[Catatan] Tindakan Saat Mengalami Patah Tulang


Artikel ini merupakan catatan pengingat berdasarkan cerita adik saat mengabarkan kalau anak keduanya terjatuh dan tangannya mengalami patah tulang. Adik saya sempat kelimpungan saat menghadapi situasi yang di luar perkiraan tersebut.

Tindakan apa yang harus diambil saat mengalami patah tulang pada anak sempat membuat adik dan suaminya kebingungan. Kaget dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Secara anak kedua mereka itu bukanlah anak yang ‘lasak’ atau anak yang ngga bisa diam.

Malahan, anaknya termasuk yang kurang suka bermain yang melibatkan fisik dan tenaga, seperti permainan bersepeda, main bola, atau lari-larian seperti anak pada umumnya. Kesenangannya cuma satu, yaitu semua hal yang berhubungan dengan game, di semua media.

Kalau untuk urusan game dan copy data, hal yang berhubungan dengan internet, kecepatannya jauh dibanding bunda dan ayahnya. Beda sama saudara yang lain, antara permainan yang melibatkan fisik dan tidak, lumayan berimbang.

Patah Tulang, Malang Tak Dapat Ditolak Mujur Tak Dapat Diraih

Seperti peribahasa ‘malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih’ alias takdir baik dan kurang disukai tidak dapat dikendalikan sepenuhnya olah manusia. Kalau harus terjadi, ya terjadi, bagaimana pun berusaha menghindarinya.

Sebulan yang lalu, sekitar pukul setengah sepuluh malam, hape saya berbunyi *biasanya kalau hape bunyi pada waktu malam, biasanya ada berita kurang baik yang mendesak*. Yups, adik saya memberi tau, kalau anaknya yang nomer dua, tadi siang jatuh, ketika mau mengubah posisi berdiri saat menunggu dijemput ayahnya setelah pulang sekolah.

Dia mau melompati selokan atau parit kecil, kakinya bertumpu pada undakan kayu yang ternyata rapuh. Buk, dia terjatuh, dengan posisi tangan kiri yang menumpu semua berat badan. Krek, ternyata tangannya patah, sekitar 10 cm dari pergelangan tangan.

Adik saya hampir pingsan ketika melihat kondisi tangan anaknya pertama kali.

Orang-orang yang melihat, tetangga, teman-teman dan juga seorang dokter merekomendasikan untuk dibawa ke sinshe urut yang sudah terkenal di daerah tempat tinggal mereka.

Berdasarkan cerita orang-orang di kampung dulu, mereka yang mengalami patah tulang, walau sudah dibawa ke Rumah Sakit ujung-ujungnya bakal dibawa ke sinshe patah tulang juga untuk tahapan penyembuhan.

Akhirnya keponakan dibawa ke sinshe patah tulang tersebut. Alhamdulillah cocok, tangan yang awalnya lunglai, seperti tanpa penyangga, setelah melalui prosedur pengobatan, udah enggak lagi. Anaknya juga merasa tangannya enakan.

Untuk lebih memastikan dan meyakinkan diri, mereka membawa anaknya ke rumah sakit. Dokter UGD bilang harus operasi, tangan kiri anaknya kemudian di rontgen. Pihak RS memberi waktu untuk berpikir. Dari hasil rontgen, pada posisi tertentu menunjukkan tulang masih bergeser.

Saat itulah adik saya menelpon saudara-saudaranya. Sepupu yang di kampung, yang istrinya tenaga medis, bilang ikuti saran dokter, tangan anaknya harus di operasi.

Sementara Ibu saya menyerahkan pada adik dan suaminya, mana baiknya aja, kalau sinsenya memang udah paten, ya ga apa-apa.

Pendapat saya, gimana menurut mereka berdua melihat tangan dan kondisi anaknya. Sebab mereka yang memantau kondisi anaknya. Biasanya, sakit apapun, akan terasa waktu malam hari, saat badan diistirahatkan. Ntar saat istirahat itu, anaknya menangis ngga, mengeluh sakit atau lain sebagainya.

Kenalan adik dan suaminya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka, sarannya juga hampir sama, yakin aja sama satu metode pengobatan yang dipilih. Sebagian kecil bilang, ikut saran dokter aja, kasihan ntar tangan anaknya kenapa-kenapa.

Besoknya hasil rontgen dari rumah sakit dibawa ke sinse, tangan anaknya dibenerin lagi. Kata sinsenya, penyembuhan tulang biasanya memakan waktu 3 bulan, ini udah ngga apa-apa, udah 90% oke. Tangan anaknya yang patah tidak bisa pulih seperti sedia kala, namanya ciptaan Tuhan sudah patah.

