Cara Merawat Pasangan yang Sakit, Jangan Hujat Mereka yang Menyerah


Pasangan yang tampak baik-baik saja tiba-tiba mengalami sakit. Didiagnosa penyakit serius yang penyembuhannya memerlukan waktu lama. Atau bahkan penyakitnya akan menjadi keseharian dalam menjalani hari hingga sisa usia.

Percaya atau tidak, kita yang sehat, entah itu seorang perempuan atau lelaki, masa mendampingi pasangan yang sakit tidak hanya seminggu dua minggu, berbulan bahkan tahunan, akan merasakan ada saatnya sedang diuji hingga ambang batas kesabaran.

cara merawat pasangan yang sakit

Jika tidak memiliki landasan ikatan komitmen yang kuat sebelumnya, saat sedikit ego yang tersisa sebagai pribadi yang berusaha dijaga, terpantik oleh ucapan, akan mudah memutuskan untuk memilih menyerah di masa sulit tersebut.

Ujian Kesabaran Ketika Pasangan Sakit

Butuh kesabaran tak bertepi saat merawat dan memberikan dukungan pada pasangan. Cinta pada pasangan sedang diuji pada momen sulit tersebut.

Apa kabar mereka yang memulai hubungannya bukan atas dasar cinta? Berpasangan karena dijodohkan, menjadi pasangan karena keharusan. Tentu akan sangat rapuh dong. Belum tentu.

Kalau menurut saya, yang paling utama ada pada komitmen awal hubungan dijalani. Memutuskan menjadi pasangan tentu ada kesepakatan yang menguatkan. Apalagi hubungan yang sudah dijalani bertahun-tahun.

Ketika pasangan sakit, komitmen itulah yang dijadikan pegangan agar kesabaran diri tak terpeleset, terjatuh dan tak bisa bangkit lagi dan malah memilih pergi.

Dulu, saya masih agak kurang paham, kenapa orang-orang berpengalaman dalam hidup, kalau menjenguk salah satu pasangan yang sakit, justru yang dikuatkan dan diberi semangat lebih malah pasangannya yang sehat, pasangan yang merawat.

Sekarang, setelah teman hidup saya kondisi kesehatannya menurun, tapi pikiran dan kemampuan berbicara baik-baik saja, saya sangat paham situasinya. Tidak mudah memang menghadapi pasangan yang merasa energinya masih bisa berbuat banyak tapi terbatasi oleh kondisi fisik.

Dulu, saya juga sempat tidak memahami, kenapa seorang istri yang penurut, tau tentang agama, berpendidikan, merdeka secara finansial. Sosok istri yang gak neko-neko. Semasa suami sehat, si istri tau beres semua tetek bengek keperluan rumah tangga. Pokok e termasuk istri yang dimanja. Tapi si istri bisa menyerah merawat suaminya yang sakit.

Bukankah merawat pasangan yang sakit merupakan keharusan yang harus dijalani? Ternyata tidak semudah itu bagi mereka yang harus menjalani.

Untungnya pasangan tersebut memiliki anak, si istri melimpahkan tanggung jawab merawat si suami ke anaknya. Dia hanya sanggup memantau. Itupun dia ingin kabur ke anaknya yang lain. Si istri sanggup merawat beberapa anak dari anak yang paling disayangnya alias cucunya, tapi menyerah merawat suaminya.

Suami yang sakit memang fisiknya, masih bisa beraktifitas, tapi agak melambat dan pikiran serta berbicaranya masih normal.

Dan seiring waktu berjalan, istrinya yang secara fisik sehat, masih sehat hingga tahun berganti, tapi mentalnya yang justru perlahan mengalami sakit. Hingga kesabarannya berada di titik nadir.

Istri takut jika terus memaksakan merawat suaminya sendirian, akan berujung hal yang diperbolehkan syari’at tapi dibenci Tuhan.

