Mengejar Mimpi Mendapatkan Rumah Idaman


Mengejar Mimpi Mendapatkan Rumah Idaman, merupakan sebuah perjalanan panjang yang harus saya tempuh. Salah satunya harus rela menjual rumah mungil yang terletak di lokasi strategis, dekat tol, dekat kemana-mana. Rumah yang dibeli dengan cara dicicil di tahun 2003. Alhamdulillah, ga harus nyicil sampai 10 tahun, karena sebelum 3 tahun sudah bisa dilunasi, tapi kudu merelakan pekerjaan, hiks.

Rumah mungil itu adalah rumah pertama yang modal awalnya (baca DP) dibantu Bapak, sebagai bentuk tanggung jawab beliau terhadap anak perempuannya. Rumah tempat saya pulang dari rumah sakit setelah melahirkan, rumah tempat anak saya menjejakkan kaki pertama kalinya di bumi.

Sebenarnya saya sudah bertekad, tidak akan pernah menjual rumah mungil tersebut, cukup dikontrakkan aja kalau kita harus pindah ke kota lain.

Mengejar Rumah Idaman
Rumahnya masih perlu waktu untuk hijau dan teduh 🙂 .

Rumah mungil itu memangnya sudah rumah idaman? Belum. Tetapi rumah penuh kenangan, yang tak ternilai dengan uang.

Rumah kenangan, bertekad untuk terus memilikinya. Kenapa juga kemudian rela menjualnya? Untuk apa?

Untuk mewujudkan mimpi, bisa menemani kedua orangtua di masa tuanya.
Tapi, karena rumah itu mungil banget, sementara kedua orangtua yang biasa di kampung, tinggal di rumah yang rata-rata luas, berjendela di depan, samping dan belakang rumah. Mereka tak betah tinggal di rumah itu. Katanya, ‘itu rumah tak berjendela’. Alhasil setiap menengok cucunya dia tak mau berlama-lama.

Apalagi ketika kondisi kesehatan bapak sudah mulai menurun oleh usia dan parkinson. Situasi di kampung  tak lagi nyaman dan sesuai dengan jiwanya. Beliau merasa ditinggalkan oleh lingkungan kejayaannya, beliau perlu suntikan kata penyemangat dan perhatian tulus dari orang sekitar.

Kami anak-anaknya ada di perantauan semua. Akhirnya kami meminta persetujuan beliau untuk tinggal di rumah anaknya yang paling dirasa nyaman.

Kalau kondisi kesehatannya masih memungkinkan, beliau bisa mondar-mandir antara rumah anak yang satu ke yang lainnya. Tapi saat kondisi kesehatannya semakin menurun, Bapak inginnya menetap di tempat saya, sementara ibunda maunya di tempat anaknya yang lain. Ah, itu bisa diatur teknisnya, yang penting orangtua nyaman.

Saya mulai berburu rumah baru yang agak lebih besar dengan lingkungan sejuk dan udara bersih. Untuk membuat beliau bahagia. Bisa duduk di kursi goyang di teras rumah, bisa jalan-jalan pelan atau di dorong dengan kursi rodanya di lingkungan sekitar rumah di sore dan pagi hari.

***
Persiapan yang saya dan teman hidup lakukan saat mengejar impian untuk mendapatkan rumah idaman yang membuat betah kedua orangtua adalah seperti yang dipostingan sebelumnya, di tulisan Persiapan Untuk Mendapatkan Rumah Idaman :

Mempersiapkan Dana, dengan menabung atau menjual aset yang ada: Setidaknya untuk uang muka rumah 30% dari harga jual rumah dan biaya untuk mengurus KPR ke bank sebesar 5% dari plafon pinjaman.

Berburu Lokasi Rumah. Harus dekat dengan sekolah, tempat ibadah, rumah sakit dan pusat perbelanjaan. Satu lagi tambahan bagi saya dalam memilih lokasi adalah akses kemudahan mencapai bandara, *konsekuensi anak perantauan*.

Dulu saya berburu lokasi rumah dengan mengumpulkan semua brosur dari pameran perumahan yang ada di mal-mal. Baru kemudian mendatangi lokasi yang rumahnya dirasa cocok 🙂 .

