Salah Waktu Memulai Bisnis? Judulnya terkesan serius dan bahasan yang agak lumayan berat kayaknya. Enggak, ini hanya cerita pengalaman belajar dagang dalam lingkup keluarga kecil, lebih tepatnya rekam jejak perjalanan anak YSalma. Saya untuk saat ini malah ga punya bisnis apa-apa 😥 .
Saya pernah sih beberapa kali mencoba berbinis (Baca: berjualan), mulai dari menjualkan barang atau produk hasil olahan saudara, seperti baju batik, mukena, baju muslim, dan lainnya. Semua status dagangannya dibeli duluan, baru kemudian dijual kembali.
Berhubung tidak dikelola dengan baik dan ngelakoninnya juga masih setengah-setangah, akhirnya dagangannya ga ada yang berputar. Syukur ada yang bisa balik modal kemudian khatam. Seringnya malah buntung alias rugi atau ga balik modal 😥 .
Nah, proses belajar berdagang yang ga balik modal itu juga dialami oleh si Junior
Di sekolah sebelumnya, lokasinya berada di daerah kotamadya. Saat itu dia sudah sering membisniskan camilan yang dibawa dari rumah pada beberapa temannya.
Membisniskan camilan dari rumah ini dilakukan khususnya kalau dia lagi ada mau, misalnya demi mewujudkan keinginan membeli mainan seperti Spin Go. Harga jual camilan yang dia sepakati dengan teman-temannya lumayan membuat dia mempunyai keuntungan.
Dua tahun di sekolah yang sekarang, tempatnya di salah satu desa di sebuah kabupaten. Ga terlihat gelagat dia mau berjualan seperti sebelumnya. Mungkin ini pengaruh dari lingkungan sekolah yang tidak menekankan belajar entrepreneur pada murid-muridnya.
Malahan setelah sekolah di tempat sekarang, dia tau istilah, “sepatu, tas, baju buluk” segala. Sebelum-sebelumnya ga ada istilah seperti itu terlontar dari mulutnya, selagi perlengkapan itu masih muat dan bisa dipakai, semua asyik-asyik saja.
Sekarang, perlengkapan dipakai agak lama dikit aja dibilang buluk. Padahal semua barang-barang yang dipunya itu juga masih sangat bagus. Dia maunya minta dibeliin yang baru.
Dulu, kalau ada mau atau keinginan untuk membeli sesuatu itu, dia menjelaskan pada emaknya bahwa dia mau menabung, nanti tolong ditambahin kekurangannya. Tujuan dia menabung itu untuk membeli mainan atau keperluan itu.
Jika sudah dibuat kesepakatan seperti itu, kreativitas Junior untuk jual-jual sesuatu langsung muncul. Emaknya ntar tinggal memenuhi janji untuk nambah kekurangannya *lebih banyak nomboknya sih*. Tapi gak apa-apa, yang penting ada usahanya.
Dua tahun terakhir, ide kreatif untuk menabung dari hasil berjualan ala dia ga terlontar lagi. Walau keinginan membeli sesuatu tetap banyak bahasannya.
Ternyata, ini pengaruh dari teman-teman sekelas. Semuanya pada tau barang-barang bagus, tapi semuanya pada langsung main minta aja sama orangtua. Junior juga meniru hal tersebut.
Entah terinspirasi dari siapa, di kelas 5 ini, dia mulai lagi membongkar-bongkar mainan lama bernama crazy bird . Mainan berbahan karet yang bisa disusun hingga tampak seperti kepala burung. Ini mainannya dari kelas 2 SD. Ternyata mainan ini baru musim di tempat tinggal yang sekarang.
Secara dulu tinggal di Kotamdya, dia punya banyak stok mainan yang teman-temannya di sini (sekitar tempat tinggal) belum pada punya.
Maka mulai lagi lah dia jual tuh mainan ke teman mainnya. Tujuannya bukan dapat uang lebih, tapi biar dia punya lawan main di rumah, dan mainannya ga dipinjam terus ❤ .
Mainannya itu juga ia bawa ke sekolah, dijual juga.
Stok mainan lama akhirnya habis.
Emaknya senang melihat perubahan anaknya.
Tentunya Junior sudah lebih jago dibandingkan emak dalam memanfaatkan kondisi yang ada, waktu seumuran dengan si Junior.

Beberapa hari kemudian, Junior sibuk lagi bongkar-bongkar tempat stik PS. Kemudian dia ijin pada emaknya untuk menjual salah satunya, dengan alasan, uang hasil penjualannya mau buat beli crazy bird sekotak, buat di jual di sekolah *buat modal nih ceritanya*.
“Emang mau kamu jual berapa?”, emak menyelidik.
“50 ribu, ada teman ku yang mau bayarin“. *Wih, ceritanya, ia nyari pasar dulu, baru cari barangnya 😳 *
“Dulu, itu kan dibeliin Papa sekitar 100 ribu, bukannya rugi tuh. Emang ga bakal dipake lagi? Ntar, biasanya kamu malah minta stik PS baru nih?”.
“Itu kan kalau beli baru, Ma. Ini stik sudah lama aku pakai, dan colokannya juga udah sedikit karatan. Enggak, ntar aku kalau mau beli stik baru, dari hasil jualan crazy bird deh“.
