Pepatah (Ungkapan) Minang: Nan Lalok Makanan Nan Jago


Nan Lalok Makanan Nan Jago pada kaos
Tulisan pada kaos sebagai ungkapan satire.

Pepatah Minang atau ungkapan dari daerah Sumatera Barat yang berbunyi “Nan Lalok Makanan Nan Jago.” Ungkapan ini dalam kalimat bahasa Indonesia sama dengan “Yang Tidur Makanan Yang Bangun/Yang Terjaga.”

Maksud atau makna dari ungkapan dalam kalimat ini adalah: mereka yang lengah, yang kurang cerdik, akan menjadi ‘mangsa’ mereka yang awas atau siaga.

Nan Lalok Makanan Nan Jago, Ungkapan Berkonotasi Negatif

Pepatah Minang yang satu ini berkonotasi negatif, bukanlah sebuah kalimat ungkapan bijak. Ungkapan ini sering digunakan untuk menggambarkan bentuk persaingan dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih tepatnya dalam hal kepemimpinan atau ingin menjadi yang terdepan tapi dengan cara culas, cara kurang elok. Cara yang memanfaatkan kelengahan teman sendiri.

Misalnya, mereka yang sudah menduduki sebuah jabatan, kemudian memanfaatkan kedudukannya tersebut untuk ‘menindas’ atau membodohi bawahan atau anak buahnya.

Ungkapan kalimat nan lalok makanan nan jago konotasinya hampir sama dengan “nan andiak pabudak nan cadiak’ (yang bodoh perbudak yang cerdik). Seharusnya yang cerdik yang memimpin, bukan sebaliknya. Manusia bisa membalikkannya karena keserakahan, entah karena uang atau jabatan. Ungkapan untuk mereka yang suka memanfaatkan orang lain untuk keuntungannya sendiri.

Contoh penggunaan ungkapan ini:

Kalau menurut saya, mereka yang mempraktekkan ungkapan ini dalam kehidupannya boleh dibilang sebagai si penikung.

Misalnya, beberapa orang terhimpun dalam sebuah kelompok. Kemudian mereka bersepakat membuat sebuah kegiatan. Sebuah kegiatan yang memerlukan ‘persetujuan suara’ banyak orang lain terlebih dahulu.

Semua anggota selanjutnya kebagian jatah pekerjaan untuk mensosialisasikan rencana dan membujuk orang lain.

Mereka masih menyebut diri tim koordinator.
Mereka sepakat untuk tidak menunjuk siapa yang jadi pemimpin. Nanti saja kalau suara yang setuju dengan project, di luar tim koordinator sudah dapat dipastikan.

Setelah hampir 99% suara orang luar didapatkan.

Ada anggota yang kelelahan, milih istirahat sejenak.
Ada yang merasa sudah tinggal sedikit lagi, ia menurunkan ritme kerjanya. Maksudnya biar ntar bisa sama-sama berlari hingga akhir, dia hanya membutuhkan waktu jeda sebentar untuk penyegaran.

Nah, pada detik terakhir ini muncul tipikal anggota tim koordinator yang ingin segera selesai dan ‘tampil’. Tapi, dia ini tidak hanya menyelesaikan yang menjadi tugasnya, tapi juga mengklaim project secara keseluruhan.

Karakter yang terkhir ini tanpa sungkan juga menasbihkan dirinya sendiri sebagai pemimpin project, yang seharusnya melalui mekanisme persetujuan tim koordinator secara keseluruhan dan melalui pemungutan suara.

Rekannya yang lain hanya bisa melongo, bisanya mengumpat dalam hati.
Karena pilihan yang tersisa hanya ada dua, tetap bergabung atau keluar dengan mengikhlaskan hasil kerja sebelumnya pada teman penikung. Posisi tidak bisa protes, karena suara orang luar yang tidak tahu ‘jeroan’ tim koordinator sudah mengiyakan saja.

Karakter terakhir yang banci tampil ini mewakili ungkapan, “nan lalok makanan nan jago” pada rekan sekelompoknya itu. Teman yang tega pada teman, kelompok, ataupun orang yang dikenalnya dengan baik.

[Simak juga ungkapan lain dari Minang: Takicuah di nan tarang]

Tulisan Sablon Pada Baju Kaos, Sebagai Ungkapan Satire?

Beberapa waktu lalu, teman hidup saya ada keperluan ke Bukittinggi Sumatera Barat. Pulang dari sana, Ia membawa beberapa baju kaos bersablon dan bordiran sebagai cendra mata.

Baju kaos yang dibawa itu ada yang bordiran gambar Jam Gadang dan khas Minang lainnya.

Ada satu kaos sablon bertuliskan kalimat “Nan Lalok Makanan Nan Jago” yang dipamerkannya.

Membaca tulisan pada kaos itu, saya ngakak, “memangnya kamu tahu makna dari kalimat itu?”

Teman hidup saya nyengir, “kata yang jual, ini kalimat ungkapan satire Minang yang sangat keren”.

Saya pun menjelaskan makna ungkapan Minang “Nan lalok makanan nan jago” yang dianggap satire itu.

Teman hidup mengangguk-angguk, “kalau begitu, lebih baik sama-sama tidur, atau sama-sama bangun. Bahaya kalau yang satu bagun yang satunya tidur’.

“etdah,,, lari kemana pula bahasannya 😆 “.

Temans YSalma, adakah telinganya yang sudah familiar dengan ungkapan daerah ini? Atau pernah dengar ungkapan daerah lain yang pengertiannya hampir mirip dengan ungkapan Minang ini? Bolehlah kita bertukar ungkapan daerah 🙂 .

Kesimpulan

Ungkapan ini walaupun bermakna satire. Tapi tujuannya untuk mengingatkan. Bisa sebagai motivasi agar tidak lengah dan males-malesan. Bisa sebagai pengingat, bahwa yang menjadi ‘rival/pesaing’ bukanlah orang jauh, tapi teman terdekat. Pintar-pintarlah mencari teman menghabiskan malam #eh.

Iklan

20 comments

  1. Hemmm…apa ya? Saya belum pernah dengar ungkapan seperti itu dalam bahasa saya, bahasa Jawa. Atau saya yg kurang kaya kosa kata, hehhehe..
    Tapi kurang lebih paham maknanya mbak.. Hmm, msh penasaran mengingat2 dalam bahasa Jawa apa ya ?

    Suka

  2. Bijak juga tulisan di kaos itu ya Mbak.
    Sebagai pengingat, jangan sampai kita lengah, lalai, kurang menimbang, sehingga akhirnya bakal menjadi “makanan empuk”

    Salam,

    Suka

  3. Wah, saya baru denger pepatahnya. Maklum, saya orang sunda. Jadi gak ngerti. Tapi abis baca tulisan ini jadi paham, nanti kalau ke padang beli kaosnya gambar jam gadang aja. 😂

    Suka

  4. Ilmu bru nih kak, sya mlah baru tahu ad ungkapan semacam ini. Semoga tk lntas membuat kita bnyk berprasangka y, intinya sih kenal boleh, sling sapa ataupun berteman, tapi ttp waspada. 😉

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.