[Pengalaman] Cara Klaim Kacamata Pakai BPJS Kesehatan


Sepuluh tahun belakangan saya ‘malas’ menggunakan kacamata minus. Padahal saya sudah menggunakannya sebagai alat bantu mata sejak lulus SMA.

Pertama menggunakan kacamata, mata kiri minus seperempat, mata kanan minus satu. Terpaksa menggunakannya karena sudah duduk di bangku barisan nomor dua, tetap gak bisa ngelihat jelas.

Ketika masuk dunia kerja, dan pekerjaannya di depan layar monitor seharian, matanya pernah diposisi kiri minus 2,5 dan kanan minus 3,75.

Setiap tahun harus ganti kacamata karena minusnya berubah-ubah. Tapi mata saya gak pernah mengalami mata silinder.

klaim kacamata pakai BPJS cara prosedurnya

Lensa Kacamata Harus Diganti Berkala!

Setelah tidak bekerja, walau rajin menggunakan kacamata, kepala saya masih suka pusing. Mungkin karena sudah gak gajian lagi, hehehe *kidding.

Saya pun memutuskan tidak menggunakan alat bantu mata bernama kacamata lagi. Lebih tepatnya, bingkai kacamata dari awal memang kurang bersahabat dengan area telinga dan hidung.

Penyebab, telinga kiri dan kanan sebagai penyangga gagang kacamata kurang simetris, membuat kacamata seperti beban di hidung yang juga gak mancung.

Bagi orang lain menggunakan kacamata bisa menambah estetika wajah, bagi saya menggunakan kacamata menambah beban hidung 😀 .

Setelah melalui waktu penyesuaian, saya merasa mata baik-baik saja. Walau ngelihat orang dari jarak tertentu agak-agak kurang jelas pastinya. Tapi aktivitas nyaman-nyaman saja. Dan tentu saja, saya tetap rajin minum jus wortel dkknya.

Padahal idealnya, mereka yang sudah menggunakan kacamata, baiknya mengganti lensa kacamata maksimal dua tahun sekali.

Memeriksa mata juga harus rutin dilakukan, sehingga diketahui minusnya bertambah atau berkurang, ada silinder atau tidak. Karena pertambahan usia, perlu menggunakan lensa plus atau tidak.

Cara Klaim (Ganti) Kacamata Pakai BPJS Kesehatan

Beberapa bulan terakhir, saya merasa bahwa mata perlu menggunakan kacamata lagi. Kalau mengetik agak lama di depan laptop mata terasa silau dan kepala agak pusing.

Saya pun mencari informasi dengan bertanya pada kenalan yang masih rajin berkacamata, apakah ada fasilitas klaim kacamata melalui BPJS Kesehatan.

Menurut informasi yang saya dapat, ternyata ada yang bisa ganti kacamata gratis dengan BPJS Kesehatan, tapi tergantung kondisi mata.

Berdasarkan Pasal 47 Permenkes No 3 tahun 2023, biaya yang akan ditanggung BPJS Kesehatan untuk klaim kacamata terbaru yakni : PBI/Hak rawat kelas 3: Rp165.000 naik dari sebelumnya Rp150.000. Hak rawat kelas 2: Rp220.000 (tetap) Hak rawat kelas 1: Rp330.000 naik dari sebelumnya Rp300.000.

Subsidi kacamatanya lumayan membantu jika budget untuk membeli kacamata sedang mepet.

Walau sudah dapat info tentang cara mengganti dan klaim kacamata menggunakan BPJS Kesehatan, saya tidak langsung melakukannya. Masih entar-entar aja.

Puncaknya, akhir bulan Juni 2023 lalu, tanpa menyadari tanda-tanda yang sudah ditunjukkan tubuh, saya mendadak mengalami vertigo. Setiap membuka mata, semua nampak seperti berputar, pusing! Saya harus bed rest selama seminggu dan setelahnya kepala masih agak pusing hingga hari ini.

Menurut dokter umum di klinik dekat rumah yang saya kunjungi untuk berobat, berdasarkan curhatan yang saya utarakan serta melihat ‘penampakan’ saya, penyebab vertigo yang saya alami kemungkinan besar karena tubuh saya kecapekan.

