Menjemput Nikmat Yang Terserak


Menjemput Nikmat Yang Terserak dengan langkah kaki pagi yang mengayun begitu mantap menyusuri jalanan yang kau lalui. Melompat dengan sigap saat bertemu genangan air. Bertegur sapa dengan akrab dan penuh semangat saat bertemu teman se profesi. Semua yang ku tangkap selintas lewat panca indraku, sepertinya itu bagian kegiatan yang menyenangkan dalam hidupmu.

Aku yang pagi itu bersepeda sedang beristirahat di pinggir jalan, sambil menikmati pagi yang datang menyapa dan mengagumi keindahan yang terpapar di depan mata.

Sapa akrabmu yang penuh semangat dengan setiap orang yang berpapasan, secara terus menerus. Semakin menembus gendang telingaku, dan itu membuat ku menoleh lagi ke arahmu. Pakaian ‘tempur-mu’ dalam menjemput nikmat yang terserak, lengkap dengan sepatu PDL *mungkin ada yang berbaik hati melungsurkannya untukmu*  begitu kelihatan ‘gagah’.

Aku menatap nanap semangatmu menggendong bungkusan besar dipunggung. Hmm, lelaki pekerja yang sangat ramah, walau beban di punggungnya lumayan besar. Aku kembali asyik dengan ‘duniaku’.

Begitu semakin dekat langkah kaki pagimu mendekati posisiku. Hatiku berdesir, terpana dan tercekat. Kau seorang wanita yang tak lagi muda! Dengan tergugu, aku melempar senyum, sambil mengangguk takzim. Kau balas dengan senyum dan sapaan hangat penuh semangat, walau kita belum pernah berjumpa sebelumnya. Semangat hidup terpampang jelas di wajah mu.

Menjemput Nikmat Yang TerserakAku merasa tertampar dengan pemandangan tak sengaja yang sempat ku amati pagi itu. Aku yang masih saja sibuk mengeluh kekurangan, tanpa melakukan tindakan perbaikan, untuk menjemput nikmat yang terserak dan sudah dijanjikan-Nya, sesuai kadar usaha masing-masing.

Sementara kau dengan penuh yakin dan semangat. Sudah bergelut dengan pagi untuk mengais-ngais sampah, mencari botol atau kardus bekas, menjemput nikmat rizki dari Nya yang terserak di muka bumi.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rahmaan: 13).

33 comments

  1. Aku juga kadang aku merasa kurang puas dengan apa yang sudah aku raih dan capai karena aku selalu memandang ke atas dan berusaha untuk mendaptkanya, tanpa sadar kita juga harus menunnduk ke bawah dan bersyukur ternyata ada yang jauh kurang beruntung dari pada kita…

    Suka

  2. tulisannya menampar banget 😀
    kadang emang seriiing banget ngerasa kurang ini itu, padahal gak sedikit juga yg hidupnya jauh di bawah kita.. tfs mba 🙂

    Suka

    • iya ya Da,
      mungkin kita kalau diberi langsung semua yang kita inginkan itu, saat kita mau, sapa tau kita akan menjadi hamba-Nya yang kufur.Berarti DIA masih sayang sama kita 🙂 .

      Suka

  3. Di sinilah sungguh kita belajar untuk tetap semangat menghadapi hidup ini sekaligus senantiasa bisa bersyukur sekaligus bersabar. Makasih banyak ya, Mbak, mutiara hikmah kupetik di sini.

    Suka

  4. Beliau sepertinya hidupnya penuh syukur yah, mbak. meski keadaan ekonominya (maaf) mungkin belum baik. sapa ramahnya yang juga saya sukaa 🙂

    Apa kabar, mbaaak?, lama saya nggak bw, ampuun *sungkem

    Suka

  5. Bersepeda pagi, sambil mengamati dan menjumput nikmat yang terserak adalah sebuah kemewahan yang tidak semua orang bisa meraihnya.
    Termasuk saya, setiap pagi lebih banyak memburu waktu dengan mengejar-ngejar jemputan agar tak terlambat sampai di kantor … 🙂

    Suka

    • bisa bersepeda pagi tapi ada hal lain yang harus dilepaskan mangKoko,
      saya akhirnya menyerah menjalani hari-hari tanpa melihat matahari ituh,
      ga ngoyo lagi, syukuri apa yang ada *nyanyi ala D’Masiv 🙂

      Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.