Hari kedua di bulan Maret 2018, Jum’at pertama. Hari dimana empat belas tahun lalu menjadi seorang wanita yang sudah dianggap sempurna karena menjadi seorang ibu. Rasa takut, deg-degan, cemas, sekaligus harus tetap kuat menjalani semua proses yang ternyata tak mudah. Mulai dari rangkaian prosedur normal, semua prosedur pacu hingga berakhir diruang operasi.
Sebuah pengalaman yang sangat luar biasa.
Terima kasih sudah diijinkan untuk bisa memanggilmu dengan sebutan, “Nak”.
Itu adalah sebuah karunia yang terbayangkanpun tidak sebelumnya.
Karena, aku merasa tidak punya cukup kepantasan untuk bisa dititipkan sebuah amanah bernyawa yang harus dipertanggungjawabkan kelak.
Aku merasa mempunyai begitu banyak kekurangan dan keraguan akan diri sendiri.
Salah satunya sangsi tidak akan bisa menjadi pribadi yang dapat memberikan contoh yang baik sebagai sosok ibu.
Aku masih terlalu egois sebagai pribadi.
Belum lagi pikiran bagaimana kalau nanti tidak bisa memberikan landasan pijakan yang baik, yang seharusnya menjadi hak seorang anak sebagai khalifah dimuka bumi ini.
Dan banyak keraguan lainnya, yang akan sulit diurai satu persatu.
Mana harus menjalani semua proses panjang agar bisa dipanggil seorang ibu. Serta tidak semua wanita mempunyai kesempatan itu.
Aku dengan semua kekuranganku, bersyukur akhirnya bisa juga mengalaminya dan hingga kini masih terus belajar dalam menjalaninya.
Kehadiranmu merubah prioritas hidupku.
Jika menurut wanita lain, sakitnya melahirkan akan langsung hilang setelah mendengar tangisan pertama seorang anak yang baru saja dilahirkan, hingga bisa memutuskan segera bersiap untuk kelahiran-kelahiran selanjutnya.
Maka tidak bagiku.
Aku sebenarnya sudah tidak tahu rasanya sakit ketika menjalani semua proses hidup dan mati itu, ketika seorang wanita yang akan menjadi ibu.
Tidak mengeluh, tidak menangis, malah aku sudah sangat siap dengan semua kemungkinan prosedur yang akan dilalui.
Tapi, sesudahnya, aku justru merasa ngilu sendiri jika mendengar kata melahirkan. Aku selalu merasa sangat salut pada wanita yang bisa berkali-kali melewati proses itu lagi.
Aku tidak punya keberanian lagi untuk itu.
Mungkin karena aku tidaklah sehebat wanita-wanita lain tersebut.
Makanya, aku memutuskan bahwa sudah lebih dari cukup bagiku tahu rasanya bagaimana menjadi wanita hamil dan melahirkan.
Itu sudah sebuah anugerah yang sangat luar biasa.
Apa aku tidak mempunyai mental seorang wanita mujahid?
Mungkin iya.
Hal itu bisa jadi disebabkan karena aku belum punya kebesaran jiwa untuk bisa menyembuhkan diri sendiri. Entah dari apa.
Ma’afkan ibumu ini ya.
Percayalah, walau ibumu bukan wanita super, tapi jika sudah memutuskan menerima sebuah tanggungjawab, akan dijaga dengan sepenuh kesungguhan hati.
Walau kita tidak melulu bisa tertawa bersama, bahkan terkadang kau besengut karena belum memahami maksudku secara utuh.
Yakinlah, bahwa aku mengatakan tidak untuk satu hal yang sangat kau inginkan pada satu waktu, semua demi kebaikanmu.
Semakin bertambah usiamu, kau sepertinya semakin menyadari bahwa kau adalah kekuatan sekaligus kelemahanku.
Dan kau mulai bisa memanipulasi itu diusiamu yang mulai beranjak remaja.
Tapi aku adalah ibumu dan kau akan tetap menjadi seorang anak bagiku π .
Aku akan selalu berkompromi untuk hal-hal yang bisa dimaklumi. Tetapi tetap akan berkata tegas untuk kasus lainnya, walau untuk itu kau menyematkan sebutan, “mama cerewet, dll”.
Itu adalah warna warni hubungan ibu dan anak.
Sama halnya dengan keinginanmu untuk tidak mau diusik pada saat-saat tertentu. Tapi, dilain kesempatan, kau tidak bisa kalau tidak merasakan garukan tangan emakmu ini dipunggungmu agar kau merasa lega.
Begitu juga sebaliknya, terkadang aku bisa menjadi sahabat terbaik bagi anak orang lain, tapi masih sangat kurang sabar saat menjadi pendengar yang baik bagi anak sendiri.
Aku mungkin bisa dengan mudah memahami keterbatasan anak lain, tapi begitu mudah kecewa dan terpancing emosi ketika menyadari kau belum mengeluarkan kemampuan terbaikmu.
Aku sering lupa bahwa kau masih anak-anak.
Kau harus ingat satu hal ya, aku tidak memintamu menjadi seperti anak orang lain. Cukup menjadi diri sendiri aja.
Aku berharap bahwa disetiap langkahmu ke depan, kau selalu berpedoman pada nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil.
Tidak perlu mencoba-coba atau penasaran pada apa-apa yang sudah dilarang.
Nikmati setiap proses saat kau ingin mencapai sesuatu.
Selalu bersyukur atas semua yang sudah ada.
Selamat menandai pertambahan angka usiamu anakku.
Selamat Ulang Tahun, Nak.
Bukan acara tiup lilin, hanya menandai sebuah tanggal dengan tanda syukur.
Terima kasih sudah mewarnai hari-hari dikehidupanku. Aku menyayangimu dan do’a terbaik selalu bersamamu hingga kapanpun π β€ .
Selamat mengemban amanah para ibu. Ummi madrasatul ula
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiin. Terima kasih, semoga sy bisa mempertanggungjawabkannya kelak.
SukaSuka
Aamiin
SukaDisukai oleh 1 orang
Manis sekali tulisannya π memang luar biasa seorang ibu, dan selamat ulang tahun anaknya mbak sal, semoga sehat terus dan selalu bahagia π
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih kakak Kunu. Semanis yang mbacanya π
Aamiin.
SukaSuka
Selamat ulangtahun untuk anaknya mba sweet banget tulisannya π semoga mba dan keluarga senantiasa sehat selalu aamiin
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiin. Makasih mba. Semoga kelahirannya juga berjalan lancar ya mba, dedek dan ibunya dalam kondisi sehat.
SukaSuka
Bacanya terharu….
Memang kita sebagai ibu selalu saja merasa kurang, sementara di mata anak-anak kita ibunya adalah yang terbaik.
Selamat ulang tahun buat si Kakak ya. Semoga panjang umur, dan selalu diberikan kesehatan.
SukaDisukai oleh 1 orang
Makasih tante Zy. Aamiin, do’a yang sama untuk Vay π
SukaSuka