Si suami yang sakit tidak mau dibantu orang lain, semuanya harus dilakukan oleh si istri, ya merawatnya, ya menemani berobat, ya mengurus keperluan rumah tangga lainnya. Kocar-kacir lah si istri memenuhi semuanya. Biasanya tau beres, sekarang semua dikerjakan sendiri.

Ketika si istri mencari keperluan ke warung atau ke pasar yang dekat tempat tinggal, dan suami tidak memungkinkan ikut, sebab lebih lama waktu mempersiapkan printilan suami untuk ke luar rumah daripada waktu yang dibutuhkan untuk jalan ke warung.

Suami yang ditinggal sendiri, atau ditemani orang lain, selalu merasa si istri agak lama baliknya, maka terlontarlah kata-kata kalau si istri keluar rumah tujuan utamanya mengobrol dan tertawa-tawa dengan tetangga hingga lupa kalau suami yang sedang sakit sedang menunggu di rumah.

Mendengar ucapan menuduh yang keluar dari mulut sosok yang seharusnya juga menguatkannya, membuat tenaga ketegaran si istri menyusut drastis.

Belum sempat pulih, ada lagi celutukan yang menguras kesabaran. Begitu terus, hingga akhirnya istri mengibarkan bendera putih. Dia memilih meminta bantuan anak-anaknya. Gak sanggup menangani suami yang sakit.

Kasus seperti di atas tidak ada kendala keuangan. Jika ada kendala keuangan, maka konflik yang muncul setelah salah satu pasangan sakit parah dan lama, akan memicu konflik-konflik lain yang benar-benar menguji kesabaran sebagai pasangan.

Terkadang lingkungan, keluarga besar dari kedua belah pihak juga memberikan pengaruh. Jika kedua pasangan saling support menghadapi masa-masa sulit, maka pasangan yang sehat yang diganggu oleh suara-suara berisik dari orang luar. Suara sumbang yang mengingatkan kekurangan dan kejelekan pasangan yang sakit waktu masih sehat. Mendampingi pasangan sakit itu benar-benar ujian kesabaran.

Cara Menjadi Pendamping Terbaik saat Pasangan Sakit

Kesabaran setiap individu memang ada ambang batasnya. Tapi berusaha mempertahankannya agar tak melewati batas merupakan kunci terbaik dalam menghadapi masa-masa sulit.

Termasuk menjadi pendamping terbaik saat pasangan sedang sakit, dan itu dapat diusahakan.

Berkaca dari pengalaman beberapa orang yang pernah merawat pasangannya yang sakit parah dan lama, maka yang paling utama yang harus dijaga adalah ucapan atau komunikasi.

Mereka yang sedang sakit sangat sensitif, pada masa-masa denial perlu banget telinga pasangan yang siap mendengar semua kata-kata penyangkalan terhadap kondisi fisiknya yang menurun secara mendadak.

Pasangan yang mendampingi yang harus menjaga kepalanya tetap berpikir positif dan bersikap tenang. Harus jeli melihat momentum, kapan waktu yang pas untuk menyuntikkan kata-kata penyemangat, agar pasangan menerima kondisinya dan bersemangat dalam menjalani pengobatan.

Namanya dalam kondisi sakit, emosinya sangat mudah berubah, kadang merasa lelah dengan semua prosedur pengobatan. Akibatnya, kondisi fisik yang sudah berangsur membaik kembali menurun karena tergerus pikiran.

Penting banget meyakinkan pasangan bahwa dia tidak sendirian berjuang. Pasangan yang sakit akan tau kalau kita melakukan yang terbaik untuknya melalui tindakan.
Maka komunikasikan juga dengan baik kalau ada sikapnya yang membuat kita down.

Yang sakit capek dengan kondisinya, yang merawat juga merasakan hal yang sama. Maka harus saling menguatkan.

Harus sama-sama memahami bahwa kesembuhan itu adanya di tangan Sang Maha, bagian kita adalah ikhtiar dengan berobat.