Akan tetapi, untuk lebih memastikannya, saya dapat memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf, spesialis mata, dan juga THT.

Saya memutuskan untuk bertemu dokter spesialis mata terlebih dahulu, sekalian ingin memastikan kondisi mata yang memang sudah terasa kurang nyaman jauh sebelum mengalami vertigo.

Karena saya disibukkan dengan rangkaian pemeriksaan kondisi teman hidup yang didiagnosa penyakit jantung bengkak, maka saya baru sempat mengurus kesehatan sendiri di awal bulan Agustus.

Kok malah cerita sakit? Lalu, bagaimana cara klaim atau ganti kacamata dengan BPJS Kesehatan? Yuks dilanjutkan.

klaim kacamata pakai BPJS Kesehatan gratis

1. Minta Rujukan ke Fasilitas Kesehatan (Faskes) Pertama

Langkah pertama yang dilakukan, harus minta surat rujukan ke Fasilitas Kesehatan (Faskes) pertama yang dipilih di data BPJS Kesehatan diri, Puskesmas atau Klinik.

Prosesnya mudah, hanya menunjukkan bukti kepemilikan kartu BPJS Kesehatan di loket pendaftaran. Nunggu dipanggil untuk mengukur tensi dan tekanan darah serta keluhan.

Kalau hanya ingin mengganti kacamata tinggal bilang minta surat rujukan untuk ganti kacamata pakai BPJS. Tapi tetap harus ketemu dokter di faskes pertama ini, jadi harus ngantri lagi.

Saya faskes pertamanya klinik, tapi belum memiliki Poli Mata. Saat bertemu dokter umum, saya juga menceritakan kalau sebulan sebelumnya kena vertigo, sekarang kepala masih agak pusing dan di mata kanan ada seperti bintik melayang.

Sebenarnya saya mau minta dua surat rujukan, ke dokter spesialis mata dan THT. Tapi ternyata sekali kunjungan hanya bisa meminta satu surat rujukan. Saya memilih ke dokter spesialis mata.

Dokter umum sempat memeriksa mata saya dengan senter kecilnya. Dokternya mencurigai kalau mata saya bisa saja mengalami katarak awal. Untuk tindakannya, biar nanti dokter mata yang menjelaskan.

Hah? Saya sempat stres mendengar kemungkinan yang dialami mata.

Saya auto ingat kerabat yang operasi katarak, ada yang berhasil, ada beberapa yang gagal. Bahkan teman SD ada yang ‘berpulang’ setelah operasi katarak. Saya mendadak lupa kalau batas ajal sudah tersurat, dimana dan apa yang menjadi penyebabnya ga ada yang tau.

Setelah bertanya saya mau memilih faskes lanjutan Rumah Sakit mana, dokter klinik membuatkan surat rujukan di laptopnya dan dapat saya ambil di loket pendaftaran sebelumnya.

Jika faskes pertama ada poli mata, maka bisa langsung ke dokter spesialis mata. Lebih singkat proses klaim kacamatanya.

2. Cek Mata di Faskes Lanjutan

Surat rujukan dari faskes pertama sudah dapat, di situ juga tertulis jam praktik dokter spesialis mata di rumah sakit yang dituju. Karena ada yang jam dua, saya balik ke rumah dulu untuk isoma.

Pukul setengah dua lanjut ke faskes kedua. Ternyata, praktik dokter mata hanya ada pagi hari, dari pukul 7.00 – 11.00 WIB, hiks. Saya harus balik lagi besoknya.

Oiya, karena di RS yang saya tuju pasien BPJS-nya lumayan, pendaftaran online via aplikasi Mobile JKN tetap harus datang satu jam lebih awal.

Sedangkan untuk pendaftar offline harus mengambil nomer antrian juga satu jam sebelum jam dokter praktek dimulai hingga satu jam sebelum jam prakteknya selesai.

Karena saya pasiean baru di rumah sakit tersebut, persyaratan yang harus dilampirkan setelah mendapat nomer antrian yaitu dua lembar fotocopy kartu BPJS dan dua lembar fotocopy rujukan serta melampirkan aslinya juga, trus mengisi lembar pendaftaran.