“Ijin sama Papa dulu kalau gitu“.
Eh diijinin 😆 .
Besoknya, ia pulang sekolah langsung beli mainan crazy bird sekotak, seharga 25 ribu, isi 30 buah. Mainan itu ia bongkar, ditempel-tempel hingga berbentuk mainan siap pakai. Kemudian, ia sibuk mencari Compact Disk yang tak terpakai, gunting-gunting, dan ditempelkan lah crazy bird-nya di situ. Katanya, biar kalau dimainkan lebih kuat. Harga jual juga menjadi 2x lipat. Idenya lumayan ❤ .
Persiapan jualan beres.
Dibawalah ke sekolah.
Pulang sekolah dia hanya bawa uang 8 ribu, sudah dipakai buat jajan di sekolah 3 ribu. Belum balik modal dong. Dagangan juga masih lumayan banyak.
Hari berikutnya, laporan ke emak, permainan di sekolah sudah ga crazy bird lagi, tapi main kartu.
“Trus gimana? mau jualan kartu juga?”.
“Enggak ah, kartunya ga asyik, aku ga suka. Crazy bird-nya ku simpan dulu aja“.
Sepertinya, dia agak merasa sedikit kurang cepat saat memulai menjual crazy bird . Harusnya ga ada jeda saat menjual sisa stok crazy bird sebelumnya yang sudah dipunya lama.
“Gak apa-apa, nak. Namanya juga belajar. Emakmu aja masih suka seperti itu dalam belajar jualan 😳 . Jangan patah semangat ya”.
Sabtu kemarin, saat main ke mal, ia malah minta dibeliin stik PS. Alasannya, stik yang ada kurang enak buat dipakai main. Sayangnya, crazy bird-nya ga jadi terjual habis. Tapi kan udah usaha katanya.
Kalau ceritanya seperti ini, isi dompet emak yang mengalami rugi besar nih.
Begitulah sekelumit cerita si Junior yang merasa salah waktu memulai bisnis yang dikira bakal menguntungkan.
Bagaimana dengan mu, Sobat? Pernah mengalami seperti yang dialami Junior juga dalam mencoba peruntungan sebuah bisnis?
waahhh salut sama junior! saya sampe segede ini gak bakat jual jual. 😦
SukaSuka
baru belajar dia, emaknya juga ga bakat,
jaman sekarang kayaknya kudu bisa.
SukaSuka
belom punya anak, ga bisa ngejawab.
tapi, kalo saya jual barang2 gak kepakai itu suatu kewajiban.
prinsipnya, di saat kita udah ga butuh pasti ada aja yang butuh
SukaSuka
kan pernah jadi anak-anak Van 😀
dijual atau di hibahkan ke yang lain ya.
SukaSuka
Wah si stok mainan crazy bird Rinjani banyak juga di rumah, tapi dia gak mau dijual malah pengen ngumpulin lagi 😀
Salut sama junior yang sudah memulai bisnis sejak usia dini
SukaSuka
kalau lg mau aja,
dan ada temannya yang mau jg, bukan yg nawarin gencar dianya, kadang harganya di bawah harga beli, yg penting kejual 🙂
SukaSuka
Hahaha yang penting modal berputar 🙂
SukaSuka
emaknya yg ketar ketir 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah ada darah dagang orang padangnya hebat.
Tapi pintar kretif lo, kalau jaman aku boro boro dagang waktu kecil taunya cuma minta..
SukaSuka
saya termasuk yang bisanya minta aja Ri, ga bakat,
bukan dari keluarga saya yg bisa dagang tapi dr keluarga bapaknya 🙂
SukaSuka
kepingin banget punya kemampuan berbisnis, marketing dan sebagainya… tapi kayaknya emang harus punya bakat yah…
SukaSuka
Iyah, saya aja ga bisa sampai sekarang,
setidaknya melihat orang melakukan kegiatan ‘marketing’ itu dari kecil, jd ga berasa asing.
SukaSuka
[…] ← Salah Waktu Memulai Bisnis? […]
SukaSuka
saya nggak jago bisnis. tapi pernah juga seh bisnis sebentar-sebentar doank
SukaSuka
memasarkan bukunya kan sama dengan kegiatan bisnis tuh Bang.
SukaSuka
Pernah, Mbak. Hahah.. 😀 Untung gede kemudian kena tipu trus abis-abisan lah. Wkwkwk.. 😀 Yah namanya jugak bisnis yak. 😛
SukaSuka
naik turun ya beb 🙂
SukaSuka
Hmm.. Crazy bird itu mainan yg seperti apa ya.. *katrok* hehe
SukaSuka
Permainan anak-anak kayak yg di gambar, pola gambar yang di tempel,
mainnya ya di sentil kayak main kelereng 😀
SukaSuka
Sipp tuh.. kreatif .. saya juga lagi belajar bisnis cemilan keripik .. hehe
SukaSuka
Yang penting ga malu melakukan kegiatan halal.
SukaDisukai oleh 1 orang
Itu dia.. pemalu sy mah ..hehe
SukaSuka