Pasangan yang sedang merawat, posisikan diri sebagai yang sakit. Bukan berarti nanti berharap mendapatkan imbalan dengan perlakuan yang sama. Tapi lebih untuk diri sendiri, selagi masih diberi nikmat dapat bernafas, maka lakukan hal terbaik yang bisa dilakukan. Biar tidak ada sesal kemudian.

Jangan lupa untuk menjaga kesehatan diri sendiri. Cari tau cara terbaik untuk merawat diri secara fisik dan mental. Bagaimana kita akan mendampingi pasangan yang sakit jika kondisi sendiri sedang tidak sehat.

Jalani Saat Ini dengan Baik

Umur hidup di dunia rahasia Tuhan, tidak harus tua, tidak harus sakit, jika sudah waktunya maka ajal akan menjemput.

Ketika mendampingi teman hidup saya kontrol rutin ke rumah sakit, saya banyak mendengar curhatan pengalaman dari pasien lain.

Ada yang merasa sudah bosan menjalani pengobatan, tapi justru pasangannya yang sehat dan selalu mendampinginya yang malah dipanggil Tuhan secara mendadak.

Kejadian itu memberinya kesadaran baru, selagi bernafas, itu tandanya kita masih disuruh untuk melakukan yang terbaik untuk diri. Karena sedang sakit, maka harus melakukan ikhtiar berobat dengan maksimal dan semangat.

Jadi, merawat pasangan yang sakit itu tidak mudah. Itu merupakan tugas berat, tapi juga merupakan waktu berharga dalam sebuah hubungan, mari lakukan dengan baik.

Kesimpulan

Jika kita tidak terlibat langsung dalam kehidupan seseorang, hanya melihat dan menonton dari jauh, jangan mudah menghujat saat mendengar atau mengetahui ada pasangan yang memilih menyerah merawat pasangannya yang sedang sakit. Tentu ada alasan dan ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Kita gak pernah tau apa yang sudah mereka lalui.

Jika mendengar dari satu pihak, cukup kuatkan dia yang sedang curhat, gak perlu ikut-ikutan menyalahkan pasangannya. Kita gak tau persis apa yang menjadi pemicunya.

Jika saat ini sedang jadi pendamping pasangan yang sakit, tetap semangat dan berpikir positif. Tidak ada satu kejadian tanpa alasan yang menyertainya.

Salam,
Jejak #Kesehatan YSalma.

6 comments

  1. Terima kasih wejangannya kak, jadi dapat gambaran. Sekaligus jadi inget juga dengan kisah Nabi Ayub a.s di mana istrinya yang begitu setia merawatnya yang dalam kondisi sakit.

    Suka

  2. Merawat orang sakit itu butuh kesabaran ekstra dibandingkan yang sakit. Dia harus sabar nerima pelampiasan emosi si sakit, harus tetap bs kasih penguatan padahal dirinya juga butuh dikuatkan. Semoga Allah memberikan kesabaran untuk semuanya aamiin

    Suka

  3. Mendampingi orang sakit memang menguras tenaga, pikiran dan jiwa raga. Aku ada pengalaman bersama ibu merawat dan mendampingi ayah yg sakit gagal ginjal. Memang butuh ekstra sabar sih. Kalau yg taunya kita pas ngeluh, ya pasti di nyinyirin di bilang ga ikhlas dan lainnya hehe

    Suka

  4. kerasa banget pentingnya komunikasi ya?
    Jika sejak awal sudah saling memahami, maka akan terjadi saling berkorban dengan ikhlas

    Jika tidak, maka akan jomplang.
    Ada pasangan yang merasa “kok hanya aku sih yang berkorban”?
    Sementara pasangannya tidak peduli
    Konsekuensi budaya patriarki sih ya?

    Suka

  5. Benar sekali ya Mba, komunikasi menjadi hal penting. Menjaga kata-kata sama juga dengan menjaga semangat satu sama lain. Semoga dikuatkan satu sama lain ya Mba…

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Maria G Soemitro Batalkan balasan