Yang namanya berobat ke rumah sakit, sekarang ini sepertinya memang harus sabar dengan antrian, apalagi yang menggunakan BPJS. Harus persiapkan waktu.

Akhirnya, saya bertemu juga dengan dokter spesialis mata, dan ditanya keluhannya. Dokter mata sempat komplain, kalau kena vertigo, setelah ketemu dokter saraf, biasanya pasien akan langsung dirujuk ke dokter mata.

Kemudian, dokter dan dibantu seorang perawat melakukan rangkaian pemeriksaan mata seperti umumnya kalau memeriksakan mata ke spesialis mata.

Alhamdulillah, dokter mata mengatakan bahwa saraf mata saya normal dan bagus. Mata saya yang kanan minusnya sama dengan awal menggunakan kacamata, mata kiri normal. Tapi kedua mata ada silindernya dan juga plus karena usia.

Dokter mata sampai senyum mesem begitu tau saya sudah lama tidak menggunakan kacamata minus dan baru sekarang akan menggunakan lensa mata plus. Dokter muda dan cantik pun memberikan wejangan.

“Bu, kasihan matanya, kalau memang perlu bantuan kacamata untuk melihat. Waktu usia muda cairan di bola mata itu berbentuk gel, dengan pertambahan usia gel mata itu semakin mencair. Efeknya terkadang di bola mata seperti ada bintik hitam, atau garis pada penglihatan mata. Mau tidak mau, suka tidak suka ibu harus pakai kacamata”.

Saya diberikan resep kacamata progresif dan resep obat tetes untuk melembabkan mata.

Perawatnya menjelaskan, jika ingin menebus kacamata dengan menggunakan BPJS Kesehatan, maka saya perlu mengesahkan resep kacamata tersebut ke loket informasi. Sementara untuk resep obat bisa ditebus di bagian farmasi untuk BPJS.

Dokter mengingatkan saya agar nanti kacamatanya selalu dipakai. Saya mengangguk dan mengucapkan terima kasih serta salam.

Karena saya sudah lama gak bertemu dokter mata, saya lupa obat tetes mata dari spesialis mata seperti apa.
Saya menaruh resep obat di bagian penerimaan resep di bagian farmasi.

Kemudian saya menuju bagian depan rumah sakit dan bertanya ke bagian informasi untuk mengesahkan resep kacamata. Ternyata harus mengambil nomor antrian lagi, tapi langsung dipanggil.

Saya diminta untuk mem-fotocopy resep kacamatanya. Untung tempat fotocopy-nya di kantin rumah sakit dan lokasinya dekat.

Ternyata fotocopy resep kacamata-nya diserahkan ke saya, aslinya dipegang petugas rumah sakit untuk diurus pengesahannya. Saya baru bisa mengambilnya paling cepat dua hari kemudian.

Waktu mengambil resep pengesahan, prosedurnya sama, ambil nomor antrian dan kalau sudah dipanggil bilang keperluannya untuk mengambil Acc resep kacamata.

Saya kemudian kembali ke bagian farmasi, menunggu. Lebih satu jam baru dapat obat tetes yang minidose 3 buah, hehe. Diteteskan pada kedua mata 4 kali sehari. Terkadang saya lupa, tidak konsisten memberi obat tetes mata, hiks.

Saya mengambil surat acc resep kacamata di hari ketiga, sekalian aja saat menemani teman hidup kontrol ke dokter jantung.

Saat mengambil acc resep kacamata ini, oleh petugasnya saya dikasih tau optik yang menjadi rujukan BPJS Kesehatan. Ada dua optik yang lokasinya lumayan jauh dari rumah.

3. Membuat Kacamata di Optik Rujukan

Karena merasa ongkos dan waktu ke optik rujukan BPJS lumayan, saya memilih membuat kacamata pada salah satu tetangga di komplek tempat tinggal yang bekerja di optik kacamata. Si tetangga bisa dipanggil ke rumah.

