Lomba Mewarnai Anak Sebagai Ajang Promosi, Tapi Tidak Dikelola Dengan Baik


Sabtu kemarin, 16 April 2016, di komplek perumahan diadakan lomba mewarnai anak yang diprakarsai oleh salah satu penyedia layanan internet yang sudah memasang jaringannya, tinggal merengkuh pelanggannya aja. Nah, mereka menggunakan lomba tersebut sebagai ajang promosi.

Dua hari sebelum hari H, sudah diinformasikan melalui pengurus RT masing-masing dan juga dengan menempel pamflet lomba di tempat-tempat strategis. Lomba ditujukan untuk anak TK & SD dengan hadiah berupa voucher belanja dan merchandise.

Lomba Mewarnai
Anak-anak peserta lomba serius, emak-emak bersemangat nungguin πŸ˜‰

Respon Antusias, tapi Lomba Kurang Dikelola

Ibu-ibu yang punya anak yang masuk kategori tersebut merespon informasi tersebut dengan sangat baik, bersemangat. Bukan untuk memburu hadiahnya, tetapi ajang lombanya dimaksudkan untuk menambah pengalaman si anak dalam bersosialisasi dengan teman sebaya di lingkungan tempat tinggal.

H-min 1 informasi tentang peserta lomba berubah, ternyata anak SD yang boleh ikut hanya sampai kelas 3 SD. Ada beberapa anak yang sudah mempersiapkan diri jadi sedikit kecewa. Tapi tidak terlalu jadi masalah karena panitia penyelenggara memang dari luar.

Pada hari H, saya sebagai emak-emak yang ingin tau, pun mendatangi tempat lomba yang diadakan di salah satu taman tersebut. Padahal anaknya gak ikutan lomba.

Anak-anak dan ibu-ibu sudah lumayan rame. Area untuk anak-anak mewarnai sudah dipasang tenda, begitupun dengan area ibu-ibu yang mau membuka lapak dagangan. Tapi, yang agak aneh menurut emak-emak ini adalah, untuk lomba mewarnai disusun bangku-bangku plastik.

Emak pun ngasih komen ke salah satu bapak yang jadi panitia, “Itu anak-anak TK mau mewarnai disuruh duduk di bangku plastik sambil memangku meja kecil masing-masing, apa mereka betah, pak? Apa tidak sebaiknya digelar tikar aja, anak-anak mau duduk manis, mau tengkurap. Bukankah itu lebih nyaman bagi mereka?”

Si bapak beralasan bahwa bagian taman yang tidak di semen, walau ditumbuhi rumput, tidak rata *lha, anak-anak kan bawa meja masing-masing ❓ Kan mereka bisa atur sendiri *. Udahlah, emak jangan ngerecokin deh ih.

Emak pun melipir ke tempat ibu-ibu yang menggelar dagangan, ada yang menjual minuman dingin, wedang jahe, sosis bakar, lontong sayur, pecel, dan lainnya. Mau nyobain, tapi udah nyarap di rumah, sayang duitnya *susah amat bilang kalo lagi pelit 😳 *

Dari area stand dagangan ibu-ibu, emak melihat, akhirnya beberapa bapak-bapak pada menggelar plastik di area lomba. Anak-anak tanpa dikomando pun mencari posisi duduk yang nyaman.

Ibu-ibu yang anaknya masih perlu ditemani pun ikut mendampingi. Akhirnya para orangtualah yang duduk di bangku-bangku yang sedianya untuk anak-anak lomba.

Ternyata, peminat lomba yang udah dibatasi sampai kelas 3 SD itu di luar perkiraan penyelenggara. Mereka sampai kehabisan kertas materi yang akan diwarnai. Salah satu dari panitia penyelenggara pun bertindak cepat, beranjak untuk memfotocopy. Berarti target mengumpulkan orangtua sudah dicapai panitia ya πŸ™‚ .

Kekurangan Sebagai Ajang Promosi

Mungkin ini bisa dijadikan pelajaran bagi kita-kita yang akan melakukan kegiatan serupa.

Orangtua saking seriusnya merespon lomba mewarnai ini bahkan ada yang sampai ikutan membantu mewarnai. Ini seharusnya gak boleh ya, apapun hasil yang dicapai sama anak-anak, mereka tentunya sudah memberikan kemampuan terbaiknya.

Panitia penyelenggara tidak membedakan materi mewarnai antara anak TK dan anak SD. Anak TK dan anak SD yang sudah sampai kelas 3, digabung dalam satu kategori sehingga memberi kesan lomba mewarnai ini hanya asal-asalan, kurang profesional.

Padahal dari respon yang ada, lombanya bisa dikemas dengan lebih baik lagi, walaupun hadiahnya hanya pulpen, buku tulis, peralatan belajar yang murah lainnya, gak masalah.

Lha ini hadiahnya voucher belanja yang lumayan, kok diselenggarakan kayak gak niat gitu? Sayang banget.

Waktu untuk mewarnai tidak dibatasi, penyelenggara memulai lomba sekitar pukul 9.30 WIB dan akan menyudahinya sekitar pukul 11 WIB. Lomba semakin terkesan hanya untuk mengumpulkan orangtua dan mendapatkan datanya, kemudian akan di follow-up agar jadi pelanggan internet dan tv kabel yang sedang mereka promosikan.

