Siapakah kita, kita hanya salah satu makhluk hidup ciptaan-Nya yang di sebut manusia. Setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama dimata pencipta-Nya, hanya dibedakan oleh ketaqwaan sebagai hamba, bukan karena harta benda dunia yang di amanahkan.
Sebuah cerita tentang yang “merasa punya” dan yang “terlihat kurang mampu”.
Di tempat tinggal saya, dibelahan dunia yang lain. Ada sebuah keluarga yang mempunyai 3 orang anak yang masih kecil-kecil dan kebetulan sekarang ibunya juga lagi hamil tua. Semua tetangga merasa prihatin melihat anak-anak dan si ibu. Si ibu kelihatan capek, wajar, wong punya balita dan lagi hamil tua pulak. Anak-anaknya tetap bermain, tertawa dengan anak-anak lain. Kalau postur tubuh mereka lebih kecil dibanding anak yang lain, bapak-ibunya juga berbadan kecil. Emang siapakah kita, yang bisa menyimpulkan mereka kecil karena kurang makan.
Justru tetangga yang sibuk ngomongin keluarga ini. Bagaimana mereka mau membesarkan anak-anaknya, badan emaknya aja ga ke urus, yang ini nangis yang satu minta di gendong, mana ga ada yang bantuin lagi, “kasihan anak-anaknya” karena ke egoisan orangtua mereka. Dunia pergosipan sebuah komplek perumahan heboh.
Puncaknya, beberapa hari yang lalu, salah satu tetangga, memesan kue kering 1 Kg kepada tetangga satunya, dan minta tolong diberikan ke ibu yang punya beberapa anak kecil ini. Entah cara ibu penjual kue yang kurang berkenan, sehingga ibu yang “dikasihani” tetangganya itu, menolak menerima kue, dengan alasan, ” Kenapa bukan ibu yang memesan kue itu langsung yang memberikan kepadanya? “. Siapakah kita, bermaksud berbuat baik, tetapi justru yang dikasihani merasa terhina.
Menerima laporan ibu penjual kue, ibu yang memesan kue, langsung marah-marah, keluarlah kata-kata simpanan yang selama ini terbalut senyum, pakaian sopan dan predikat lebih paham agama. ” Apa sih maunya ini orang, dikasihani, kok urusannya mbelibet begini, anak tak terurus, rumah cuma seperti itu, bla-bla-bla”. Si ibuk yang dikasihani dan lagi hamil tua juga menyahut, ” saya ga minta dikasihani kok Buk, ga perlu repot-repotlah”. Ramei deh ibuk-ibuk. Lupa sama siapakah kita ini, di bulan Ramadhan juga masih adu argumentasi.
=============================
Saya yang ‘ikut” mendengar keramaian ini dari salah satu tetangga, cuma bisa nyengir sambil ngomong, ke diri sendiri juga :
Kita-kita yang memilih komplek perumahan ini sebagai tempat tinggalnya, pada dasarnya mempunyai background ekonomi yang sama. Kalau awalnya “lebih kaya” pasti ngambil perumahan yang lebih elite dunk.
Dengan berjalannya waktu, perbedaan-perbedaan itu muncul, hanya karena kemampuan ngutang dan nyicilnya beda, dan itu sudah masuk prinsip hidup seseorang, ada orang yang cukup dengan apa yang dimilikinya, tak perlu kelihatan mentereng, dan tak perlu pusing memikirkan cicilan, semua adalah pilihan hidup 😆 .
Lha ibuk yang dikasihani banyak tetangga ini, mereka berdua sarjana. Keluaran universitas swasta terkenal di Ibu Kota. Mereka sudah pasti punya planning hidup yang ga perlu dijelaskan pada tetangga kiri kanan. Emangnya siapa kita?.
Apa justru bukan sebaliknya, kita “mengasihani” keluarga ini, diam-diam justru ingin menunjukkan kalau kita berlebih dari mereka.
Diam-diam kita masih memerlukan “pengakuan” kalau kita ikut membantu si Anu 😥 .
Dan lagipula bukannya anak tertua keluarga ini bersekolah di sekolah alam, yang biayanya tidak murah?. Jangan merasa lebih tau keaadaan oranglain hanya dengan melihat tampilan luar dan dari desas desus.
Siapakah kita, yang memposting dan ikut membaca ini (ngegosip ga ya). Semoga bisa jadi bahan renungan dan catatan kita semua. Buah yang kulitnya mulus diluar, belum tentu tak berulat didalamnya 
.
