Sayang Sama Kucing dan Berpikir Positif Pada Sesama


Sayang Sama Kucing dan Berpikir Positif Pada Sesama, saya pikir sudah menjadi bagian dari mereka yang mengaku pecinta binatang. Ternyata ada pengecualian terhadap beberapa orang juga, maklum, namanya juga manusia. Sama dengan yang membuat dan yang sedang membaca postingan ini, manusia biasa yang punya banyak kekurangan. Jangan ngajak-ngajak dan merasa sama, untuk urusan ngaku kurang sebagai manusia, Mak *ga sudi aku, pembaca protes*.

Rayuan (Anak dan kucing)

***
Kemaren sore, pulang sekolah, berangkat sholat Ashar. Pulangnya junior dan temannya membawa beberapa ekor anak kucing ke rumah *lupa motret 😛 *.

Katanya ditemukan di got yang kering. Dia kasian dan mau memeliharanya. Minta ijinlah dia. Emaknya langsung keberatan, yang udah-udah, awalnya aja yang semangat ngerawat, setelah itu dialih tugaskan ke emak atau bapaknya. Dianya cuma ngontrol, ‘kucingku gimana, kura-kura ku gimana’. Ntar kalau binatang peliharaannya kabur atau mati, dia baru sibuk, ‘kok bisa kabur, kok bisa mati’. Emaknya kan jadi agak kurang enak dimintain pertanggungjawaban seperti itu.

Eh dia tetap bersikeras mau memelihara tuh anak-anak kucing, dengan wajah memelas dan kata-kata ‘please’. Kemudian sibuk menyiapkan kandang bekas untuk anak-anak kucing tersebut.

Emak memberi penjelasan,”Anak-anak kucing itu kan juga makhluk hidup. Ntar kalau kita ga telaten merawatnya dan kemudian mati, kan kasihan. Biarkan dia sama induknya dan belajar nyari makan dulu sama induknya. Kalau mau merawat juga, tinggal antar makanan ke tempat dia ngumpul sama induknya”.

“Tapi induknya ga ada, anaknya ngeong-ngeong kasian. Ntar aku yang kasih makan kok, janji”.

“Ini anak kucing lebih dari 4 ekor, Bronzy aja, kamu malas ngajak mainnya sekarang. Yang udah ga manja lagi lah, yang itulah alasannya, hmmm. Sekarang kembaliin ke induknya”.

“Ga tau induknya dimana, orang nemunya di got”.

“Kembalikan dekat kamu ambil, mungkin induknya nyimpan anak-anaknya disitu”.

“Iya deh, tapi setelah dia makan dulu”.

Dikembalikanlah itu kucing ke tempat dia menemukannya. Kemudian mandi, berangkat shalat Magrib sekalian ngaji.

***
Pagi ini, saat sedang beberes. Saya mendengar seorang bapak membahas anak-anak kucing sama teman hidup. Saya longok sedikit. Pembicaraan tersebut menarik minat saya untuk sekedar menjelaskan ‘versi emak-emak’ ke itu bapak. Ambil kerudung, keluar, eh bapaknya udah jalan, pyuhh *lempar jilbab*

“Pak, itu anak-anak kucing sudah di kembalikan anak-anak, ke induknya?”.

“Udah Pak, kemaren langsung saya suruh kok. Ternyata setelah di telusuri, kucing awalnya di temukan ditaman oleh seorang anak, kemudian dibawa ke depan. Tapi karena asyik main, dia lupa mengembalikan”. *setelahnya baru ditemukan junior*.

“Itu anak kok bisa berbuat seperti itu, kejam amat! Disuruh orangtuanya, ya. Anak kucing kok dipisah dari induknya. Kan Kasihan. Anak-anak itu harus di kasih tau Pak, itu perbuatan dosa! Induknya mencari anaknya, anaknya juga mencari induknya. Tapi benar, bukan orangtuanya yang menyuruh melakukan itu!”.

“Enggaklah, Pak. Anak itu juga pada suka kucing. Lupa mengembalikan aja”. Teman hidup saya menjelaskan sambil mempersiapkan keperluan untuk kegiatannya pagi ini.

*Kata-kata ‘kejam, disuruh orangtua’ dengan nada ‘menuduh’, membuat saya ‘gatel’, pengen ikut nimbrung pembicaraan si Bapak. Sayang, Bapak F sudah keburu berlalu 😛 *.

***
Saya penasaran, kok si bapak F, bisa-bisanya beranggapan dengan berucap kata ‘kejam’ pada anak-anak dan orangtua si anak yang juga masih tetangganya, walau dia tidak kenal.

Penjelasan teman hidup. Kemaren itu, pulang Magrib dia ketemu si Bapak F lagi bawa kardus dan kain bekas untuk anak kucing. *di sekitar tempat si junior dan temannya menemukan dan mengembalikan kucing sebelumnya*.