Kalau sekarang, di jaman internet, berburu lokasi tidak perlu capek-capek muter mendatangi setiap lokasi perumahan yang ada. Duduk manis, browsing dan cek di situs-situs properti terpercaya. Tinggal pilih rumah idaman di tempat strategis yang diinginkan. Mau rumah baru atau rumah tangan kedua, semua ada. Harga juga sudah bisa diperkirakan sesuai kantong apa tidak.

– Tips dari saya dalam berburu rumah idaman lain adalah melihat kondisi rumah. Bukan kondisi bangunan yang memang langsung terlihat oleh mata. Tetapi yang paling penting di cek dan tanya ke mereka yang sudah tinggal di situ adalah ketersediaan listrik, *sering mati lampu apa tidak, biar ga kaget menghadapinya*, air bersih *PDAM lancar apa tidak. Kalau pakai sumur bor, airnya bersih apa keruh*. Dan sanitasi seperti pengangkutan sampah oleh petugas.

Setelah mendapatkan lokasi rumah yang diperkirakan cocok dengan kondisi orangtua. Saya menginformasikan ke bapak, *kebetulan beliau sedang berada di tempat adik saya di Kepulauan Riau, sebelumnya ada di rumah mungil kami di Bekasi*. Beliau sangat setuju dan mendukung.

Saya pesan yang inden (selesai 6 bulanan) sambil berproses menjual rumah mungil lama penuh kenangan itu. Harga jual rumah mungil saya, bisa saya pergunakan untuk beli sebuah rumah dengan luas tanah dan bangunan yang lebih luas, dan juga bisa melakukan sedikit renovasi. Hanya saja lokasi rumah yang baru beli berada di wilayah pinggiran, tapi berpotensi besar untuk terus berkembang.

Ternyata mempunyai properti itu, tak pernah rugi, nilainya akan selalu naik.

Rumah impian untuk ditempati bersama bapak, baru berjalan 3 bulan, beliau sudah dipanggil pulang ke rumah keabadian-Nya. Semoga beliau kembali ke rumah terbaik-Nya, rumah impian abadi tempat kembalinya kita semua.

Dan saya pun tetap meneruskan rumah yang kami pesan dan sudah menempatinya selama 2 tahun belakangan.

Apakah rumah ini sudah memenuhi kriteria rumah idaman dan impian saya? Belum. Masih perlu berbenah banyak.

Saya dari dulu bermimpi punya rumah yang halamannya ada pohon yang ada ayunan di salah satu dahannya dan sebuah rumah pohon di dahan yang lain. Punya kolam ikan mungil dan ruangan ibadah serta ruang perpustakaan. Saya harus menabung lagi untuk mengejar dan mewujudkan mimpi untuk mendapatkan rumah impian itu.

Tulisan artikel ini diikutsertakan dalam Event Blog Kontes dengan tema: Mengejar Mimpi, yang diadakan oleh mimpiproperti.com.

Jika sobat juga memiliki cerita tentang mimpi kalian. Silahkan dituliskan di blog masing-masing dan diikutkan dalam Event Blog Kontes dengan tema : Mengejar Mimpi.

Begitulah cerita saya mengejar mimpi mendapatkan rumah idaman bersama orangtua. Mana cerita kamu sobat 🙂 .

Mengejar Mimpiproperti

37 comments

  1. Semoga terwujut ya mbak salma pasti bapak senang walau cuma bisa 3 bulan merasakan dan menikmati erih payah anaknya pasti beliau bangga…
    kalau aku kek apa ya…?

    Suka

  2. Waaah…. sungguh niat dan upaya yg sangat mulia, Mbak. Membahagiakan orangtua, khususnya bapak :’)

    Kebetulan saya lagi nabung untuk uang muka 30% nih. Nggak deh bisa kekumpul kapan, hahaha….

    Suka

  3. Sayang sekali sang Ayahanda belum sempet kesampaian tinggal di rumah yang udah dipersiapkan yah mba 😦

    Mudah2an segera tercapai mendapatkan rumah impian yang diidam2kan yah mbaaaa

    Suka

  4. […] kesehatan dan mengejar kepraktisan. Untuk konsumsi air sehari-hari, saya memilih air mineral yang sudah berpengalaman, […]

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.