Perjalanan


Menurut saya,  biasanya perjalanan dilakukan untuk membebaskan diri dari sebuah keterkungkungan. Setelah melakukan sebuah perjalanan, diharapkan “rasa” itu akan terlepaskan. Setidaknya ikatannya tidak lagi terasa terlalu kuat.

Rasa rindu akan terbebaskan, dengan memulai sebuah langkah, menuju sebuah tempat bernama pertemuan.

Maka dari itu, untuk menuntaskan rasa kangen akan sebuah kebiasaan dari suatu daerah, jika tidak bisa mendatanginya langsung, carilah lingkungan suasana yang mendekatinya.

Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung, Pepatah Yang Kurang Bisa Membujuk Hati, Kalau Suasana Ramadhan ataupun Lebaran.

Ah, kenapa terlalu repot melakukan perjalanan hanya untuk menuntaskan rasa manusia yang tak pernah puas. Kan sejatinya, hidup itu sendiri adalah sebuah perjalanan menuju pemberhentian terakhir nan abadi.

Nikmati saja setiap prosesnya dengan baik, dan bekukan dalam untaian kata berbentuk tulisan, atau foto. Perjalanan itu akan dikenang oleh mereka yang sempat bersentuhan, ataupun membacanya. Itu teorinya.

Prakteknya?

Baru saja saya alami. Dalam rangka memuaskan rasa rindu akan tradisi di bulan Ramadhan, kedua orangtua saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke rumah anaknya yang lain.

Perantauan yang dituju ini suasana Ramadhannya juga tidak sama persis dengan suasana di kampung halaman, tapi setidaknya mendekati, karena masih sama-sama berada di tanah Sumatera.

Saya dan junior diajak serta, mengantarkan sekaligus bersilaturahim dengan saudara dan keponakan.

Perjalanan pun harus dilakukan lewat udara.

Bukan Perjalanan Pertama, Tapi Tetap Mendebarkan

Junior sudah lumayan lama tidak melakukan perjalanan lewat udara.  Terakhir mondar-mandir ke bandara hanya untuk menjemput dan mengantar kakek neneknya.

Dia pun mulai merasa terbiasa dengan perjalanan  lewat darat dan penyebrangan antar pulau.

Dia lupa dengan sensasi perjalanan udara. Walaupun dia sudah melakukan perjalanan udara itu dari usianya belum genap 7 bulan *mana dia ingat, mak? 😆 *.

Samar-samar dia masih terbayang, bahwa terakhir melakukan perjalanan lewat udara, alias  naik pesawat itu berdua emak, dan itu sudah tiga tahun yang lalu, saat usianya empat tahun.

Sehingga, naik pesawat kali  ini sebuah pengalaman yang sangat mendebarkan lagi baginya.

Untuk memutuskan mau ikut aja, antara iya dan enggak. Dia berkali-kali melakukan negosiasi sama emaknya.

Hal itu ternyata disebabkan, karena dia pernah melihat berita tentang pesawat yang melakukan pendaratan darurat. Dia mulai paham bahwa perjalanan naik pesawat itu ada resikonya juga. Dia pun memikirkan berbagai macam kemungkinan terburuk.

Emaknya mengingatkan, ” berdoa minta perlindungan Yang Maha Kuasa, dong”.

Dia mengangguk-angguk meyakinkan dirinya sendiri.

Ternyata, pengaruh iklan pesawat G****a juga membuat dia heboh, “Mam, ntar di pesawat kursinya bisa diturunkan untuk tidur kan”.

“Kita, perjalanannya cuma memakan waktu 1.5 jam, nak. Tiketnya juga yang biasa aja. Kalau mau tidur, ya duduk aja. Fasilitas itu untuk perjalanan yang memakan waktu lama dan harga tiketnya lumayan”.

Mendapatkan penjelesan seperti itu, junior agak sedikit kecewa. Pengalaman ‘petualangan’ di pesawat tidak seperti yang dipikirannya :mrgreen: .

Tak berapa lama, dia semangat lagi, matanya berbinar, “aku duduknya dekat jendela aja. Mau lihat awan. Kalau pesawatnya udah di udara, aku jalan di lorongnya aja, trus ke toilet, seru juga”. Dia pun senyum-senyum membayangkan kegiatan apa yang akan dia lakukan di pesawat.

“Asal jangan mengganggu penumpang lain, dan bikin repot mbak pramugarinya aja ya, nak 😉 “.

Hari ini, Jum’at 22 Juli 2011, pukul 9.50 WIB kami dalam perjalanan menuju Kepri. Semoga kerinduan kedua orangtua YSalma akan suasana Ramadhan di kampung halamannya, terpuaskan dengan suasana Ramadhan di daerah Kepulauan Riau ini.

### Hanya catatan seorang emak yang juga masih seorang anak dalam perjalanan tumbuh kembang seorang anaknya 🙂 .

Iklan

36 comments

  1. saya suka kalimat ini “hidup itu sendiri adalah sebuah perjalanan, menuju pemberhentian terakhir nan abadi” karena kita bukan berjalan namun kita hidup hanya berputar di suatu tempat dan tak beranjak kemana mana. Sperti mesin penggiling padi yang di gerakkan oleh keledai.

    Suka

  2. Jadi ngiri mba, hiks…
    sya blum bisa pulang kampung nih, soalnya ada baby 9 bulan, kasian perjalanan darat 8 jam, jalananannya juga masih banyak yang berantakan.
    moga tiba dengan selamat yah mba 🙂

    Suka

  3. suasana berRamadhan di daerah pasti lebih terasa, apalagi jauh dari rutinitas, sekarang pasti sudah sampai di Kepri kan mba?

    Ditunggu ceritanya selama mudik ya 🙂

    Suka

  4. Pengaruh iklan pesawat Garuda juga membuat heboh. “Mam, ntar di pesawat kursinya bisa di turunkan untuk tidurkan” <— kalo di kelas bisnis spt yg sering gue naikin yah gak bisa atuuuhhh :mrgreen:

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.