Surat ‘Cinta’ untuk Feda


Surat ‘cinta’ untuk Feda dari seorang  perempuan di masa lalu. Bukan sebuah surat cinta romantis, tetapi sebuah surat yang menyentuh hati.

Hands1

Dear Feda,

Mungkin kau akan bertanya-tanya saat membaca surat ini, ”siapa perempuan ini?, kapan dia pernah hadir dalam hidupku”.

Ma’af  harus membuatmu berpikir sangat keras untuk mengingat satu persatu koleksi perempuan lugu ataupun wanita-wanita seksi yang kau dekati dengan cara ‘berteman’. Sambil memberikan aturan secara tersirat, yang bakal tak dipahami oleh perempuan-perempuan lugu itu.

“Kita boleh sedekat apapun tapi tidak bisa saling memiliki”.

Hmm, kening mu semakin berkerut. Memorimu tak menyimpan satupun kenangan tentang aku. Aku memahaminya.

Tapi yang sulit kupahami adalah diriku sendiri. Ternyata setelah kau lupakan. Aku menyadari satu hal. Aku begitu sangat mencintai sekaligus membencimu. Sebuah dilema.

Membenci tindakan bodoh yang membuatku menyesal dalam tahun berkepanjangan. Membenci semua hal yang mengingatkanku padamu, termasuk tanggal kemerdekaan negeri dongeng ini. Karena pada tanggal itu aku melanggar sumpahku sendiri, “takkan memperlihatkan auratku kepada selain mahramku”.

Feda, bagi anak kota seperti mu, itu hal lumrah dalam sebuah hubungan. Tapi bagi gadis kampung lugu sepertiku, yang telah menetapkan aturan lama pada dirinya untuk mengikuti semua norma dan dogma yang diyakini. Itu adalah bentuk ketidak mampuanku menghargai diri sendiri. Sebuah bencana.

Aku panik dan jatuh sakit, penyakit yang sudah bersamayam lama kambuh. Aku berpikir, usiaku mungkin tidak panjang didunia ini.

Maka aku memutuskan menikah dengan orang yang memerlukanku saat itu, dan ada di saat aku jatuh itu. Bukan orang yang aku cintai dan bukan pula orang yang sebenarnya aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengannya.

Aku memilihnya diantara laki-laki lain yang juga meminang. Bedanya, laki-laki lain yang meminang juga semuanya aku sayangi. Ada yang teman baik ku, ada anak dari teman orangtua ku. Semuanya laki-laki baik yang mau menghabiskan sisa hidupnya untuk ku. Demi melihat senyum itu ada dimata ku lagi, bukan hanya sebuah tarikan bibir dengan mata kosong.

Kau tahu Feda, aku berpikir usiaku akan pendek oleh penyakit itu. Aku tak mau membuat orang yang kusayangi dan mencintaiku dengan tulus, menderita karena kepergianku.

Aku lebih baik memilih seseorang yang aku tak punya rasa apapun kepadanya. Bila saat itu tiba. Aku bisa pergi dengan tenang dan meninggalkannya tanpa rasa bersalah.

Ternyata pikiranku yang mendahului ketentuan-Nya, berbalik. Aku tetap hidup.

Dan setiap saat harus meyakinkan diri, teman hidupku saat ini adalah jodoh yang diberikan-Nya, yang terbaik untukku.

Semua tidak berjalan semudah perkiraan ku Feda.

Aku merutukmu sepanjang waktu. Kau yang menyebabkan aku tidak berpikir jernih dalam menetapkan pilihan penting hidupku. Dan harus menjalani semua ini seperti robot biar tak ada lagi yang tersakiti. Hatiku semakin beku dan memendam marah.

Tujuh tahun berlalu, tanpa sengaja aku mendapat kabar lewat media sosial. Kau sudah mempunyai seorang bidadari kecil. Senyumku mengembang, “karmanya akan terbayar lunas lewat bidadari kecilmu itu nanti”.

Feda, semenjak tau karma itu akan terbalas. Aku bisa menjalani hariku dengan ringan. Saat itu aku baru bisa melihat, ternyata hidup yang ku punya selama ini tak se semrawut yang aku pikir. Ternyata Tuhan tetap menjagaku dengan baik. Suratan takdir cinta ku memang begitu.

Tiga tahun setelah terpuaskan dengan pikiranku tentang pembalasan karma. Aku tersentak. Kenapa pula aku berharap, bidadari kecilmu yang tak tau apa-apa tentang rekam jejak masa lalumu. Harus menerima akibatnya.

Itu tidak adil, aku tau bagaimana rasa kesakitan itu. Hidup dengan kebencian yang dipelihara bertahun-tahun. Menghabiskan energi positif, menghapuskan pikiran jernih.

Aku tak mau itu terulang lagi, melahirkan pesakitan seperti aku dan pecundang tanpa rasa sepertimu. Masa lalu buram itu cukup berakhir di langkahku.

Aku menuliskan surat ‘cinta’ ini untuk mu Feda. Untuk menyampaikan rasa terima kasih, telah pernah menyentuh hidupku dan mendapatkan banyak kesadaran dari situ.

Ternyata dalam hidup selalu ada pilihan, terjerembab dalam sesal tanpa perbaikan diri. Atau memilih berdamai dengannya dan memulai langkah baru.

Tolong jaga bidadari kecil dan pangeran kecilmu untuk ku. Jangan sampai mereka menjadi sepertiku atau sepertimu. Biarkan mereka menjadi khalifah yang membawa kebaikan pada semua yang bersentuhan dengannya.

Salam Cinta

Perempuan di Masa lalu.

15 comments

  1. Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Ysalma…

    Surat ‘cinta’ buat Feda itu bener-bener menyentuh hati saya. Malah curhat dari perempuan masa lalu itu memberi banyak pengajaran buat saya dan sesiapa yang membacanya.

    Bisa dilihat dari nukilan mbak itu membawa saya agar selalu bersyukur dengan masa lalu yang seharusnya jangan dibuang terus dari ingatan kerana nantinya banyak pengajaran dan nasihat yang bisa diambil buat generasi masa kini yang kian ‘longgar’ hidupnya dari agama dan pendidikan akhlak.

    semoga kita banyak mensyukuri semua pengalaman hidup yang berbentuk ujian untuk kita menjadi lebih baik hari ini dari semalam yang meninggalkan beragam kenangan.

    Salam manis dari Sarikei, Sarawak. 😀

    Suka

    • Waalaikumsalam Bunda,
      masa lalu yang membuat keberadaan kita sekarang,
      dan masa depan langkahnya sedang kita tapaki saat ini.
      bersyukur untuk semua hal ya Bund.

      Suka

  2. Tulisan yang menyentuh hati, kayaknya ini kisah nyata. Namun saya ingin komentar tentang “bagi anak kota seperti mu, itu hal lumrah dalam sebuah hubungan” ahhh..tidak semua anak kota begitu cara pandangnya dan sebaliknya tidak semua anak desa suci dalam dogmanya. Tapi sangat menyentuh hati tentang Kamu, Fidamu dan bidadari kecilnya.

    Suka

Terima Kasih Untuk Jejakmu, Temans :)

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.