Judulnya bikin muntah. Abaikan saja .
Godaan gemerlap dunia berupa tahta, wanita dan harta, sepertinya akan abadi mengikuti langkah-langkah mereka yang ‘terpilih’ dimata manusia dan sedang diuji oleh Sang Pemilik Segalanya dalam menapaki jalan bernama kehidupan ini.
Belakangan ini begitu banyak berita yang membuat kepala berdenyut lebih keras. Itu semua efek seorang rakyat kecil yang sok mau mengikuti apa yang terjadi di negeri tempat dia tinggal.

Kemudian, semua itu berlanjut menjadi obrolan sengit di warung kopi dan dunia maya. Tak jarang terjadi debat kusir yang tak berkesudahan. Kadang berujung perpecahan dan tak saling tegur. Pertemanan yang berbilang tahun, usai dalam sekejap.
Setelah itu bingung sendiri, membedakan siapa yang menyampaikan berita yang bisa dipercaya.
Si Fulan yang biasa kritis, diperiksa karena diduga akan merusak tatanan yang sudah ada. Si Anu mendapat keringanan hukuman karena dia diduga hanyalah korban jebakan betmen untuk menyelamatkan ‘atasannya’ saat itu. Di saat bersamaan, si Ono diciduk karena di duga melakukan hal yang melanggar aturan.
Semuanya tentang orang-orang penting di negeri ini.
Kabar yang membuat mereka yang “diatas” itu ‘tergelincir’ tak jauh dari seputaran jabatan, harta dan hampir selalu disertai wanita.
Wanita, ternyata kau benar-benar penentu keberlangsungan hidup. Baik sebagai penerus generasi dalam keluarga, penentu kesuksesan & kejatuhan seorang lelaki dan juga pencetak generasi baru negeri ini.
Aku bangga jadi seorang wanita.
Tapi kau yang bukan seorang wanita, janganlah kau salahkan wanita sebagai setan penggoda, coba berpikirnya dilihat secara terbalik, bahwa kaulah yang tak tahan godaan.
Bukan kekuasaan, uang atau wanitanya yang salah.
Hanya satu berita yang belum berubah saat ini, harga cabe masih bersaing dengan harga daging. Tapi tak ada berita bahwa petani cabe menjadi tajir mendadak.
Daripada pusing dengan berita yang beredar, lebih baik lakukan apa yang menjadi tanggung jawabmu, kau sukai dan jangan urusi apa yang bukan menjadi urusanmu.
***
Aku hanyalah seorang pekerja, karena kepedulianku pada kesejahteraan karyawan, aku ikut bersuara lantang memperjuangkan hak. Teman-teman senasib mempercayakanku menjadi wakil mereka. Aku pun dikenal sebagai penyambung lidah yang handal. Yang awalnya hanya suara untuk pemimpin perusahaan tempat bekerja, berlanjut corong suara terhadap penguasa, lingkup yang lebih luas.
Koneksi bertambah.
Jabatan dipusat kekuasaan pun akhirnya menghampiri.
Kepalaku yang awalnya selalu berpikir kritis, mataku yang selalu awas, mulutku yang selalu menyuarakan keadilan.
Sekarang, aku hanya merasa bahwa tak ada yang salah dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Bahkan aku beranggapan, mereka yang masih bersuara lantang diluar kekuasaan, hanyalah mereka yang sedang mencari perhatian.
Biar saja mereka mau berkata apa, “kedudukan sudah membuatku lena? Harta membuatku selalu kehausan dan selalu ingin lebih?”
Aku tak peduli.
Bahkan, tanpa diminta dan dicari, wanita pun mulai jadi pelayan terbaikku dengan sukarela.
Aku hanya memanfaatkan situasi yang ada, sebelum roda kekuasaan berputar.
Ada yang merasa tersakiti dengan sikapku? Itu urusan mereka dengan hatinya.
Yang jadi buruh silahkan nikmati pekerjaan yang masih ada itu, jangan berisik. Yang mau bersuara lantang, silahkan saja berharap suaramu bisa didengar.
Aku sedang menikmati posisiku sebagai mantan aktivis yang dulu langkahnya diawali dengan apa yang sedang kalian lakukan saat ini. Selamat berjuang, aku takkan mau kembali lagi ke tempat susah itu.
***
Awalnya aku begitu bercita-cita untuk sampai ke jenjang karir tertentu. Aku loncat dari satu perkumpulan ke perkumpulan lain.
Aku seorang idealis yang menyuarakan keadilan.
Tapi, sepertinya waktu bisa mengambil semuanya, jika nurani ku abaikan begitu saja.
