Lelaki itu menatap nanar kaca didepannya,
Seakan tak percaya dengan tatapan matanya sendiri,
Betapa ringkih pantulan yang ada dikaca itu, sekarang,
termakan usia dan waktu yang terlewatkan begitu saja
Oleh kemudaan dan kesilauan yang ditimbulkannya.
Empat puluh tiga tahun yang lalu adalah masa keemasannya
Sebagai lelaki gagah sejati,, bak seekor kumbang jantan yang tangguh,,
Yang selalu digoda oleh bunga-bunga cantik wanita muda,,
Tanpa ragu dan rasa bersalah dia selalu siap memetik bunga-bunga itu,,
Walaupun sudah ada sekuntum bunga yang selalu setia mendampinginya,,
Dia seakan tak perduli,, kalau diam-diam bunga itu bisa layu juga,,
Hanya dengan bantuan siraman air hujan dan cahaya matahari dia selalu
wangi dan menyebarkan aroma kedamaian untuk sikumbang muda tetap pulang, kapanpun dan dari petualangan manapun..
Sekarang silelaki tua dipenghujung waktunya,, tersadar,,
Yang dimilikinya saat ini, hanyalah sekuntum bunga yang dulu selalu terabaikan,, tersakiti oleh penyerbukan yang tanpa rasa,,
Keangkuhannya dan keegoisannya sebagai lelaki, tetap menahannya untuk mengucapkan,
Sebuah pengakuan,,,,
Maafkan keterabaian selama ini yang telah kulakukan
Wahai bunga hatiku,, Wanitaku,,,
saat ini,,
dipenghujung waktuku,, kuingin hanya bersamamu
dan menikmati semua “kelembutanmu”,,
sebagai penyejuk dahaga yang selalu menghampiri diwaktu senjaku.
Kumbang tua di penghujung waktu tetap berharap,
Dia tetap menikmati penghujung waktunya sebagai Raja Kumbang
tanpa harus pernah berkaca ke jejak masalunya,,
dengan didampingi Ratu Bunga Kesabaran yang sangat setia mendampingi hingga saat ini.
bagus salma..mantaf..begitu jg bajunya keren…baju kita sama ya..hehe….
SukaSuka
tidak boleh bersikap meremehkan….
SukaSuka
salam..
terkadang kita tidak menyadari bahwa kita telah memiliki sesuatu yang sangat berharga di dekat kita hingga menyesal kemudian.. untung Si Kumbang Tua menyadarinya..
nice post 🙂
SukaSuka
indah banget prosanya…salam berkarya…..
SukaSuka