Pepatah atau ungkapan Minang, Tungkek Mambaok Rabah beberapa waktu belakangan ini akrab lagi di telinga saya. Pasalnya, teman hidup lagi senang menonton sebuah akun YouTube via layar televisi, yang menampilkan lagu-lagu Minang.
Namanya teman hidup, tinggal serumah, saya yang gak ikutan nonton, tetap aja telinga saya ikutan ‘terkontaminasi’ oleh suara nyanyian tersebut.
Tungkek Mambaok Rabah, Ungkapan Tentang Kepercayaan yang Terkhianati
Walau di layar televisi ditampilkan teks bahasa Minang dan juga bahasa Indonesia-nya, tetap aja kalau liriknya menggunakan kata-kata perumpamaan atau ungkapan atau berupa pepatah Minang yang secara harfiah artinya agak janggal menurut si teman hidup, maka do’i akan bersuara, minta penjelasan dari saya yang katanya berdarah Minang asli .

Misalnya, terdengar dalam sebuah lagu kalimat ‘Cinto digantuang indak batali‘. Doi auto nyelutuk, “Gimana ceritanya digantung tapi gak bertali? Melayang kah, ngambang kah?”
Atau mendengar kalimat “Antah kok tungkek nan mambaok rabah”.
Saya pun memberi penjelasan umum pada teman hidup.
Mengsedih tuh kisah percintaan dan persahabatan serta persaudaraan yang diceritakan kedua lagunya.
Kalau cinta digantung ada talinya, kan jelas tuh hubungan. Ditarik ulur kah, diikat kencang kah, atau tuh tali mau dipotong atau dilepaskan, semua jelas.
Kalau cintanya digantung tanpa tali, sama aja hubungan gak jelas. Hanya suka-suka satu pihak aja, semua dibuat samar, ngambang.
Kalau nanti yang ngegantung bertemu dengan sosok yang lebih, dia membual alasan tanpa rasa bersalah dengan ngelesh, siapa yang suruh menunggu.
Tapi sebaliknya, kalau dia gak ketemu yang lebih baik, malah yang digantung yang ketemu duluan. Maka dia akan marah-marah, menyalahkan, bilang gak setia, pengkhianat, dan banyak tuduhan lainnya.
Nah, kalau tongkat yang membawa jatuh dalam sebuah hubungan, baik itu hubungan pertemanan atau persahabatan, hubungan keluarga dan kekerabatan, atau juga hubungan dalam bermasyarakat, maka maknanya jauh lebih menyedihkan lagi.
Seseorang yang dipercaya, yang seharusnya menjadi penyokong, justru dia yang menjatuhkan. Efek yang ditimbulkan bukan hanya pada satu orang, tapi pada banyak sosok yang memberikan kepercayaan pada si tongkat atau pemimpin tersebut.
Teman hidup saya manggut-manggut mendengar penjelasan arti pepatah Minang “Tungkek Mambaok Rabah”.
Tungkek Mambaok Rabah, Sindiran Kepemimpinan
Sebenarnya, ungkapan tungkek mambaok rabah, dalam bahasan Indonesia sama dengan tongkat membawa rebah atau tumbang.
Merupakan sebuah ungkapan berbentuk sindiran pada sosok yang kepimpinannya tidak mengayomi anggota atau masyarakat yang dipimpinnya.
Sejatinya, tungkek atau tongkat adalah alat bantu yang membuat orang yang menggunakannya dapat berdiri tegak, bahkan yang sudah susah berjalan bisa berjalan kalau dibantu dengan menggunakan tongkat.
Tongkat tempat berpegang. Tongkat juga membantu menjaga keseimbangan. Tongkat mampu menopang dan membuat tubuh berdiri tegak.
Apa yang akan terjadi kalau tongkat yang membawa rebah (tungkek mambaok rabah)? Tongkat yang menjadi penyebab tubuh terjatuh dan terjerembab.
Rasa sakit yang dirasakan jadi berlipat. Butuh waktu untuk dapat bangkit lagi. Bahkan mungkin perlu tongkat baru agar bisa berdiri dengan tegak lagi.
Tongkat dalam pepatah Minang, yaitu tungkek mambaok rabah diumpamakan sebagai pemimpin yang bermasalah. Pemimpin yang ‘mencabik’ harga diri anggota yang dipimpinnya.
Seperti yang diketahui, pemimpin dalam tingkatan terbawah adalah diri sendiri. Kita menjadi tongkat atau pemimpin untuk diri, tungkek dalam keluarga, dan dalam masyarakat.
Sebagai pemimpin, seharusnya kita memiliki sikap arif dan bijaksana, sabar, dan tanggap atau sejalan dengan ungkapan alun takilek alah takalam. Dapat memahami apa yang tersurat ataupun yang tersirat.
