Catatan Cerita Jadul, Janji dan Telepon Umum


Pada postingan yang berjudul Lima Sahabat,  saya menceritakan tentang membuat janji ketemu dengan sahabat-sahabat waktu itu dengan memanfaatkan fasilitas telepon umum.

Temans yang bersosialisasi pada zaman handphone dan ponsel pintar seperti sekarang, mungkin ada yang kurang tau apa itu telepon umum, silahkan dibaca wikipedia dengan link di sini.

telepon umum jadul

Kebetulan salah seorang bloger senior, Om Trainer lewat komentarnya memberi ide, kalau catatan tentang cerita telepon umum jika dibuatkan dalam sebuah postingan tersendiri akan ada hikmah yang didapat. Bisa banget idenya si Om satu ini. Makasih ya, Om.

Begini catatan cerita jaman dulu alias jadul tentang membuat janji dengan menggunakan telepon umum. Sekitar pertengahan tahun 1996, saya menginjakkan kaki di Pulau Jawa, jadi anak rantau.

Daerah Bumi Serpong Damai yang sekarang penuh dengan komplek perumahan dan mall,  dulu itu masih penuh dengan kebun karet di kiri kanannya. Mau datang dari arah Pamulang, dari arah Kalideres, dari arah Bogor situasinya tetap sepiii. Banyakan hutan karetnya.

Mall di Jakarta dan sekitarnya masih jarang-jarang, Blok M masih terkenal dengan tempat kongkow-kongkownya, dan wajib dikunjungi oleh mereka yang datang dari daerah jaman itu :mrgreen: .

Tempat ketemuan lain yang lumayan sering disambangi yaitu Pondok Indah Mall yang masih baru buka, Citraland di daerah Grogol, pasar buku murah di Kwitang di daerah Senen. Pokoke naik turun metromini dari satu wilayah Jakarta ke wilayah lainnya.

Sementara kita-kita tinggal masih tersebar di daerah Serpong, Ciputat, Kalideres, Tomang dan Bekasi. Repot gak tuh kalau hanya mengandalkan telepati jika ingin ngumpul dan ngeriung.

Sebenarnya, sebelum berangkat dari daerah, masing-masing kita sudah mengantongi telepon rumah dan alamat tujuan masing-masing. Dan sudah tau juga nyampai di Jakartanya tanggal berapa aja.

Karena pada dasarnya kita-kita, walau dari daerah, tapi kebanyakan sudah terbiasa kost pada waktu sekolah, jadi seru-seru aja di ibu kota, ga perlu pakai guide kalau mau jalan.

Kalo sudah ada alamat lengkap, nomor telepon rumah, koin receh untuk menelpon, tau terminal yang ada semua jurusannya, di antaranya, terminal bus Blok M, terminal Senen, maka semua perjalanan bakal terasa aman.

Perjalanan waktu itu juga jarang nyasar, kalo pun ada nanti nyasar, kita sudah tau gak perlu panik, tinggal balik lagi aja ke titik awal 😆 .

Merantau dengan  niat nyari kerja, tentulah kita perlu support, dari teman-teman, yang sama berjuang dari daerah juga, wong teman baru belum punya kok. Kalau gitu, trus bisa curhat-curhatan lewat telepon rumah yang kita tempati? Tentu tidak! Kita pada berprinsip tidak mau mengganggu, merepotkan dan membebani orang lain, walaupun masih saudara.

Di awal kedatangan, kalo saya yang pertama misalnya mengajak ketemuan,  maka saya menelpon teman yang di Ciputat dari telepon umum, menentukan lokasi dan jam berapa ketemunya.

Ntar dia nelpon teman yang di Kalideres, pakai TU (Telepon Umum) yang terdekat dari tempat tinggalnya juga, begitu seterusnya. Nanti saya akan mendapat konfirmasi lagi dari teman yang terakhir dikasih tau. Begitu juga sebaliknya.

Kalo teman yang lain yang ngajak ketemuan, semuanya mendapatkan tugas yang sama, dan menggunakan koin Rp100 untuk menginformasikannya ke yang lain.

Kita-kita semua harus bisa  memprediksikan, waktu yang ditempuh dari tempat tinggal ke tempat berkumpu. Tak ada istilah ngaret, lha, kalo telat, mau dikasih tau kemana,  HP masih barang super mewah wkatu itu dan ga ada juga telepon umum yang bisa dipanggil, kayak di pilem-pilem barat sono 😛 .

Waktu itu, kami ngumpul itu paling selisih datang cuma 5-10 menit, boleh dibilang on time.

Dulu itu, janji yang sudah dibuat, benar-benar hutang yang harus dipenuhi tepat waktu 🙂 . Dan kita semua sudah sepakat dengan itu, dan menghargai apa yang sudah kita sepakati bersama.

Untuk pertemuan berikutnya, kita buat rencananya dan memastikan waktu dan tempat selanjutnya, yaa, lewat telepon umum ke telepon rumah masing-masing, dengan tugas bersambung lagi  🙂 .

Telepon Umum sangat-sangat membantu perjalanan hidup ysalma dan kawan-kawan. Tapi sekarang jaman sudah berubah, telepon umum sudah menjadi masa lalu dan tergilas oleh waktu dan kemajuan teknologi, tapi persahabatan kami masih tetap terjalin, lewat HP dan jejaring sosial 🙂 .

52 comments

  1. Hehehe… jadi bernostalgila dengan TU…
    Dulu berjasa banget ya… Kalo pulang sekolah telat juga laporan ke rumah pake TU… 😀

    sangat berjasa, dan mengajarkan saya dulu untuk komit terhadap janji..

    Suka

  2. sepertinya sekarang telepon umum udah gak ada ya mbak..
    eh dulu pernah gak janjian tapi gak ketemu? gara2 ada yg telat misalnya hehe.. susah juga ya.. dulu saya juga termasuk pengguna telepon umum.. 😆

    kan diatas udah dijelasin Ne,, ga pakai telat, apalagi mangkir ^^..

    Suka

  3. Sesungguhnya …
    Sekalipun kelihatannya ini postingan dan cerita yang sederhana …
    Namun menurut saya …
    (dan benar dugaan saya …)

    Didalamnya terkandung makna yang sangat banyak …
    ada beberapa hikmah yang bisa kita dapatkan dari sini …

    Persahabatan … Trust … saling menghormati Janji … survival …
    dan sekaligus cara berkomunikasi yang Smart dan santun … tanpa menggangu orang lain …

    Salam saya Bu
    (saya tersanjung … Uni YSalma masih mengingat komentar saya yang satu itu …)

    Yang namanya Trainer handal,, bisa aja membuat kesimpulan yang eiylekhen,, 🙂
    benar sekali Om,, walaupun kami2 sekarang, masih biasa-biasa aja,, tidak sehebat, teman-teman yang lain,, sense kita terhadap teman2 kita yang masih berjuang, masih patut di acungi jempol (bukan bermaksud memuji kelompok sendiri), tapi keadaan seperti ini, salah satu yang membangunnya..

    Suka

  4. Setuju Mbak, walau zaman berubah dan waktu terus bergulir, namun persahabatan tdk berubah. Biarlah alat komunikasi berubah dari telepon, pager, dan hp, dsb, namun persahabatan tetap tdk berubah. Point lain yg Saya tangkap dari tulisan ini, bahwa sebenarnya manusia tdk boleh melupakan sejarah. Jas Merah (jangan melupakan sejarah), begitu kata Bung Karno, thanks 🙂

    sangat setuju sekali sanak 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Triyanto Banyumasan Batalkan balasan