi yang menurut sebagian orang baik-baik saja, padahal banyak yang ingin mengeluh tapi hanya bisa dalam hati agar diberi kekuatan dan semangat menjalani kehidupan.

Berdasarkan pengamatan dan situasi yang saya temui saat datang berbelanja, sepertinya ada hal-hal kecil yang ikut berperan pada merosotnya usaha yang dimiliki oleh beberapa orang yang menjalankan bisnis dengan dikelola secara tradisional tersebut.

Sayang banget, mereka sudah tau Bagaimana Cara Memulai Bisnis UMKM sedang orang lain susah untuk melangkah, jadi ikutan sedih melihat bisnis yang sudah berjalan dan stabil, tapi kolaps karena sikap pemiliknya.

Jadi, catatan tentang alasan konsumen berhenti menjadi pelanggan setia atau tidak lagi melakukan pembelian berulang ini sebagai pengingat untuk diri sendiri, ataupun orang-orang terdekat yang ingin menjalankan sebuah usaha atau sebagai penjual produk dalam bentuk barang maupun jasa.

1. Rasa atau Kualitas Mulai Tidak Konsisten

Rasa memang soal selera, tetapi, pelanggan setia sudah tentu menyukai autentik rasa atau kualitas yang ditawarkan dalam waktu yang lama.

Begitu pemilik usaha mulai mengganti bahan dengan kualitas yang lebih rendah, tentu akan mempengaruhi cita rasa makanan atau produk yang ditawarkan.

Lidah pelanggan setia pastinya yang pertama mengetahui perubahan kualitas rasa tersebut. Sekali, dua kali, mungkin masih dimaklumi. Begitu yang ketiga, pelanggan setia akan memilih mengucapkan cukup dan selamat tinggal. Menjaga cita rasa dan kualitas adalah koentji mempertahankan pelanggan setia.

2. Harga Tidak lagi Bersaing

Ada penjual pecel yang memberitahukan kenaikan harga jual sembari curhat karena harga bahan-bahan sudah naik semua.

Saya sebagai salah satu konsumen yang ngantri, ikut bersuara sama dengan konsumen lain, “nggak apa-apa harga naik, atau porsinya sedikit dikurangi, tapi cita rasa tetap. Jika rasa yang ‘dimainkan’, pelanggan pasti akan lari.”

Hanya saja dalam pikiran saya sempat terlintas, kalau bukan penyuka pecel seperti saya, sepertinya pembeli akan berpindah.

Pecelnya doang harganya hampir sama dengan seporsi ketoprak, yang lokasinya tidak jauh dari tempat penjual pecel. Sama-sama berbumbu kacang, sedikit beda di sayuran, rasa juga sama-sama bersaing, tapi porsi lebih banyak ketoprak. Yang terbiasa porsi kenyang dengan rasa boleh lah, tentunya akan berpaling dari pecel ke ketoprak.

Ketika saya membeli pecel lagi setelah sekian lama, antrian yang membeli sudah tidak seperti dulu lagi. Hal itu sepertinya berdampak juga pada rasa bumbu pecel, kacangnya terasa agak apek, penjual sepertinya tidak menggunakan gilingan kacang baru, hiks.

Harga seporsi pecel naik, tapi pelanggan berkurang banyak, malah berimbas pada kualitas rasa. Akhirnya, harga tidak lagi sesuai rasa, pelanggan menjauh. Sayang banget.

3. Penjual Ghibahin Pelanggan

Pernah juga, ketika lagi ramai-ramainya ngantri, penjualnya ghibahin salah satu pelanggannya yang baru saja pergi. Dia ghibah dengan salah satu pelanggan yang mungkin sudah kenal dekat.

Pelanggan lain seperti saya, mau tidak mau ikutan nguping ghibahannya. Walau kita yang ngantri sepertinya sibuk dengan ponsel masing-masing, tapi dalam pikiran pasti terbersit, “wah, selanjutnya bisa-bisa saya yang jadi bahan ghibahan oleh si penjual nih. Enggak lagi deh belanja di sini.”

4. Penjual Memarahi Pasangan / Karyawan di depan Konsumen

Kalau pasangan atau karyawan yang dimarahi melakukan kesalahan fatal, mungkin konsumen yang melihat kejadiannya akan memaklumi.

Tetapi, jika beberapa kali belanja, hampir selalu melihat si penjual mengomeli pasangan atau karyawan yang membantunya, yang jelas-jelas juga sama capek, auto bikin ilfeel.

Sepertinya si penjual nggak siap memiliki konsumen setia yang banyak, orang-orang terdekat yang membantunya tidak dihargai, apalagi pada konsumen. Makasih deh.

5. Penjual Ngeremehin Pelanggan

Pernah saat lagi ngantri menunggu pesanan, tetiba istri dari pemilik usaha yang sepertinya selesai nganterin pesanan ke tetangga tempat usahanya, merepet ke suami dan yang bantu-bantu di tempat usahanya, dengan suara kencang, “Si A pesanannya cuma sekian ribu, tapi ngajak ngobrolnya lama bener, bla-bla.”

Kita yang lagi nunggu pesanan kan jadi bengong, sambil lirik-lirik, padahal nggak saling kenal.

Mungkin dalam hati juga sama-sama bergumam, “Lah, si ibu diajak ngobrol, kalau nggak berkenan kan bisa pamit dengan alasan buru-buru karena lagi rame di toko. Kalau nggak mau delivery order yang nominalnya dikit, kenapa nggak bikin minimal DO? Orang membeli produk sesuai harga yang dijualnya, kenapa ujungnya jadi ngeremehin pembeli?”

Repetan si ibu pemilik bisnis sudah pasti memberi rasa tidak nyaman pada pembeli yang kebetulan ikut mendengar. Kalau itu sebuah kebiasaan si ibu, ya pelanggan milih kabur, mending belanja ke tempat lain yang menghargai pembelinya dengan hati dan penuh syukur.

6. Penjual Menjelekkan Pemilik Usaha Lain

Mungkin maksudnya baik, memberi informasi pada konsumen setianya, kalau belanja keperluan lain di toko yang ada di sekitar tempat usahanya, sebaiknya belanja di toko A karena pelayanannya bagus.

Seharusnya informasi yang diberikan cukup sampai di situ saja. Pengalaman yang kurang mengenakkan cukup disimpan, kecuali si pelanggan menyahut kalau dia punya pengalaman kurang memuaskan di toko ono.

Jangan sampai pemilik bisnis menjelekkan toko B, C, hingga F hanya berdasarkan persepsi pribadi atau berdasarkan ‘katanya’.

Yang mendengar kan jadi berasumsi, “Nih penjual ternyata punya rasa dengki pada sesama pemilik bisnis walau beda jenis usaha yang dijalankan.”

Dari keenam alasan yang menjadi penyebab pelanggan setia kabur dan berpindah belanja ke tempat lain seperti uraian di atas, sepertinya lebih banyak kenyamanan pembeli yang tanpa sengaja terabaikan oleh hal-hal yang nampak sepele oleh pemilik usaha.

Semoga catatan ini bisa menjadi bahan evaluasi dalam menjalankan dan mengelola usaha, agar dapat mempertahankan pelanggan setia dan menambah pelanggan baru.

Saat ini, selain rasa dan kualitas, kenyamanan adalah yang terpenting, pembeli dan penjual sama-sama saling membutuhkan.

Semangat melebarkan usahanya ya, Temans.
Salam jejak #Bisnis dari mata, rasa dan pikiran YSalma.

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.