Menanam Padi, Menitipkan Harapan. Sepertinya kata-kata tersebut masih berlaku sampai saat ini. Secara tidak banyak perubahan mendasar yang terjadi pada masyarakat kita dalam bercocok tanam. Yang berubah paling saat membajak sawah, kalau dulu menggunakan sapi atau kerbau, sekarang sudah menggunakan mesin.
Saya sempat muter-muter disekitar tempat tinggal sekarang yang dikiri kanan jalannya masih banyak ditemukan persawahan penduduk.
Ada sawah yang sedang disemaikan bibit padinya oleh petani. Biar bibit padi yang ditebar tidak dimakan bebek, petani memagarinya dengan tirai plastik seperti foto diatas. Kadang juga memberi orang-orang sawah untuk mengusir burung.
Usaha petani dalam menanam padi berhenti untuk sementara pada tahap itu. Setelah itu yang bekerja adalah, petani menitipkan harapan pada Sang Pencipta lewat do’a, agar bibit yang ditebar semuanya tumbuh menjadi benih padi yang sehat.
Setelah cukup umur, benih-benih padi yang tumbuh rapat seperti rumput, ditanam di sawah tanah dengan jumlah dan jarak tertentu. Tugas petani selanjutnya adalah merawat tanaman padi ini. Mulai dari menyiangi rumput, memupuk, memberikan pengairan yang cukup. Selanjutnya yang bekerja adalah do’a dan harapan lagi.
Terkadang di tengah harapan yang dititipkan itu ada saja halangan dan cobaannya. Mulai dari hama tikus, wereng, yang menyerang. Kadang bencana banjir yang diluar perkiraan datang tanpa terduga. Terjadilah gagal panen.
Kalau sudah gagal panen, kerja keras dan harapan yang dititipkan tak menghasilkan apa-apa dalam bentuk padi. Tetapi petani tak pernah berhenti menanam padi karena kecewa oleh kegagalan itu. Selalu saja ada hal yang dapat dipelajari dari gagal panen tersebut.
Pemberian pupuk kimia yang berlebihan sudah mulai ditinggalkan. Saat musim tanam, petani sekarang tidak hanya menanam sawahnya dengan padi saja, tetapi juga melakukan tumpang sari dengan menanam tanaman palawija. Sehingga panen padi bukan harapan tunggal petani lagi.
Dari zaman dulu, bekerja, membangun mimpi dan berdo’a sudah menjadi bagian kehidupan.
Dari cerita menanam padi di atas, kita tak boleh berhenti berharap untuk kebaikan Bangsa tercinta ini. Hanya karena wakil yang kita titipkan amanah, tidak menjaganya dengan baik. Mari kita pilih bibit yang ditawarkan partai politik, walau bukan bibit unggul sekalipun. Setidaknya hak kita tidak disalah gunakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab, dan tikus-tikus berdasi tidak semakin gemuk dan menggerogoti.
Tanggal 9 April, mari mencoblos. Mari membuat perubahan pada mimpi dan harapan baru.
lihat Foto di atas jd inget November kmrn mbak di kampungku sana 🙂
aku dah nyoblos nih, mer nyoblos besok ya mbak 🙂
SukaSuka
Aku baru siap-siap mo nyoblos nih mbak
semoga terpilih pemimpin-pemimpin yang amanah ya.
SukaSuka
manusia akan mati tanpa harapan
SukaSuka
yups, harapan adalah nyawa kehidupan.
SukaSuka
Iya ya… pahit banget kalau sampai gagal panen. Seluruh usaha yg dikerahkan sia-sia. Tapi petani nggak pernah menyerah atau trauma. Mereka tetap menanam lagi. Inspiratif 🙂
Hari ini kita nyoblos. Yeay, saya sudah siap! 😀
SukaSuka
saya juga siap nyoblos,
siap membawa semangat perubahan 🙂
SukaSuka
bibit yang baik merupakan kelangsungan hidup kita kedepannya ya mbak
SukaSuka
betul sekali mbak Lid.
SukaSuka
Menyemai harapan dalam lumpur kerja keras ya Jeng hingga saatnya menuai bulir bernas.
Salam hangat
SukaSuka
yups, tapi kalau gagal,
petani tak pernah mogok dalam menitipkan harapan.
begitu juga kita sebagai rakyat dalam memilih pemimpin,
harus tetap optimis.
SukaSuka
[…] ← Menanam Padi, Menitipkan Harapan […]
SukaSuka