Hantu Menurut Mitos Masyarakat Minang, untuk Mendisiplinkan Anak


Beberapa waktu lalu ada orang kampung yang meninggal, yang ternyata sudah dua tahun terakhir tinggal di satu komplek perumahan. Almarhum seangkatan orangtua saya dan sudah lama merantau. Saya hanya sekilas mendengar nama dan cerita tentang beliau dari beberapa orang kenalan sesama perantau.

Beberapa orang kampung yang datang melayat ke rumah duka, ada yang singgah ke rumah saya untuk menunaikan sholat Maghrib.

Usai menjalankan kewajiban, emak-emak ini saling bercerita, ada yang menceritakan kegiatannya hampir sebulan lebih di kampung, mudik menjelang lebaran dan baru balik ke perantauan beberapa hari yang lalu, ada yang menceritakan kondisi cucunya yang sedang lucu-lucunya.

hantu dalam mitos minang

Tetiba saya mendengar obrolan mereka jadi membahas salah satu hantu yang dipercaya masih ada di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, “kalau di sini nggak ada palasik. Kalau di kampung, menjelang Magrib, bayi sudah harus di dalam rumah”.

Mendengar pembicaraan tersebut, isi kepala jadi menjemput ingatan masa kecil, yang waktu itu sering ditakut-takuti tentang beberapa jenis hantu agar bermain tak lupa waktu, agar lebih disiplin, agar rasa penasarannya tidak mencelakai diri sendiri.

Bahkan, saya pernah beberapa kali melihat kehebohan orang sekampung mencari anak yang hilang menjelang Magrib dan baru ditemukan menjelang tengah malam.

Menurut info dari mulut ke mulut kala itu, si anak disembunyiin oleh salah satu jenis hantu dalam kisah mistis atau cerita rakyat yang bisa jadi berupa mitos, yang beredar di tengah masyarakat Minang. Wallahu a’lam.

Beberapa Sosok Hantu dalam Cerita Mistis Masyarakat Minang

Sama dengan masyarakat Indonesia lainnya yang mempercayai adanya hal-hal yang bersifat mistis, masyarakat Minang juga memiliki beberapa sosok makhluk halus yang digambarkan orang dewasa melalui cerita dari mulut ke mulut sebagai makhluk yang menyeramkan.

Dulu, keberadaan cerita hantu di tengah masyarakat Minang sering digunakan untuk menakuti-nakuti anak-anak yang nggak mempan dengan kata larangan. Para orangtua sampai kewalahan mengawasi keberadaan anak-anak. Anak-anak yang mengekplorasi setiap sudut kampung tanpa rasa takut.

Orangtua menceritakan hantu-hantu itu dengan tujuan agar anak tahu kapan menghentikan langkahnya saat bermain, misalnya anak-anak tidak main ke sungai yang ada air terjun tanpa pengawasan orang dewasa, atau untuk mencegah anak-anak tidak bermain terlalu jauh ke dalam hutan yang masih banyak binatang buas.

Atau, untuk mengingatkan buibu yang baru melahirkan, agar nggak keasyikan ngobrol terlalu lama di luar rumah dengan bayinya hingga lupa waktu, lupa istirahat dan menyusui bayi tepat waktu.

Nah, tulisan tentang hantu-hantu Minang ini bukan untuk mengajak pembaca mempercayai mistis, tapi lebih kepada sebuah catatan bahwa cerita hantu versi Minang ini pernah diperdengarkan oleh tetua saat saya masih kecil.

Kalau zaman sekarang, sudah jarang orangtua yang menceritakan hantu untuk membatasi area bermain anak-anak, agar selalu berada di wilayah yang aman dan dalam jangkauan pengawasan orangtua. Secara, zaman now, mungkin makhluk halus udah keder duluan melihat perilaku manusia #eh.

Berikut beberapa hantu yang dulu ceritanya beredar di tengah sebagian besar masyarakat Minang.

1. Palasik

Palasik yang sempat dibahas makemak yang sempat singgah ke rumah waktu itu, sebenarnya bukan hantu seperti pada umumnya, tapi hantu dalam tanda kutip.

Palasik merupakan ilmu hitam yang dimiliki oleh seseorang, ilmu ini diturunkan dari leluhurnya. Orang yang memiliki ilmu palasik dikenal dengan dukun palasik. Palasik ini dipercaya membutuhkan darah bayi untuk tetap hidup.

Palasik mengambil darah bayi dengan cara menghirupnya dengan memandang si bayi, ini dilakukan berulang-ulang. Bayi yang kena palasik badannya akan kurus dan sakit-sakitan, seperti pepatah hidup segan mati tak mau, tapi secara medis tidak ada penyakit apapun yang terdeteksi.

Dulu, untuk menangkal palasik, bayi dipakaikan gulungan dari kain yang berisi bawang putih tunggal dan kemiri yang sudah dido’akan. Gulungan tersebut nanti disematkan pada pakaian bayi yang akan dibawa keluar rumah. Di dekat bayi juga selalu diletakkan gunting, jarum, atau paku.

Hantu palasik ini ada atau hanya mitos yang beredar di tengah masyarakat, kalau menurut saya, lebih kepada pengingat agar orangtua atau calon orangtua, lebih memperhatikan calon bayi dan bayi yang sudah lahir, jangan sampai kekurangan gizi, jangan sampai kena penyakit ‘ain.

2. Hantu Aru-aru

Hantu yang paling sering saya dengar disebut orang tua-tua dulu di kampung. Kalau sedang bermain dan hari sudah sore dan belum pada bubar, ada aja orang tua yang mengingatkan, “Anak-anak belum pada pulang juga, udah mau Magrib, nanti dibawa hantu aru-aru, ndak tau jalan pulang”.