Adik saya tenang, anaknya juga ngga mengeluhkan apa-apa. Tiga minggu kemudian, masih ada sedikit benjolan di tangan anaknya pada posisi tertentu. Mereka niat mau rontgen lagi, datanglah ke dokter ortopedi.

Dokter ngga mau ngasih pengantar untuk rontgen, cukup dengan rontgen pertama kali aja. Dokter cuma lihat dari jauh aja, tanpa menyentuh tangan anaknya *dokter kan udah ahli*, menyarankan tangan anaknya harus dioperasi, kasih pen disini dan disini, bornya sekian. Kalau setuju, tiga hari lagi operasi.

Adik saya langsung ciut lagi, tangan yang udah ngga luka, dan anaknya udah baik, mau dibelek lagi? Telpon saya lagi. Saya minta dikiriminkan foto dan minta dia untuk mencari second opinion ke dokter lain.

Adik mengirimkan saya foto-foto di atas, yang salah satunya membuat saya sempat merasa ngilu ngelihatnya, ‘tangan keponakan saya, tulangnya masih terlihat bergeser saat tangan ditegakkan dengan telapak tangan menghadap kedepan’.

Adik dan suaminya memilih ke dokter spesialis bedah yang sudah cukup berumur dan berpengalaman. Dokter memberi rujukan rontgen dan menyarankan untuk reposisi tangan anaknya tanpa operasi, kemudian nantinya akan diberi gips.

Dokter juga menyarankan tangannya untuk dilatih lagi, digerakkan lagi pelan-pelan. Secara dia kidal, tangannya sudah bisa dipergunakan untuk menulis lagi. Keponakan mulai memegang hp, bantu memasang kaos kaki dengan tangannya dan bisa, serta ngga sakit.

Tiga hari setelah itu baru dilaksanakan reposisi tulang. Sebelumnya si anak diminta cek urin, darah, jantung dan puasa, sesuai standar operasi biasa. Anaknya akan dibius, kemudian akan ditarik mirip seperti yang sinshe lakukan, hanya saja kalau ahli bedah dan tulang yang melakukan, mereka kan punya ilmunya. Kalau sinshe hanya berdasarkan feeling aja. Inshaa Allah hasilnya lebih baik dari kondisi sekarang.

Adik dan suami langsung setuju, saya yang begitu melihat foto langsung bilang iya juga. Sepupu saya yang baru tau lagi prosedur penyembuhan sedikit berbelit yang dipilih adik, malah sedikit ngomel, “dari awal udah dibilangin. Ini udah sebulan dari kejadian!” Hiks.

Tanggal 25 November 2014, sekitar pukul 12.00 WIB keponakan keluar kamar operasi, melakukan reposisi tulang. Hasilnya menunggu satu bulan lagi. Mudah-mudahan bisa pulih mendekati kondisi tangan sebelumnya.

Tips dan Saran Jika Tangan Anak Mengalami Patah Tulang

Tips dan saran untuk Temans mengalami kejadian serupa, tangan anaknya mengalami patah tulang, apalagi yang telah dewasa, yang perkembangan tulangnya sudah terhenti, maka tindakan yang sebaiknya diambil pertama kali adalah bawa ke dokter ortopedi atau ahli bedah.

Pada dokter tersebut tanyakan berbagai alternatif pengobatan yang bisa dipilih. Adakah pilihan tak harus operasi dan pasang pen kalau memang memungkinkan.

Memang sebagian dokter ada yang kurang memahami kekalutan pasien, dianggap pikiran pasien sama dengan pikiran dokter, main suruh operasi tanpa penjelasan memadai. Tetapi masih banyak kok dokter yang melakukan pendekatan secara baik kepada pasien.

Second opinion dokter juga tetap harus dilakukan agar lebih yakin dengan tindakan pengobatan patah tulah yang dipilih. Semangat menjalani pengobatan sembari berdo’a semoga diberi kemudahan dalam proses penyembuhan.

Kalau boleh memilih, memang menjaga ciptaan Tuhan untuk tetap sehat, itu pilihan yang lebih tepat lagi. Tapi takdir kan di luar kuasa kita sebagai makhluk Allah.

Semoga catatan tentang pengalaman adik saya mengambil tindakan patah tulang tangan yang dialami anaknya bermanfaat.

28 comments

  1. agar penyembuhan cepat dan tulang cepat tumbuh kembali, konsumsi ceker ayam karena banyak menagndung kolagen yg pentingd alam pembentukan tulang baru.Ini pengalaman waktu suami sy patah tulang kaki

    Suka

  2. duh, kebayang paniknya menghadapi kejadian seperti itu yah mbaaaak…

    Mudah2an aja sang keponakan segera diberikan kesembuhan dan bisa segera beraktifitas seperti sedia kala yah mbaaak 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Masuk Musim Pancaroba: Waspada Flu dan Demam | YSalma Batalkan balasan