Mereka yang mengenalku dari aku berproses, ada yang mengingatkan bahwa salah satu dari tiga hal yang menjadi pintu kehancuran, mulai menggerus apa yang dulu menjadi prinsip hidupku. Aku berterima kasih selalu ada yang mengingatkanku. Tapi, mau sampai kapan?
Disisi lain, ada juga yang mengaku teman seperjalanan, juga menyodorkan hal-hal yang menggiurkan ku sebagai seorang manusia.
Pertahanan ku bobol.
Aku pun menjadi salah satu pesakitan karena tindakan yang dulu begitu sangat ku benci.
Setelah semuanya terjadi.
Mungkin mataku baru bisa melihat, bahwa bukan hanya keluargaku yang tersakiti oleh salah langkahku. Orang-orang yang tak bersentuhan langsung, bahkan hanya mengenalku dari kejauhan, ikut tertunduk. Mereka tak menyangka bahwa aku yang menjadi kebanggaan bisa melakukan kekeliruan hampir diujung waktu perjalananku.
Mereka tak tahu pasti apa yang terjadi. Apa yang menimpaku saat ini adalah jebakan atau memang kebiasaanku. Tapi, mereka semua menyayangkanku yang salah memilih langkah bersama teman yang mengayun ke arah lumpur hidup yang setiap waktu bisa saja menghisapku.
Nasi sudah jadi bubur. Nama baik yang dibangun bilangan tahun, hancur dalam hitungan menit pemberitaan yang tak gamblang menyampaikan, apa aku benar-benar sudah terpuruk dalam godaan gemerlap dunia bernama kekuasaan, uang dan wanita. Atau aku berada ditempat dan waktu yang salah dan baru mulai tergoda melakukan hal itu.
Tapi, dimata penonton sudah tak ada bedanya lagi, mau coba-coba, jebakan atau memang sudah kebiasaan. Pengkhianat amanah tetaplah seorang pengkhianat.
Boleh dibaca juga catatan pikiran lainnya : Mencari Jalan Pintas.
***
Kita yang jadi penonton.
Mereka yang kita bilang sudah terbongkar kedoknya selama ini, atau yang masih memakai topeng, jangan hanya sibuk membicarakannya saja.
Ada hal yang bisa kita ambil dari mereka sebagai pembelajaran.
Saat kita diberi kesempatan yang sama untuk mencapai kedudukan yang menggiurkan dan banyak godaan itu, janganlah mudah kena rayuan apapun. Jangan berani-berani mencobanya. Tak ada bedanya dalam penilaian masyarakat kalau sudah ketahuan, kau baru mulai mencoba atau memang sudah lihai.
Ketika kau mencoba mengkhianati apa yang kau perjuangkan selama ini. Teguran itu pasti datang, baik secara langsung atau tidak. Waktu yang akan menjawabnya.
Mereka yang sudah ‘terbongkar’ bahwa mereka yang terduga menyelewengkan amanah. Mungkin di balik dinginnya ruangan pembalasan dunia, mereka menyeseli semua kekeliruan yang sempat mereka lakukan. Mereka memohon ampun atas nama Tuhan yang mereka yakini, kemudian menebus semua kesalahan itu yang tidak ada dalam pemberitaan media.
Sementara kita yang sok jadi pengamat, masih disibukkan dengan caci maki.
Mungkin, dimata manusia lain kita termasuk manusia bersih dengan tidak melakukan kesalahan yang telah diperbuat oknum-oknum itu. Tapi tidak menuntut kemungkinan bahwa kita yang mudah mencaci, tak ada bedanya dengan mereka yang kita hujat, hanya berbeda wajah dan sebutan.
Daripada menghujat, mending mulai bertindak. Rangkul anak-anak yang ada disekitar kita. Tanamkan nilai-nilai kebaikan, kasih tau rambu-rambu yang harus mereka taati saat mereka meniti jalan kehidupan nanti. Berikan contoh terbaik dalam hal saling mengingatkan, jangan biarkan teman tergelincir, segera tarik kembali kejalan yang seharusnya.
Ingatkan juga mereka yang masih belajar berjalan itu, bahwa yang paling tersakiti oleh kekeliruan yang nanti dilakukan dalam hidup adalah orang tua, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
***
Hidup adalah perjalanan, mungkin saat menapakinya kau hanya bertemu jalan lurus dan mulus. Tapi, yang lain, ada yang harus melalui jalan penuh gemerlap godaan bernama tahta, harta dan wanita. Saling mendo’kan bahwa anak keturunan bisa melewati jalan manapun mereka memulai langkah, hingga selamat sampai akhir.
***
Hanya catatan diri dalam hal saling mengingatkan, manusia tetaplah makhluk yang masih jauh dari kata sempurna. Jika ada yang berbuat tak sesuai dengan aturan yang berlaku, yang salah bukan orangnya tapi sikap yang dia pilih.