Begitu saya perlihatkan copy-an resep dari dokter, si tetangga malah kaget, kok angka plus matanya segitu, bu. Memang usianya berapa?

“Emang kenapa, Pak? Saya nampak muda?”
Si Bapak mengangguk. Teman hidup saya mesem.

Selanjutnya, si Bapak agak banyak mengingatkan jika lensa progresif itu lumayan lama penyesuaiannya. Apalagi bagi yang baru pertama menggunakan kacamata plus. Efek pusingnya lumayan lama. Mending pakai lensa bifokal aja. Gak terlalu kelihatan kok kalau kacamatanya memiliki dua titik fokus.

Saya mengingatkan si Bapak, “tapi bisa digunakan di depan laptop kan, Pak?”

Si Bapak mengiyakan.
Baiklah, kita test matanya memakai kacamata ‘orangtua’ biar ingat kalau memang sudah menua, hahaha.

Seminggu kemudian, kacamatanya jadi. Enak sih digunakan untuk melihat jauh dan dekat, tapi perpindahan mata dari kedua lensa tetap membuat kepala pusing. Mungkin penyesuaian. Tapi, kacamatanya gak bisa digunakan di depan laptop. Buram. Hadeh! Salah komunikasinya di mana?

Akhirnya, saya memilih menggunakan resep kacamata yang sudah Acc BPJS Kesehatan. Saya mendatangi salah satu optik rekanan BPJS.

Tanggal 16 Agustus 2023 saya berangkat menuju optik diantar nak bujang.

Sesampai di optik, respon pertama mba optik saat melihat resep kacamatanya juga sama dengan si Bapak tetangga rumah. Lensa progresif itu bakal membuat pusing, apalagi belum pernah menggunakan kacamata plus.

Baiklah, saya perlu kacamata di depan laptop, karena kalau di rumah, waktunya lumayan banyak dihabiskan di depan laptop.

Saya minta dicek ulang kondisi mata dengan yang di optik, mba-nya sempat menolak dengan alasan tidak mau melangkahi wewenang dokter yang sudah tertulis di resep.

Lah! Giliran melihat rekomendasi dokter untuk menggunakan lensa progresif, mba-nya riweh dengan penjelasan bakalan pusing, bla-bla.

Saya setengah disarankan untuk mengambil kacamata minus aja.

Kemudian saya dipersilahkan memilih frame kacamata. Frame yang ditawarkan harganya lumayan.

Saya bilang pada mbak optiknya untuk memilih frame yang murah meriah aja. Saya kemudian memilih salah satu frame yang dirasa cocok. Tapi sempat mengeluh, “ntar kalau sudah ada lensanya, tetap aja nih kacamata hasilnya berat di hidung”.

Mba optiknya menyahut, “enggak kok, bu. Minus satu ini masih enteng kok”.

Masalahnya bukan seberapa minusnya, tapi telinga untuk menyangkutkan kacamata antara kiri dan kanan tak simetris, Mbak.

Mba optik kemudian mau memastikan ulang kondisi mata dengan mengecek menggunakan peralatan yang ada di optik. Disamakan dengan resep dari dokter, kemudian diminta membaca angka-angka dari jarak tertentu. Hasilnya mata nyaman untuk melihat jauh.

Kemudian, mba optik menghitung pembelian kacamata saya, untuk lensa dan frame dan dikurangi nominal yang di-cover BPJS Kesehatan. Saya membayar kekurangannya, sekitar 300 ribu.

Nanti kalau kacamata sudah jadi akan diinfokan melalui WA. Tapi perkiraan selesainya hari Rabu 23 Agustus, karena optiknya juga libur agustusan ya, Bu.

Hari Selasa pagi saya dapat WA yang memberitahukan bahwa kacamatanya sudah jadi. Optiknya buka dari pukul 9.00 – 20.00 WIB. Karena siang saya ada keperluan, saya memutuskan ke optiknya sore hari.

Nyampai di optik sekitar pukul 18.05, ternyata sudah tutup. Saya WA optiknya kalau saya datang dan jam tutup optiknya tidak sesuai yang diinfokan.