Kalau sudah mendengar teriakan orang tua dengan menyebut hantu aru-aru maka auto bubar.

Hantu aru-aru dipercaya berdiam di pohon rindang yang tinggi. Hantu ini akan menculik dan mempermainkan anak-anak yang bermain sendirian dan jauh dari keramaian, kemudian membawanya ke hutan atau ke tempat si hantu tinggal.

Anak yang sudah terpengaruh hantu aru-aru akan nurut mengikuti si hantu karena pandangannya telah diubah dengan melihat pemandangan atau hal menarik yang indah atau menyenangkan. Saat tersadar, si anak biasanya sudah berada di atas pohon aru/waru, dekat rawa, atau pinggiran hutan dan tidak tahu jalan pulang, hanya bisa menangis.

Waktu kecil dulu, ada dua kejadian yang katanya anak tersebut dibawa hantu aru-aru.

Seorang anak laki-laki yang setelah Magrib tidak ditemukan orangtuanya di dalam rumah, sudah dicari-cari di sekitar rumah dan tempat biasa dia bermain tetap nggak ketemu.

Akhirnya orang sekampung yang dewasa ikutan mencari dengan membawa obor dan bunyian-bunyian, dengan memanggil-manggil nama anak yang hilang.

Setelah lumayan lama mencari, anak yang hilang ditemukan di atas pohon yang tinggi, yang tidak berapa jauh dari rumahnya. Secara logika, si anak tidak bisa memanjat pohon tersebut untuk naik.

Menurut cerita si anak, ada yang mengajaknya main ayunan di atas dahan pohon tersebut.

Faktanya, ada cerita lain yang menyertai kisah anak hilang tersebut, si anak ternyata habis dimarahin oleh salah satu orangtuanya. Apa karena kesal, si anak memutuskan ngumpet di atas pohon, mendadak bisa memanjat karena dipenuhi emosi alias sedang marah? Entah lah.

Kasus kedua, anak perempuan yang akhirnya ditemukan di dekat rawa yang juga tidak begitu jauh dari rumah si anak.

Secara logika, si anak tidak akan berani mendekat ke pinggir rawa yang ditumbuhi rumput liar yang tinggi-tinggi tersebut pada waktu magrib dan hari sudah gelap pula.

Setelah ditemukan, si anak mengatakan bahwa sebelumnya dia merasa bermain beramai-ramai dengan saudara-saudaranya yang lain.

Fakta yang menyertai hilangnya si anak, setelah diusut, juga ada cerita yang melatarbelakangi hilangnya anak perempuan dibawa hantu aru-aru tersebut, ternyata si anak sebelumnya berantem dengan kakak perempuannya dalam urusan bermain.

Apa karena kesal sama kakaknya, si anak membuat permainan sendiri hingga nggak sadar sudah berjalan hingga ke pinggir rawa? Ntah lah.

Dengan adanya dua kasus menghebohkan anak yang dibawa hantu aru-aru tersebut, maka kisah hantu aru-aru bukan lagi sekedar mitos, dan lumayan berhasil membuat anak-anak tau batas waktu bermain dan kapan harus pulang dan ke surau.

3. Hantu Blau

Hantu yang katanya ada di rumah kosong atau rumah terbengkalai. Anak-anak diingatkan dengan hantu blau ini agar tidak bermain di rumah kosong atau terbengkalai tanpa pendamping keluarga dewasa.

4. Si Bigau

Jika anak-anak malas merapikan rambut atau berpakaian awut-awutan, maka akan diingatkan orangtua “mirip si bigau”, hantu penunggu hutan dan tempat-tempat yang dianggap angker.

5. Siampa (Hantu Kain)

Hantu yang mengganggu orang yang tidur dengan menutupi seluruh tubuh dengan selimut, seperti mayit yang ditutupi kain sebelum dimandikan, si hantu membuat yang tidur merasa sesak nafas dan membuat orang lain yang melihat jadi terkejut dan otomatis berteriak, “Siampa”.

6. Cindaku

Hantu yang katanya berambut keriting, telapak kakinya terbalik dengan mata kaki di depan dan memiliki anting besar seperti gelang di salah satu telinganya.

Saya waktu kecil karena suka bermain di sungai, rambut keritingnya nggak pernah disisir, baju basah kering di badan, sering dibilangin orang-orang, “lah sarupo cindaku, pai pulang ganti baju dan basikek = Udah mirip cindaku, sana pulang ganti baju dan sisiran” *Aseeemmm, memangnya mereka pernah ngelihat langsung? 😆 .

7. Sijundai

Hantu yang digambarkan sebagai makhluk yang memiliki rambut dan bulu panjang di sekujur tubuhnya. Sijundai berdiam di pohon besar dan rambut panjangnya terjuntai mirip akar pohon beringin. Hantu ini suka ngisengin orang yang lewat di bawah kediamannya dengan nggak sopan, ia akan menggelitik manusia hingga kejang karena geli digelitik sijundai.

Cara menangkal sijundai ini adalah dengan membawa alat penerang jika berjalan di malam hari. Kalau jaman dulu, orang akan membawa obor atau suluah agar nggak diganggu sama sijundai, karena dia takut pada api yang bisa membakar rambutnya.

Itulah beberapa cerita tentang hantu yang ada dalam masyarakat Minang yang pernah saya dengar melalui mulut orang-orang tua dulu.

Kalau zaman sekarang, generasi millenial tidak ada yang ‘menakuti’ atau mengingatkan anaknya dengan hantu-hantu di atas, tapi mengingatkan untuk pintar-pintar memilih teman bermain, bermain dengan pandai besi akan kena percikan api. Begitupun jika bermain dengan penjual minyak wangi akan terkena cipratan aroma wanginya.

Salam dari jejak #Sastra dari mata, rasa dan pikiran YSalma.

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.