Teman hidup langsung nyamperin anak-anak ke tempat ngaji, dan mencari tau siapa yang pertamakali membawa anak-anak kucing itu. Kemudian meminta si anak untuk mengembalikannya ke tempat dia mengambil. Biar ditemukan induknya. Anak-anak juga bisa langsung diberitau kalau anak kucing jangan dipisahkan dari induknya, kalau tidak mau dipelihara. Beres, ga pake ribet.

***
Pak F boleh merasa menjadi yang paling peduli pada kucing. Tetapi ucapan bapak yang melontarkan “anak kejam, biar terkesan agak lebih halus, ditambahi mungkin orangtua si anak yang menyuruh”, sungguh kurang enak untuk di dengar bagi telinga emak-emak saya .

Padahal bapak tak sekalipun bertegur sapa dengan mereka, walau di rumah bapak banyak terdapat kucing. Istri dan anak perempuan tunggal bapak, juga penegor ramah setiap tetangga yang lewat secara membuka usaha makanan. Tapi tak satupun dari anak-anak pecinta kucing untuk berhenti sesaat di sekitar rumah bapak *kecuali lagi pesan makanan*. Kemaren-kemaren saya masih suka tanya kenapa 😉 .

***
Tindakan bapak yang membawakan kardus dan kain bekas sangat baik. Menurut saya akan lebih baik lagi, kalau bapak saat itu juga menghampiri anak-anak yang kebetulan sedang berkegiatan, yang hanya berjarak beberapa rumah dari tempat bapak mengurusi kucing-kucing tersebut. Kasih lihat contoh perbuatan baik bapak itu ke mereka.

Tolonglah Pak. Anak-anak kami yang masih belum akil baliq itu jangan di cap seperti itu. Berprasangka dan berpikir baiklah sama mereka. Biarkan mereka menikmati masa-masa pertumbuhan dan bersentuhan dengan sesama makhluk lain tanpa praduga negatif dari orang dewasa seperti kita. Mereka adalah generasi yang akan meneruskan kecintaan bapak terhadap kucing khususnya, dan hewan lainnya. Kucing makhluk hidup, anak-anak itu juga makhluk hidup.

Jangan karena merasa peduli sama kucing, kemudian menganggap oranglain yang kurang suka kucing, kejam. Enggak begitu juga kalie.

Lingkungan menganggap seseorang tidak waras, sampai pada titik tertentu, ada kemungkinan orang tersebut mempertanyakan kewarasannya. Apalagi anak-anak.

***
Catatan pengingat kepada diri sendiri, untuk tidak mudah menyimpulkan sesuatu tanpa tau kejadian sebenarnya 😳 .

20 comments

  1. Mbak… Pake caraku aja, dibeliin dispenser utk makanan dan minuman & dr kecil diajarin pup di tempatnya… 🙂

    Hhhmm.. Kucing itu makin lama dilepas dgn sendirinya oleh sang ortu. Pas awal aku menyantuni silly & happy, ibunya suka mampir utk nyusuin & ibunya pun makan makanan yang aku siapin utk dia.. Tp pas silly & happy udah gedean, ibunya dtg cm utk ngeliatin aja & pas dikejar silly sama happy, eh malah apatis abis itu kabur dan gak dtg2 lg.. 😦

    Suka

    • saya jg punya kucing kok Nit,
      Yg disini dibahas sebenarnya lebih ke seorang dewasa yg mengatakan kejam pada anak2 yg main sama kucing, tanpa tau permasalahannya *tulisan nih kepanjangan kayaknya ya 🙂

      Suka

      • Sebelum komentar aku baca sampai akhir dan dapet point-nya kok mbak..
        Tapi komentarku dua poin itu.. Kelihatannya emang gak nyambung, haha, tapi nambahin komentar ttg bapak itu selain bikin tambah panjang komentarku jg gak akan ngubah si bapak itu.. Yang aku catat adalah aku jangan spt bapak itu.. 🙂

        Suka

        • hahaha, betul Nit, tapi jadi semakin komplit kok,
          yg baca jadi tau, kalau ketemu anak kucing, nanti menanganinya seperti penjelasan di komen ini,
          thanks ya 🙂 *saya ga betah ngajarin kucing pup, cari yg udah jadi aja 🙂 *

          Suka

  2. Duh, tulisan ini menohok saya juga…. 😀

    Iya mbak, kita memang harus berhati-hati, jangan suka berprasangka, apalagi klo prasangkanya itu diumbar-umbar…. Wah, bisa mengundang perpecahan bangsa dan negara 😀

    Suka

  3. Kadang orang-orang memang ngga mau mengerti permasalahannya dan lebih sukak buat menghakimi ya, Mbak.. 🙂

    Aku pribadi meski cumak ada Kuro di rumah, ngga berani ambil anak kucing lagi. Ngga sanggup nanggung makannya.. 😦

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.