Kebebasan menghirup oksigen (baca: udara yang masih segar) di pagi hari masih sangat bisa dirasakan di daerah tempat tinggal.
Saat cuaca cerah, keluar rumah sekitar jam lima lewat dengan bersepeda atau jalan kaki, kita kadang masih disambut oleh kabut yang menyelimuti bumi.
Sekitar setengah enam lewat dikit, perlahan kabut menghilang dan digantikan oleh semburat kemerahan di ufuk Timur.
Karena masih banyak lahan kosong yang belum dibangun rumah oleh developer, saya masih bisa menikmati pergantian suasana tersebut dengan latar belakang rumput hijau.
Menurut saya pribadi itu sebuah pemandangn menakjubkan yang bisa memberikan kesegaran pada isi kepala dan jiwa.
Mana tak perlu modal besar, cukup beranjak dari halaman rumah mengitari komplek di pagi hari. Tidak hanya paru-paru yang mendapatkan asupan oksigen, kulit pun merasakan hal yang sama.
Karena kondisi lagi tak memungkinkan untuk gowes jauh demi sebuah pagi yang membuat kita selalu terasa kecil dihadapan Pemilik Alam Semesta ini, jadilah kemaren saya dan junior kembali mengulangi rute bersepeda disekitar tempat tinggal. Blusukan ke perkampungan.
Jalan yang dilalui ada sedikit tanjakan juga. Karena sudah lama hanya gowes dan jalan pagi di dalam komplek perumahan, jantung jadi lumayan terasa kerja kerasnya alias ngos-ngosan. *Faktur U juga 😆 * .
Dua tahun lalu saya tanpa sengaja bertemu sebuah situ yang ga tahu namanya. Situ itu bekas galian pasir dan penduduk sekitar memanfaatkannya tempat menaroh karamba ikan.
Ceritanya ada ditulisan: Petualangan dengan bersepeda untuk mengenal lingkungan tempat tinggal.
Kemaren, karena sebelumnya hari hujan, jalan untuk sampai situ itu lumayan becek. Kami lebih memilih masuk perkebunan penduduk yang ada dipinggir jalan. Sehingga kami jadi berada disisi situ yang berlawanan dari dua tahun lalu.
Ada seorang penduduk yang sedang mengitari situ dengan rakit. Beliau sedang menjemput rezekinya pagi itu dengan memantau karamba yang ada disitu.
Saat saya berdiri jepret-jepret, diseberang, saya melihat dan mendengar sekelompok pesepeda yang sedang melewati lintasan jalan setapak tanah yang dulu sempat saya lintasi juga bersama junior. Para pegowes itu terdengar sangat gembira.
Oiya, sebelum sampai pinggiran situ ini, saya sempat disapa oleh seorang bapak dari halaman rumahnya dengan nada sedikit bercampur heran, “mau kemana, bu?”
Si bapak mungkin ga habis pikir melihat emak-emak dengan anak bujangnya bersepeda menuju jalan becek dan daerah sangat sepi. Kenapa bersepeda ga dijalan yang beraspal aja 😳 .
Blusukan dengan sepeda dijalan setapak diantara kebun penduduk itu sensasinya beda. Ga percaya? Ga usah dicoba. Ini kan menurut pendapat saya .
Kebiasaan kita mengeksplorasi lingkungan tempat tinggal kan berbeda-beda. Dan oksigen pagi juga bebas dihirup dimanapun kita suka, asal Pemilik Kehidupan masih mengijinkan kita untuk bernafas, ya kan?
Ga usah diambil pusing catatan emak-emak ini. Nikmati lingkungan tempat tinggal dengan cara masing-masing. Mungkin akan banyak keajaiban menurut versimu sendiri yang akan kau temui dan itu membuatmu takjub 😉 .
di jakarta susah mbak dapat udara segar
SukaDisukai oleh 1 orang
Daerah disekitar Jakarta masih banyak kok, Win. Ga jauh-jauh amat.
SukaSuka
Liat foto terakhirnya aj bikin adem juga bun, hehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Agak sepet-sepet gimana ya Rin, ada foto emak-emak nyempil 😳
SukaSuka
Mari jemput oksigen pagi di sekeliling kita, saat jeli banyak alternatif jalan pagi ya Uni
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, Bu. Sekalian mengenal lingkungan tempat tinggal.
SukaSuka
Dilihat dari ngambil engel fotonya . sepertinya keren nih
SukaSuka
Biasa aja, ditulis biar terlihat seru 🙂
SukaSuka
[…] dibesarkan di daerah yang dikelilingi bukit, rasanya udara selalu dipenuhi oleh oksigen. Saat itu kebebasan bergerak dengan berjalan merupakan hal […]
SukaSuka