Walaupun lomba mewarnai ini adalah ajang promosi, bermain halus dan tetap profesional akan jauh lebih elegan, ya kan πŸ˜€ .

Kalo lomba mewarnainya bisa memuaskan para orangtua, saat para marketing itu mengetok pintu dari rumah ke rumah untuk promosi, pasti akan disambut dengan antusias.

Hari minggu, esok harinya, saat ada kumpul-kumpul ibu-ibu, para ibu-ibu pun mengomentari lomba mewarnai yang terkesan payah. Nah lo.

Lomba Mewarnai Anak
Anak yang sudah selesai bermain dengan gembira

Hargailah Karya Seorang Anak

Yang lebih disayangkan, setelah acara usai, panitia penyelenggara ternyata meninggalkan hasil mewarnai anak-anak yang tidak menang lomba, dibiarkan begitu saja teronggok di taman tersebut.

Tindakan mereka semakin mempertegas bahwa mereka tidak mementingkan lomba tersebut, jadi tidaklah perlu untuk menghargai usaha tangan-tangan kecil yang sudah bersusah payah mewarnai πŸ˜₯ .

Saya mengetahui hal tersebut saat duduk di depan rumah dengan junior, menjelang magrib seorang bapak lewat dan berhenti untuk bercerita, ia baru saja merapikan tempat acara dan memungut lembaran kertas hasil kreatifitas anak-anak yang ditinggal itu. Si bapak menyesalkan tindakan si penyelengga yang dianggapnya lalai.

Mungkin meninggalkan hasil mewarnai anak-anak yang tidak menang itu terlihat sepele. Hasil mewarnai anak-anak itu memang kurang sempurna, ada yang hanya berupa coretan, ada yang diwarnai semua dengan baik tapi belum bisa menjadi yang terbaik. Tapi semuanya menunjukkan bahwa mereka sudah berusaha dengan kemampuan terbaik.

Mungkin karena pihak penyelenggara masih muda-muda dan belum mempunyai anak, makanya mereka menganggap remeh hasil karya anak-anak tersebut.

Atau karena tujuan mereka sebenarnya bukan untuk melihat kemampuan anak-anak mewarnai, tapi hanya untuk mendekati orangtua mereka sebagai pelanggan *sudah jelas*.

Mereka kan juga pernah jadi anak-anak, kalo anak kelas 3 SD yang ikut lomba, kemudian menemukan hasil mewarnainya ditinggal begitu saja oleh panitia, kemudian dipikiran si anak terlintas bahwa usahanya ikut lomba hanya sia-sia. Udah gak menang, tapi hasil mewarnainya pun tak sudi dibawa oleh panitianya.

Panitia penyelenggara sudah memberikan andil dalam melemahkan semangat anak-anak untuk ikut atau mencoba hal-hal baru di lain waktu.

Mbok ya kalau pun mau membuang kertas-kertas itu, panitia kan bisa melakukannya di tempat lain, di kantor mereka misalnya.

Promosilah Secara Elegan

Saya sebenarnya memerlukan koneksi internet yang mereka tawarkan, tapi melihat sikap dari para marketing tersebut seperti itu, ntar-ntar dulu aja deh. Kebetulan juga masih bisa bertoleransi dengan layanan internet yang saat ini dipakai. Salah satunya karena gak enak meninggalkan mereka begitu pilihan internet baru ada yang masuk, karena hubungan baik.

Mereka yang hanya fokus pada target penjualan tanpa menghiraukan hal-hal kecil remeh menurut kaca mata mereka, apa bisa memberikan pelayan yang baik setelah kita jadi pelanggannya. Apa gak bakal di lempar sana-sini kalo nantinya ada kendala?

Hmm, mungkin ini hanya catatan emak-emak yang sedang sedikit sensitif kali ya πŸ˜› . Anak-anak setelah selesai mewarnai, tetap bermain dengan ceria.

23 comments

    • Iya, maslahnya selebarannya lebih dominan lomba mewarnainya Un. Alangkah baiknya jika terkemas baik, saya kan dengan senang hati menyebutkan merek walau tak dibayar πŸ˜€

      Suka

  1. Sungguh, saya gemes membacanya, semenjak panitia yang sepertinya kurang pengalaman (minimal pengalaman lomba serupa digelar di tempat lain), apalagi saat hasil kertas mewarnai tidak dihargai begitu, rasanya saya ingin mendatangi panitia. Biasanya kami kalau mengadakan lomba mewarnai, baik yang menang atau tidak, kertas hasil mewarnai itu kita panjang, di dinding papan yang memanjang… semua akhirnya jadi tahu ooo ini tho yg menang, ooo ini tho yg belum menang; hasil penjurian pun bisa dilihat bersama. Juri pun biasanya kita ambil dari luar yang profesional di bidang: pelukis, penulis kaligrafi.

    Suka

    • Nah, seharusnya lomba untuk anak-anak perlakuannya memang harus seperti itu ya, Pak. Kalaupun kalah mereka tetap merasa bahwa mereka benar-benar jadi bagian lomba dan bisa belajar juga dimana kekurangan mereka, tanpa orang dewasa berbicara banyak.

      Suka

  2. Jitak Mbak…panitia kok gitu sih?
    Saya pernah jadi panitia lomba, bukan gambar lho…fotografi semua kita pajang dan lomba bikin sketch gambar pun semua kita pajang biar yang ikutan semua senang kan karena apresiasi setiap orang kan beda-beda πŸ˜€

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.