Sosok yang tidak emosian dan mudah terpancing, tapi sosok yang mampu melihat hikmah dari setiap kejadian dan dapat mencarikan jalan keluar terbaik atas setiap tantangan yang dihadapi.
Berapapun jumlah anggota yang dipimpin, pemimpin yang sebagai tungkek sangat memahami setiap anggotanya, begitupun sebaliknya. Hubungan yang terjadi dibangun atas kepercayaan dan kejujuran. Sosok pemimpin yang mendahulukan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya.
Pemimpin berkualitas tumbuh dari proses dan perjalanan hidup yang dilaluinya. Kepemimpinannya diperuntukkan untuk menopang masyarakatnya agar terus bergerak dan bertumbuh dengan baik.
Apa jadinya kalau pemimpin atau tongkat yang membawa rebah (tungkek nan mambaok rabah)? Selesai sudah masyarakat yang dipimpinnya. Pasti bakal terpuruk dan menderita.
Semoga kita dijauhkan dari sosok yang berpotensi sebagai tungkek nan bambaok rabah ini ya.
Lirik Lagu Minang Tungkek Mambaok Rabah
Lagu Minang tungkek mambaok rabah yang didengar oleh teman hidup saya, sepertinya dinyanyikan oleh seorang youtuber.
Sayangnya saya gak mencari tau lebih jauh tentang channel youtube-nya. Sedikit info dari teman hidup, yang menyanyikan adalah teman-teman mahasiswa yang sedang kuliah di Yogyakarta.
Tapi lagu ini sudah lumayan lama, sudah dinyanyikan oleh beberapa orang penyanyi. Yang terbaru dipopulerkan kembali oleh penyanyi bernama Fauzana.
Lagu tungkek mambaok rabah secara keseluruhan bercerita tentang hubungan persaudaraan, baik yang sekandung ataupun sesuku. Ternyata waktu dan jarak dapat mengubah keakraban masa kecil.
Berikut lirik lagu Minang Tungkek Mambaok Rabah dan arti atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Dakek caliak mancaliak (Dekat lihat melihat; saat dekat saling memperhatikan)
Jauah jalang man jalang (Jauh datang mendatangi; ketika jauh saling berkunjung)
Sakik basilau sanang bahambauan (Sakit dijenguk senang dikasih tau; ketika sakit senang saling menyemangati)
Baitulah badunsanak jo basudaro (Begitulah bersaudara (sesuku) dan bersaudara (sekandung)
Baitulah badunsanak jo basudaro (Begitulah bersaudara (sesuku) dan bersaudara (sekandung)
Cabiak cabiak sibulu ayam (Robek-robek si bulu ayam; bersaudara itu ada gak akurnya)
Takadang rapek kadang maranggang (Terkadang tersusun rapat terkadang renggang; kadang rukun terkadang berantem)
Ketek salapiak sakatiduran, gadang baiyo dalam rundingan (Waktu kecil setikar setiduran, besar seiya dalam berbicara; waktu kecil tidurnya bareng, udah besar bermusyawarah)
Bakakak jo baradiak, dakek mangko ka berang (Berkakak beradik, dekat makanya marah; bersaudara, kalau dekat pasti ada bertengkarnya)
Bakakak jo baradiak, jauh mangko ka sayang (Berkakak beradik, jauh makanya sayang)
Reff,,
Ba gumam galak katiko lai (Tertawa ketika ‘ada’; jan sombong kalau jadi orang berada)
Di nan tido kok dapek samo manangih (Di saat susah harusnya sama menangis; ingat lah sodara yang kesusahan)
Tanyo batanyo nasib ka mujua (Tanya bertanya nasib jadi baik; saling bertanya apa yang dapat dibantu)
Ringan dijinjiang barek dipikua (Ringan dinjinjing berat dipikul; saling bantu)
Antah kok tungkek mambaok rabah (Entah tongkat mambawa rebah; mungkin panutan yang membawa tumbang)
Tunggak tuo tampak baransua guyah (Tonggak tua tampak beranjak goyah; panutan atau pemimpin yang mulai bermasalah)
Daulu pai sairiang jalan (Dahulu pergi beriringan jalan; dulunya kompak beut)
Kini pulang raso basimpang (Kini pulang terasa bersimpang; sekarang terasa saling jauh seperti orang asing)
Iyo baiyo basudaro (Iya beriya bersaudara; saling akur bersaudara)
Samo manjago sarumah tuo (Sama menjaga serumah tua; saling jaga silaturahim)
Salamo hiduik roda baputa (Selama hidup roda berputar; roda kehidupan pasti berputar)
Nan ka nasib tantu batuka (Nasib tentulah berganti)
Semoga catatan pendek tentang tungkek mambaok rabah jadi pengingat tentang kita semua.
Salam jejak #Sastra dari mata, rasa dan pikiran YSalma.