Selamat berakhir pekan ❤ ❤ ❤ .
Selama manusia ingat bahwa Tuhan itu maha adil itu sudah cukup. Perbuatan buruk apapun pasti akan mendapatkan balasan. Dengan ingat hal kecil semacam itu akan mengingatkan kita untuk tidak berbuat yg melanggar nilai-nilai di masyarakat.
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya sih Shiq4, tapi manusia kadang kan banyak lupanya. Ingatnya pada saat udah kepeleset.
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih Uni, postingan ini jadi pengingat kami pembaca akan perjalanan hidup. Tetap waspada agar tidak mudah tergelincir sungguh berharga. Keluarga sebagai tatanan inti dan mini menjadi sangat penting untuk menyemai benih keutamaan ya. Salam
SukaDisukai oleh 1 orang
Ini juga hanya catatan pengingat buat saya pribadi, bu Pery dan beberapa teman yang saat ini perlu saling menguatkan diri agar bisa menerima imbas dari sebuah kekeliruaan yg bukan mereka yg melakukannya 🙂
SukaSuka
wuah mba Salma…artikelnya tajam sekali, Cinta suka 😍💙💙💙👍👏👏👏
mncoba memahami dr sudut pandang orang lain…”bagaimana jika aku menjadi kamu, ia, atau mereka, bisakah, mampukah?”
kl sudah gni, jwban Cinta ya cuma 1…”masih jauh dr kata mampu” 😁
SukaDisukai oleh 1 orang
Cinta bisa aja. Saya kan juga mantan buruh yang sedang belajar melihat dari berbagai sudut pandang. Dan juga belum mampu berbuat apapun, kecuali menulis cak adul di blog 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
tapi tapi tapi…tulisan cak adulnya keren! 👍
SukaSuka
Kalau kata orang-orang dulu, triknya menjalani kehidupan itu ada dua: eling lan waspodo. Ingat-ingat perkara diri dan waspada godaan yang datang. Semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya. Harus waspada, karena menurut saya orang-orang itu jatuh karena mereka lupa diri. Pelajaran bangetlah bagi kita, tidak ada manusia yang sempurna. Yang kejadian ini pun jatuhnya karena masalah sepele. Haduh banyak ya yang masih harus kita pelajari.
SukaDisukai oleh 1 orang
Sepakat gara, harus tetap ‘sadar’ dimanapun berada ya. Jika sempat lupa dan kehilangan ‘kesadaran diri’ kesenggol angin agak kenceng aja juga bisa jatuh terjungkal.
SukaSuka
Iya Mbak, pijakan kaki memang mesti kuat, hehe.
SukaDisukai oleh 1 orang
tidak mudah memang uni bergaul dengan segala macam manusia dengan berbagai tingkah laku
kita musti hati2 pilih teman ya
SukaDisukai oleh 1 orang
Benar banget Kak. Walau sudah terbiasa dengan tatanan yang kuat, tapi jika yang dijalani berbeda, tanpa diminta pun sepertinya kita akan menyesuaikan diri. Pepatah jika berteman dengan penjual parfum akan ikut wangi,,, benar adanya ya Kak.
SukaSuka
Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk untuk bisa memilih jalan di zaman yang ternyata luar biasa digelar godaan berikut orang-orang yang tersilap.
SukaDisukai oleh 1 orang
Sepertinya meminta dan memohon dengan sangat ya Pak. Bingung kondisi saat ini, harus bisa menahan diri semuanya.
SukaSuka
gw melihat terllau banyak pejabat yang akhir nya tergelincir, dan miris banget melihat dulu mereka hidup bergelimpangan trus sekarang terkurus terbelenggu akan arti sebuah kebebasan
SukaDisukai oleh 1 orang
Seperti itulah Kak Cum. Sangat-sangat disayangkan. Padahal ga ada kurangnya lagi.
SukaSuka
Dari dulu sampai sekarang 3 hal itu selalu menjadi godaan terberat ya mbak salma
SukaDisukai oleh 1 orang
Dan kaum kita ada di salah satunya 🙂
SukaSuka
[…] Boleh dibaca juga tulisan : Godaan Gemerlap Jalan Kehidupan Dunia […]
SukaSuka
Sebenarnya jika kita mau melihat diri bahwa kita bukan makhluk sempurana juga penuh dosa. saya yakin kita malu jika menghujat orang. Karena diri ini aja tidak sempurna masak mau menghujat
SukaDisukai oleh 1 orang
Benar sih, tapi itu pas ‘diri’ dalam posisi tenang. Begitu diri mulai terpancing, wassalam deh sahut-sahutannya. Lupa teman dan sahabat.
SukaDisukai oleh 1 orang