Keesokan harinya saya menuju optiknya sesudah Ashar. Mba optik minta ma’af karena kemarin tuutp cepat, sebab rekan kerjanya mendadak di rawat, dia harus menjenguk.

Kacamatanya saya coba, nyaman digunakan untuk melihat. Sesampai di rumah, begitu saya gunakan di depan laptop, loh kok buram juga? Jauh lebih jelas tidak menggunakan kacamata. Nasib, nasib.

Penutup

Berkaca dari pengalaman saya memesan kacamata hingga dua kali, beli sendiri dan menggunakan cover BPJS, tapi belum juga ketemu dengan kacamata yang pas dalam semua suasana. Hanya heboh membahas pusing karena lensa progresif.

Kebutuhan saya akan kacamata yang dapat mengakomodasi penglihatan dalam aktivitas dominan malah belum terpenuhi.

Saya masih harus membeli kacamata lagi agar dapat digunakan dengan nyaman di depan laptop.

Saya pengguna kacamata, tapi satu dekade tidak menggunakannya membuat saya tergagap saat ingin memutuskan kacamata yang sesuai kebutuhan. Harusnya keukeuh mengikuti resep dari dokter, gak terpengaruh respon orang yang melihat resep.

Kalau begitu, apakah benar ganti atau klaim kacamata pakai BPJS gratis? Bisa, bagi yang mata minusnya masih sedikit, dan memilih lensa serta frame biasa. Kalaupun nambah, gak banyak.

O iya, ganti atau klaim kacamata pakai BPJS hanya di-cover sekali dua tahun. Jadi, kalau kasus seperti yang saya alami, boleh dibilang ‘salah membuat kacamata’, maka gak bisa klaim lagi. Atau lensanya pecah, gagangnya patah, harus menunggu dua tahun lagi baru dapat di-cover.

Begitulah pengalaman saya pertama kali ganti atau klaim kacamata pakai BPJS Kesehatan. Bagaimana denganmu, Temans? Apakah pernah ganti atau klaim kacamata menggunakan BPJS juga?

Salam jejak #Kesehatan dari mata, rasa dan pikiran YSalma.

16 comments

    • Masih, da Alris. Mungkin dek ndak ado padok, bia kapalo ndak makin paniang mamikian dunia 😀 .
      Blog yang keurus tinggia ciek ko lei. Mudahan selagi masih bisa ngetik dan kepala masih bisa diajak mikira, dituliskan juog yang dikira bisa sebagai jejak kenangan.
      Alrisblog diperbaharui juo lah sakali-sakali.

      Suka

  1. Membaca ini, saya jadi ingat, ketika dulu pernah dicek, minus juga, tapi ntar-ntar sampai sekarang belum pakai kacamata. Makasih banyak share pengalamannya dalam mengurus kacamata memakai BPJS. Sehat selalu ya, Mbak.

    Suka

    • Saya akhirnya sampai sekarang masih belum juga pakai kacamata, Pak.
      Padahal baru dibuat 2 buah, kudu nurut sama dokter, jangan terpengaruh komen orang.
      Sehat-sehat juga utk Pak Ustadz dan keluarga.

      Suka

  2. Sebagai tim yang sering gantikacama dalam setaun karena dipatahin anak/kedudukan, kayaknya harus mulai memanfaatkan fasilitas bpjs jg deeh. Mayaaan bgt

    Suka

  3. Belum pernah klaim kacamata BPJS kesehatan, tapi tanpa klaim pun di optik melawai itu ada lho frame yang harganya 250 ribu sudah termasuk lensa minus 0,5, bukan merk terkenal sih, tapi juga nyaman. Kalau minus sampai 5 sekitar 550 ribu termasuk lensa. Selain frame murah juga ada yang branded (adidas, nike dll) di atas 3 juta, biasanya yang orang kantoran yang memaksimalkan plafon tunjangan kacamata dari kantornya.

    Suka

    • Makasih infonya, Mas.
      Sudah lama banget gak ke optik melawai. Waktu kerja memang beli kacamatanya di situ.
      Ternyata tersedia juga tersedia frame dan lensa yang ramah kantong. Siip.

      Disukai oleh 1 orang

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)