YSalma 
saya Dhenok mbak Salma, kenalan lagi yok.. hehe..
memang semua harus serba hati-hati mbak, dan juga niat awal harus diluruskan, apalagi kalo ingin menolong seseorang.. ini bukan gosip kok, jadi tenang saja puasa kita amaaann.. 😀
SukaSuka
Wah makanya kalau niat menolong mesti hati-hati dalam niatnya, apalgi sampai kayagitu kejadiannya, semoga kita di jauhkan dari yang seperti itu,,,,amin
SukaSuka
Betul …
Sebelum mengomentari orang lain …
Sebelum menghakimi orang lain …
Lihat diri sendiri dulu …
Salam saya …
BTW …
Ibu yang dikasihani itu … mungkin berprinsip … “Biar Miskin asal Sombong” hahahaha …
SukaSuka
dunia sekarang sudah serba sulit, mau berbuat baik juga kadang bingung..
baiknya mulai melihat dengan hati dan berprasangka baik terhadap sesama..
kalau mau bantu membantu, niatkan dengan ihlas hanya karena mengharap ridho Allah,,
SukaSuka
Apa yang ditangkap mata kita belum tentu yang sebenarnya….
Jadi saya yang cuman membaca kisah ini pilih diam aja, deh…
SukaSuka
yapz bener bgt, hati-hati…dan selalu b’hati-hatilah
SukaSuka
gara2 gosip begitulah jadinya 😆
SukaSuka
Bahan renungan… 😥
SukaSuka
tepat sekali, Mak
sebelum kita menghakimi orang lain
sebelum kita sok menilai orang lain
lebih baik muhasabah diri dulu ya
terimakasih Mak sudah diingatkan
salam
SukaSuka
Bercermin diri sendiri lebih dulu
SukaSuka
hmmm… 😉
SukaSuka
kita adalah ucapan dan tindakan kita :). dan kondisi serta waktu bisa “mengubah” itu semua. baik secara sadar ingin berubah maupun “taksadar”
SukaSuka
aku mau numpang ngaca dulu ya mbak 🙂
SukaSuka
Menurut saya kita terlalu sibuk menuduh dan menghakimi orang lain sehingga kita lupa bagaimana keadaan kita sendiri…..termasuk saya juga suka begitu mbak salma. Namun semoga di bulan puasa ini bisa merubah tingkah laku kita dari biasanya
SukaSuka
Hmmm ini jadi pelajaran buat kita semua memang mbak. Itu sebabnya saya tuh segaaaaan banget kalau mau memberi “bantuan”. Takutnya orangnya tersinggung. Misalnya pemulung atau tukang jualan gitu, nanti takutnya mereka marah dikira dianggap minta2… memang serba salah ya. Jadi seringnya saya kalau mau ngasih itu ya ke tempat yg tepat sajalah, yg jelas bahwa mereka memang perlu uluran tangan kita.
Kalau ketemu orang di jalan dan saya mau bantu, biasanya saya tanya, apakah dia akan marah kalau saya berikan sesuatu…. begitu saja dulu.
SukaSuka
*ikut merenung*
SukaSuka
moga-moga aja kita semua bisa berguna untuk orang-orang di sekitar kita di suatu saat nanti…
SukaSuka
*Siapakah kita* membuat saya merenung dalam. Sungguh ini cerminan yang mesti kita ambil hikmahnya.
Salam.. .
SukaSuka
sesuai dengan kalimat pendek yang sering di ucapkan Ustad saat ceramah “berbagi itu indah…”, apalagi berbagi dengan orang dekat kita yang kurang mampu
SukaSuka
artikel ini bukan ngegosip loh, justru nurut saya artikel ini adalah sebuah bahan perenungan buat para tukang doyan gosip
SukaSuka
Saya Arif mbak.. 🙂
Dapat bahan renungan untuk malam ini
SukaSuka
[…] Lompat ke isi BerandaAboutAwardBuku TamuSang Pujangga ← Siapakah Kita Agustus 17, 2011 · 2:30 am ↓ Jump to […]
SukaSuka
judge the book by its cover.
Cerminan luar tak selalu berarti sama dengan isi.
Seringkali, untuk bercermin pun butuh kerendahan hati.
🙂
SukaSuka
Siapakah kita? Hanya segelintir orang yang tak berarti tanpa Mereka…
SukaSuka