Menjemput Nikmat Yang Terserak dengan langkah kaki pagi yang mengayun begitu mantap menyusuri jalanan yang kau lalui. Melompat dengan sigap saat bertemu genangan air. Bertegur sapa dengan akrab dan penuh semangat saat bertemu teman se profesi. Semua yang ku tangkap selintas lewat panca indraku, sepertinya itu bagian kegiatan yang menyenangkan dalam hidupmu.
Aku yang pagi itu bersepeda sedang beristirahat di pinggir jalan, sambil menikmati pagi yang datang menyapa dan mengagumi keindahan yang terpapar di depan mata.
Sapa akrabmu yang penuh semangat dengan setiap orang yang berpapasan, secara terus menerus. Semakin menembus gendang telingaku, dan itu membuat ku menoleh lagi ke arahmu. Pakaian ‘tempur-mu’ dalam menjemput nikmat yang terserak, lengkap dengan sepatu PDL *mungkin ada yang berbaik hati melungsurkannya untukmu* begitu kelihatan ‘gagah’.
Aku menatap nanap semangatmu menggendong bungkusan besar dipunggung. Hmm, lelaki pekerja yang sangat ramah, walau beban di punggungnya lumayan besar. Aku kembali asyik dengan ‘duniaku’.
Begitu semakin dekat langkah kaki pagimu mendekati posisiku. Hatiku berdesir, terpana dan tercekat. Kau seorang wanita yang tak lagi muda! Dengan tergugu, aku melempar senyum, sambil mengangguk takzim. Kau balas dengan senyum dan sapaan hangat penuh semangat, walau kita belum pernah berjumpa sebelumnya. Semangat hidup terpampang jelas di wajah mu.
Aku merasa tertampar dengan pemandangan tak sengaja yang sempat ku amati pagi itu. Aku yang masih saja sibuk mengeluh kekurangan, tanpa melakukan tindakan perbaikan, untuk menjemput nikmat yang terserak dan sudah dijanjikan-Nya, sesuai kadar usaha masing-masing.
Sementara kau dengan penuh yakin dan semangat. Sudah bergelut dengan pagi untuk mengais-ngais sampah, mencari botol atau kardus bekas, menjemput nikmat rizki dari Nya yang terserak di muka bumi.
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rahmaan: 13).
Beliau sepertinya hidupnya penuh syukur yah, mbak. meski keadaan ekonominya (maaf) mungkin belum baik. sapa ramahnya yang juga saya sukaa 🙂
Apa kabar, mbaaak?, lama saya nggak bw, ampuun *sungkem
SukaSuka
benar-benar syukur yang membuat orang ringan melangkah dalam menjalani hidup ya.
Alhamdulillah kabar baik Cho, hehehe, masih sibuk mudik ya *sungkem diterima 😀
SukaSuka
Kadang saya juga mikir, keknya saya masih kebanyakan mengeluhnya deh… 😦
SukaSuka
itu sifat alami kita sebagai manusiawi ya Kin.
SukaSuka
Bersepeda pagi, sambil mengamati dan menjumput nikmat yang terserak adalah sebuah kemewahan yang tidak semua orang bisa meraihnya.
Termasuk saya, setiap pagi lebih banyak memburu waktu dengan mengejar-ngejar jemputan agar tak terlambat sampai di kantor … 🙂
SukaSuka
bisa bersepeda pagi tapi ada hal lain yang harus dilepaskan mangKoko,
saya akhirnya menyerah menjalani hari-hari tanpa melihat matahari ituh,
ga ngoyo lagi, syukuri apa yang ada *nyanyi ala D’Masiv 🙂
SukaSuka
Untuk kita selalu bersyukur, kita harus melihat ke bawah jangan melihat ke atas terus ya mbak.
SukaSuka
yang penting selalu melihat sekitar ya, karena banyak ragamnya disana yang bisa jadi pengingat.
SukaSuka
[…] ← Menjemput Nikmat Yang Terserak […]
SukaSuka